Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Selasa, 25 November 2014

BAGIAN PENUH MAKNA DARI ANGSANA

Sunset di Pantai Angsana





Suara tangis anak bungsu Ibu Warung membangunkan saya dari tidur.  Pukul 4 pagi terlihat pada jam dinding. Saya masih berupaya keras mengumpulkan kekuatan untuk beranjak dari tidur. Masih lelah rasanya untuk memulai hari di jam yang biasanya saya masih tertidur pulas. Tapi rasa malas kemudian hilang ketika mata yang masih berupaya melihat sempurna menangkap kegiatan si Ibu Warung yang telah berbenah menyiapkan warung dan beragam dagangannya. 
"Met Pagi, mas" sapa si Ibu Warung saat melihat saya telah beranjak dari tidur.
Malu rasanya jika saya masih bermalas-malasan buat bangun tidur sedangkan tuan rumah sudah bergegas mengais rezeki sejak pagi.

Sunrise di Pantai Angsana































Saya kemudian izin pada Ibu Warung untuk jalan sekitar Pantai, setelah menunaikan Shalat subuh dan sejenak bercengkrama pada anak Ibu Warung yang masih SD.
Semalam saya tak begitu melihat wujud pantai Angsana karena hari telah gelap. 
Saya menyusuri  bibir Pantai yang cukup tenang  pagi  itu. Beberapa pengunjung lain bertaburan ke bibir pantai. Beragam aktivitas mereka lakukan. Sesaat saya takjub dengan gugusan awan yang telah nampak gagah di pagi buta. Lebih berdecak kagum lagi ketika melihat Matahari perlahan lahan menyembulkan semburat keemasannya. Tak hanya saya, beberapa pengunjung juga tampak bahagia mengabadikan moment sunrise kala itu. Melihat beberapa orang Meng-capture dengan kamera profesional membuat saya makin niat buat terus nabung agar dapat membeli kamera DSLR itu ahahahahhaha. Puas mengabadikan moment sunrise, landscape Pantai dan beragam keindahan akan anugerah Tuhan, saya kembali menyusuri pinggiran Pantai. Melihat lihat lebih dekat beragam object yang semalam hanya saya lihat bayangannya saja.

