Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Senin, 15 September 2014

WAY KAMBAS, SEKOLAH GAJAH YANG HARUS TETAP DI JAGA


Suasana Gajah di alam terbuka di TNWK

 Berita penjualan gajah sumatera di TV nasional beberapa hari terakhir cukup menarik perhatian saya. Tak terkecuali anak anak saya yang juga sempat menyimak berita TV.

”Ayah, Gajah yang di Way Kambas itu termasuk Gajah Sumatera juga kan ?.” ucap bujang sulung.

Pertanyaan polos gaya anak umur 10 tahun itulah yang kemudian membuat saya teringat akan Way Kambas. Sebuah tempat yang dulu pernah saya kunjungi masa kecil bersama orang tua dan keluarga. Dan saya langsung menggagas kunjungan akhir pecan ke Way Kambas. Sontak di sambut bahagia oleh ketiga buah hati saya.

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) terletak dalam wilayah kabupaten Lampung Timur. Berjarak 110 km dari Kota Bandar Lampung dimana saya berada. TNWK merupakan salah satu cagar alam tertua di Indonesia dengan lahan seluas 1.300 km2 berupa dataran rendah di sekitar sungai way kambas, Pusat pelatihan gajah Way Kambas resmi didirikan pada tahun 1985.

Kondisi Gapura rusak yang tak layak

 Minggu siang (14/9) saya dan keluarga berangkat menuju Way Kambas. Jalan menuju Way Kambas dapat di tempuh melalui arah Tanjung Bintang – Lampung Timur atau melalui Kota Metro – Pekalongan dan Way Jepara. Dan saya memilih melalui Kota Metro dengan rute jalan yang cukup lengang dan kondisi jalan yang baik. Butuh waktu 2,5 jam dari kota Bandar Lampung menuju TNWK. Gapura cukup tinggi dengan kondisi rusak parah dan nampak tak layak untuk di sebut gapura, terletak di pasar Tridatu. Mungkin Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur tidak merasa penting membenahi gapura tersebut sebagai penunjuk arah ke lokasi TNWK. Dari gerbang pertama masih sekitar 12 km menuju gerbang loket dengan kondisi jalan rusak di beberapa ruas dan berkerikil di ruas lainnya. Belum ada perubahan yang signifikan yang bisa saya rasakan ketika terakhir ke Way Kambas pada awal 2008 lalu. Pada loket tiket masuk ada beberapa ibu ibu penjaja pisang dan pangan lainnya yang mendatangi mobil yang saya kemudikan. “pisang pak, buat kasih makan gajah di dalam..” begitulah si ibu ibu menawarkan dagangan mereka. Setelah membayar tiket 10.000 per orang plus 5.000 per kendaraan kami harus menempuh sekitar 5 km lagi kedalam dengan kondisi jalan yang masih berkerikil. Yang menarik ada banyak kera kera kecil berlarian di pinggi jalan yang kami lalu, tak sedikit para kera kecil menyeberang jalan. Sebenarnya selain Gajah, di TNWK juga ada Badak Sumatera yang merupakan bagian dari konservasi. Sayang saya dan keluarga tak bisa masuk melihat ke dalam kawasan Badak karena hanya untuk objek penelitian saja.

kondisi jalan setelah melalui loket tiket dan setelah melalui pemukiman warga

tiket masuk per orang termasuk asuransi jasa raharja
 
kera kera kecil di beberapa ruas jalan dari gerbang loket menuju gerbang masuk TNWK
gerbang ke dua 100 m sebelum lokasi pemberhentian di dalam kawasan TNWK
 