Sebelum tiba di Angsana. Tak banyak informasi yang saya dapat dari media online tentang Pantai Angsana. Bahkan beberapa situs yang berhubungan dengan Kalimantan Selatan pun tidak begitu detail bertutur tentang Pantai Angsana. Tapi uniknya, ketika saya tanya ke Masyarakat tentang object wisata, pada umum nya mereka menjawab : Pantai Angsana. Itulah mengapa saya jadi penasaran Ingin tahu secara langsung pantai Angsana.
Objek Wisata Pantai Angsana Bahari - begitu nama lokasi yang tertera di gapura depan pinggir jalan yang saya baca. Terletak di Desa Angsana - kecamatan Angsana - kabupaten Tanah Bumbu - Kalimantan Selatan. Jarak tempuh dari pusat Kota ke Pantai Angsana 5 jam. Kendaraan umum dari pusat Kota ke Batu Licin - Ibukota Kabupaten Tanah Bumbu pun lancar. Taksi Kol selalu ada. Selain Pantai Angsana, saya juga dapat rekomendasi ke Pantai Samber Gelap di bagian kabupaten Kota Baru. Dari Batu Licin - tujuan akhir Taksi Kol yang saya naiki, harus menyeberang dengan Kapal ferry menuju kabupaten Kota Baru tersebut baru ke bagian Pantai Samber Gelap. Ingin rasanya suatu saat nanti mencoba ke kabupaten Kota Baru.
Pantai Angsana, bagi Masyarakat sekitar merupakan object  wisata pantai yang sudah termasuk lama. Posisi pantai yang langsung bersainggungan dengan laut lepas membuat butiran pasir di pantai Angsana mayoritas berwarna kehitaman. Tapi ada pula beberapa bagian yang masih berpasir putih. Memang jarak masuk kebagian dalam Pantai dari jalan utama Desa cukup jauh. Saya sarankan ada baiknya membawa kendaraan pribadi. Karena tidak adanya angkutan umum kebagian dalam pantai. Tapi Jika Ingin mencoba nekat seperti saya yaa silakan saja, heheeheh.
Bicara fasilitas, pantai Angsana cukup baik. Meski ketersediaan lampu jalan dan lampu sekitar kawasan pantai tak ada, termasuk akses jalan yang masih sederhana setidaknya tata kelola pantai cukup memadai. Terlihat ada banyak bak sampah dengan klasifikasi sampah basah dan sampah kering. Lalu fasilitas umum seperti aula, pondokan, kamar mandi/kamar bilas, Penginapan beragam tarif juga ada di pantai Angsana. Bahkan pos yang mengusung konsep pelestarian terumbu karang juga ada disini. Di pantai Angsana pun pengunjung bisa menikmati fasilitas Banana Boat dengan harga terjangkau atau Melihat terumbu karang, ber-Snorkeling dengan tarif  Rp.350.000 perkapal isi 10 orang.
Hari semakin terang, saya kemudian duduk di sebuah bangku yang berada di depan warung yang menjajakan beragam panganan khas Banjarmasin. Sayang di lewat kan saya pun mencicipi beberapa kue dan memesan Kopi. Sarapan yang sangat berkelas bagi saya. Hidangan khas daerah  berpadu kopi Hitam pekat nan hangat plus view pantai kala landai sempurna dalam deburan ombak dan desau angin pagi. Aahhh.... Nikmat Tuhan yang mana lagi yang saya dustakan. Hanya saja saya cukup terganggu dengan banyak nya Kapal Kapal kecil bertebaran tak beraturan di sepanjang Pantai. Alangkah Indahnya jika  Kapal Kapal kecil itu di jajar dalam satu area dermaga. Lebih rapih dipandang mata.

Setelah berlama lama menikmati suasana pinggir pantai saya kembali ke Ibu Warung dimana ransel saya masih di titip di sana.  
"Mas Indra, ayoo sarapan dulu..." Ujar si Ibu Warung.
"Tadi Sudah makan kue kue di tepi pantai bu..." saya berbasa-basi.
Selain memang saya telah sarapan, saya juga harus menghemat uang untuk makan siang dan ongkos pulang.
"Tadi kue, ini nasi Kuning khas Banjarmasin lho..." 
Aahhh si Ibu tampaknya tau benar cara merayu saya. Cukup tergoda dengan nasi Kuning yang aroma nya mulai tercium.
"Ayo mas Indra, sarapan bareng." Ucap Anak si Ibu Warung yang masih SMP.
Tak baik rasanya jika menolak ajakan tulus si Ibu.
Tak apalah saya harus bayar, paling juga habis 10.000 untuk sepiring  nasi kuning. Lagi lagi saya kefikiran persediaan uang di dompet.!
Sarapan semakin lengkap ketika anak anak si Ibu Warung bergabung. Anak si Ibu yang pertama hanya Lulus SMA sejak 3 tahun lalu. Tak melanjutkan pendidikan karena masalah biaya. Dan si Sulung memilih untuk jadi nelayan. Bergabung bersama teman teman sebaya nya yang juga bernasib sama tak bisa melanjutkan pendidikan setelah SMA, menjadi nelayan harian di laut lepas. Sesekali saya memandang kagum pada sosok anak Sulung Ibu Warung. Tak banyak remaja sekuat ia. Nampak otot otot lengannya  berisi bagai atlet renang. Tentu Ia pandai berenang dan berani menantang lautan demi membantu sang Ibu. Ia rela masa remaja yang musti nya seperti kebanyakan remaja kini harus hilang berganti fase hidup penuh perjuangan.  Tangguhnya Ia melakoni hidup. Sungguh lebih tangguh dari saya yang saat ini masih mencemaskan tentang persediaan uang dalam dompet. 
"Saya duluan mas, Sudah di tunggu teman teman melaut." Ucap Anak Sulung pada saya setelah dengan cepat menghabiskan menu sarapan.
Terlihat oleh saya Ia berpamitan pada sang Ibu dengan tak lupa mencium tangan si Ibu. Meminta Restu. Ada setitik  air menggenang di pelupuk mata melihat adegan Ibu dan Anak di depan saya. Jadi ingat pada almarhumah Ibu saya. Sekuat tenaga saya menyembunyikan rasa satir yang bergejolak di dada. Malu di lihat 3 Anak Ibu Warung di depan saya yang  masih SMP, SD dan Balita. 

Hari semakin beranjak siang. Pukul 11.00 WIT saya berpamitan dengan Ibu Warung. Berterima kasih atas segala kebaikannya yang sungguh sangat membantu saya. Terlebih Ia pun meng-gratiskan hidangan sarapan tadi. Sungguh luar biasa baiknya si Ibu Warung. Saya yakin, karena kebaikannya itu lah Tuhan melancarkan hidupnya, bisa survive dalam kehidupan menjadi single mother dan mengurus 4 anak dengan hanya berdagang kelontongan. Salut.!

Beranjak pergi meninggalkan Warung si Ibu yang baik tak lantas membuat saya beranjak dari lokasi Pantai Angsana. Saya hanya tak mau berlama lama di Warung Ibu yang baik itu. Saya masih Ingin menyaksikan Matahari terbenam dari pantai Angsana. Dari kejauhan, disudut pantai saya lihat sekumpulan orang sedang melakukan kegiatan bersih bersih pantai, dengan memungut sampah yang berserakan penuh suka cita. Nampak pula ada seorang yang memandu memakai TOA memberi himbauan pada pengunjung untuk buang sampah pada tempatnya. Saya kemudian tertarik untuk mendekat ke arah sekumpulan penggiat bersih bersih Pantai itu, meski akhirnya niat mendekat saya urungkan. Karena ternyata sekumpulan penggiat bersih bersih pantai  itu adalah para Waria yang semalam tampil  di panggung Musik Dangdut. Siang ini mereka tampil tanpa make up dan busana blink blink super seksi. Lebih natural layaknya kodrat. Berbeda dengan sempurnanya tampilan artistik semalam. Tapi saya kagum dengan upaya mereka. Di balik ke-glamour-an khas mereka semalam ada pula sisi humanis yang mereka lakukan buat Pantai ini. Yang belum tentu pihak lain terpikirkan. 

Cukup puas saya berkeliling seorang diri di sepanjang bibir pantai. Cukuplah bagi saya mengetahui beberapa bagian pantai yang menarik. Meski sesungguhnya ingin berlama lama di sini. Naluri cinta pantai sangat kuat dalam diri ini. Sesekali saya mengabadikan diri dengan meminta bantuan pengunjung atau warga pantai. Tongsis telah habis masa berganti TongBro (Tolong Bro'!). 

Sempat terkantuk kantuk karna udara pantai yang sejuk, akhirnya Tuhan menghadirkan hamparan awan dan langit nan indah dengan gerak matahari yang beranjak gemulai keperaduan. Indah benar Sunset petang itu. 