Setelah melalui pintu masuk kedua, saya dan keluarga tiba di dalam kawasan TNWK. Rasa lelah selama perjalanan karena kondisi jalan yang tak mulus terbayarkan setelah melihat beberapa gajah berjalan di antara gagahnya pohon sonokeling yang tumbuh rapih dan cukup rindang di dalam kawasan TNWK.
Cuaca terik dengan hembusan angin yang cukup kencang tak menghalangi saya dan anak anak mengitari sekitar lahan dimana beberapa gajah di tambatkan dengan rantai rantai mengikat mereka di beberapa titik.
“kasihan mereka di ikat.” ucap putra kedua saya lirih.
“ tak Gajah di rantai, ada pula yang tak di ikat bagi yang sudah jinak dan di latih. Yang di ikat dengan rantai adalah yang di anggap belum jinak dan belum terlalu terlatih.” Ujar salah satu penjaga di TNWK saat saya tanyakan mengapa kaki ngajah gajah itu di ikat rantai.
Saya jadi ingat beberapa waktu lalu tersiar kabar para gajah gajah itu berlarian ke kawasan rumah penduduk yang dekat dengan kawasan TNWK. Bisa jadi mengikat kaki gajah tersebut pada gajah gajah yang dianggap ‘belum jinak’ adalah salah satu cara agar para gajah ‘belum jinak’ itu tidak melarikan diri.   Mungkin.
Selain dapat melihat langsung dan berinteraksi cukup dekat dengan gajah gajah di TNWK juga ada banyak gajah berukuran kecil dengan usia 2-5 tahun yang sangat menarik perhatian anak anak saya. Secara bergantian anak anak saya mencoba menaiki tubuh gajah kecil yang tenang dan jinak. Bercengkrama dengan anak gajah secara langsung adalah hal yang tak mungkin di dapat jika kami mengunjungi kebun binatang yang tertata rapih di perkotaan. 

Interaksi langsung anak anak ke gajah gajah kecil berumur 2-5 tahun

gajah ukuran besar yang bermain di alam terbuka
 
kondisi Gajah yang bisa di tunggangi oleh penjunjung


Memang, TNWK bukanlah sarana wisata yang mewah layaknya Dufan atau Ragunan, saya yakin TNWK tak cocok bagi mereka yang berjiwa anak Mall. Layaknya wisata minat khusus, TNWK sangat mempesona dengan hutan dan tumbuhan tropis khas Indonesia. Tapi sangat di sayangkan beberapa fasilitas yang dulu di tahun 2008 saya lihat baik, kini tampak tak terpelihara. Wahana show gajah yang dulu baik kini nyaris roboh dengan beberapa bagian telah retak dan di tumbuhi rumput liar karena tak terpelihara. Belum lagi tak tersedianya listrik di dalam kawasan TNWK. 

Anak Anak bisa menaiki Gajah Kecil

anak dapat berinteraksi dengan gajah kecil cukup dekat
“memang tak ada pemeliharaan lagi pak..” ujar seorang pemilik warung kopi di dalam lokasi TNWK yang telah berjualan disana sejak tahun 1987. Sayang. Projek pembangunan fasilitas yang menghabiskan lebih dari puluhan juta itu kini nyaris roboh. Belum lagi beberapa fasilitas umum lainnya seperti WC, Mushalla, tempat bermain anak anak dan beberapa kantor pajang sudah dalam kondisi memprihatinkan. Tak hanya itu jumlah gajah yang kini ada di dalam kawasan TNWK pun berkurang. Menurut petugas yang saya ajak ngobrol menjelaskan bahwa jumlah gajah yang ada di dalam kawasan TNWK kini hanya sekitar 87 gajah saja. Ini tentu berkurang jauh dari total jumlah 220 gajah pada mulanya – sumber Kementerian Kehutanan pada awal TNWK.
 
kondisi Wahana pertunjukan Gajah yang jauh dari pemeliharaan. rusak parah.
kondisi sarana umum yang kurang maintenance

Terlepas dari minimnya beberapa fasilitas menuju TNWK hingga kawasan di dalam TNWK. Setidaknya anak anak ku menyukai kondisi alam terbuka dengan beragamnya tumbuhan yang tak bisa mereka temui di pekarangan rumah atau lingkungan keseharian. Bahagia mereka berlarian dan menyentuh anak anak gajah adalah sebuah pelajaran langsung yang saya dan istri berikan agar mereka memahami seperti apa kehidupan gajah. Melihat gajah gajah mandi dalam kolam yang di setting layaknya kubangan tentu merupakan pemahaman secara berimbang dari teori belajar di bangku sekolah atau hanya melihat di TV.

Taman Nasional Way Kambas, adalah asset besar Provinsi Lampung yang merupakan daya tarik. Sama halnya ketertarikan Endah n Resha – musisi yang ingin mengunjungi langsung TNWK. Tentu ada banyak orang yang tertarik mengetahui TNWK secara langsung. Sewajarnya jika Pemerintah melakukan banyak pembenahan guna lebih mengemas TNWK sebagai tujuan wisata yang tak hanya menarik tapi juga edukatif dengan lebih meningkatkan sarana dan prasarana penunjang. Jangan sampai konotasi Gajah dan Lampung yang sangat popular di daerah lain di nusantara hanya sekedar kisah.

0 comments :

Posting Komentar

Scroll To Top