Pukul 18.00 WIT, Saya bertekad kembali ke gerbang depan agar bisa mencegat Taksi Kol. Saya putuskan untuk berjalan sedikit kearah depan dengan berharap ada tumpangan sampai jalan besar. Hari beranjak gelap. Ada rasa ragu untuk jalan sendiri melalui gelapnya hutan sawit. Jika saja yang di lewati rumah warga saya tak keberatan meski jarak 10 kilo sekalipun. Tapi jalan sendiri dalam kebun sawit sepertinya saya tidak setegar pendekar dalam film laga. Apalah diri ini. hanya punya nyali berani saja sebagai modal berpetualang. Tak bisa berenang, tak bisa bawa motor besar apalagi pandai bela diri. Hal hal itu tak ada dalam diri saya. Plus tampilan fisik yang tak akan melawan jika di hadang penjahat. Terbayang suasana hutan sawit. Tapi kaki terus melangkah meninggalkan keramaian pantai Angsana. Sesekali saya melihat ke belakang. Ada ragu apa saya teruskan berjalan atau tetap menunggu tumpangan lewat. Tapi tak ada satu pun kendaraan yang bisa saya stop untuk di tumpangi. Hari makin malam. Dan saya makin ketakutan. Takut jalan sendiri dalam hamparan hutan sawit yang rindang. Dalam langkah demi langkah memupuk ke beranian, tiba tiba ada sosok bapak tua membawa motor bebek reot dengan tumpukan 2 karung yang di ikat di bagian belakang motor.
"kemana mas..?" Tanya si bapak memelankan motornya.
"Gerbang depan Pak. Mau naik Taksi Kol."
"Boleh numpang Pak?" Tak ada lagi gengsi pada diri ini. Meski saya juga bingung mau duduk dimana dengan kondisi motor si bapak yang padat bagian belakang.
"Mas naik diatas karung. Atau pangku karung?!" Si bapak beri 2 opsi tanda Ia setuju beri tumpangan.
Tanpa fikir panjang. Dengan sigap saya masukkan HP kedalam tas ransel. Kencangkan ransel dan kuatkan mental untuk duduk di motor si bapak sambil memangku 2 karung isi jagung. Pedas paha memangku 2 karung jagung sepanjang 7 kilo perjalanan dengan tekstur jalan tanah lembab membelah hutan sawit. Tuhan selalu beri jalan keluar. Suasana gelap sepanjang dalam hutan sawit sampai di pinggir jalan persis di gerbang masuk pantai Angsana, saya harus menunggu Taksi Kol datang setelah berterima kasih pada pak tani yang beri tumpangan dengan sensasi yang saya rasa luar biasa. Sampai lebab paha!. Tak pernah terjadi sebelumnya. 

Tak begitu lama saya menunggu Taksi Kol. Perjalanan lancar meninggalkan Angsana dan terus melaju ke terminal Liang Anggang. Meski belum tiba di pusat Kota dan tiba di rumah kembali tapi sepanjang jalan pulang  di dalam Taksi Kol saya berucap syukur atas apa yang saya alami sejak kemarin dalam trip nekat seorang diri. Bukan sekali ini saya trip seorang diri tapi dengan kondisi yang mengharuskan saya prihatin baru kali ini terjadi. Tapi saya senang karena saya dapat banyak pembelajaran. Bertemu penduduk asli yang sungguh baik budi dan sangat menginspirasi. Sepatutnya saya bersyukur atas apa yang ada dalam hidup saya. Saya dapat bagian jauh lebih baik dari Tuhan dibanding beberapa sosok yang saya temui di Pantai Angsana. 
Traveling memang mengajarkan banyak hal pada saya. Menempa diri dalam keterbatasan fasilitas, mengetahui kekuatan dan karakter personal hingga menyadari bahwa bagaimanapun dan kondisi seperti apapun tetaplah harus bersyukur maka Tuhan akan menambah nikmat hidup pada orang orang yang bersyukur.

4 komentar :

  1. Ah, indraaaaa...
    Aku spechless bacanya. Itulah yg disebut orang bahwa terkadang yang memperkaya itu bukan seberapa jauh kaki melangkah namun seberapa banyak pelajaran yang kita dapat dalam perjalanan.
    Ah....

    BalasHapus
  2. setuju mba Donna ...heheheh..... itulah kenapa aku suka traveling karena pasti akan dapet banyak hikmah kehidupan.

    BalasHapus
  3. Luar biasa ya ibu pemilik warung itu. Di tengah kesempitan ekonominya masih juga bisa membantu pengelana...Dan keberanianmu berjalan dihutan sawit sendirian...ckckck....sebelas jempol Mas ...

    BalasHapus

Scroll To Top