Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Kamis, 17 Desember 2015

MERAWAT CINTA - SEBUAH PERJALANAN KOMITMEN.




Perjalanan Cinta - Ibarat jalan raya yang tak selamanya lurus, terkadang berkelok, berlubang, menanjak, menurun, berliku dan penuh tantangan. Jika di lalui dengan iklhas dan syukur maka hidup akan lancar dan makmur.



“…silakan…”  suara lembut itu selalu hadir setiap pagi ketika saya sedang bersiap memulai aktivitas.
Suara istri saya.
Ia, tak pernah alpha menyiapkan secangkir kopi panas lengkap dengan beberapa kudapan lezat sebagai hidangan sarapan di meja makan setiap pagi ketika saya dirumah.

Pagi itu, ia tak hanya mempersilakan saya menikmati apa yang ia suguhkan tetapi juga mencium kepala saya saat saya sedang asik men-check akun akun medsos via ponsel.
“tumben, pake cium cium.?” tanya saya bercanda kearahnya.
“kok tumben?” istri saya balik bertanya. Wajahnya serius.
Saya terdiam.
“Ayah lupa ya..?” sahut istri saya seraya ia duduk di kursi persis di depan saya.
Saya masih asik  berselancar di ponsel.
“Dulu, diawal-awal pernikahan, Ayah yang selalu cium kepala Bunda. Sampai anak pertama kita lahir. Seiring waktu. Ayah jadi sosok yang sibuk. Super sibuk.  Demi memenuhi kebutuhan Bunda dan anak anak.  Tak ada lagi ciuman di kepala setiap pagi buat Bunda…. Jadi pagi ini, Bunda yang cium kepala Ayah.”
Saya terdiam. Segera menyingkirkan ponsel. Menatap wajah istri saya yang masih tenang meski kata-kata yang baru saja ia utarakan cukup membuat saya terhenyak.

Istri saya - Dwi Wahyuningsih. Wanita Jawa Konvensional penuh kesederhanaan tetapi Memperkaya jiwa dan cara berfikir saya.

Sungguh waktu berjalan begitu cepat.
Tak terasa putra pertama yang dulu kelahirannya menjadi kebahagiaan bagi saya dan istri kini telah beranjak besar. Kelas 5 SD saat ini. Baru saja di sunat. Begitupun putra kedua dan adik perempuannya. Lengkaplah anak kami. Anugerah yang sang Pencipta percayakan pada saya dan istri.

Sampai diposisi ini – dalam keluarga yang saya bina bersama istri, bukanlah pekara mudah. Ada banyak egoisme dan urusan individu yang harus saya tekan semaksimal mungkin agar dapat sejalan dengan kehendak istri. Meski di banyak hal saya memang cenderung mendominasi. Beruntung, saya memiliki istri yang senantiasa memahami egoisnya diri ini. Beruntung saya memilihnya. Bukan karena fisik semata tapi lebih karena keindahan hatinya yang telah menawan saya sejak dahulu di bangku SMA.

Pernikahan yang saya bina bersama istri tidaklah diawali dengan kemegahan dan banyak kemudahan. Tidak ada fasillitas berlebih dengan nuansa mewah yang orang tua kami berikan. Bahkan kerja keras serta saling mendukung dalam beragam keputusan yang kami pilih telah mewarnai suasana rumah tangga sejak awal. Hingga kini.

Masih ingat dibenak saya, bersedianya istri beserta keluarga intinya menerima pinangan saya meski saat itu saya belum memiliki pekerjaan tetap. Istri saya sungguh berani mempertaruhkan masa depannya ketika menerima lamaran dari pria yang kala itu hanya berprofesi sebagai penyanyi kafe/resto plus pemandu acara. Beberapa bulan jelang hari pernikahan pun saya masih berjuang bekerja serabutan pada beberapa perusahaan sebagai tenaga marketing lepas. Berharap dapat penghasilan tambahan untuk mencukupi pengeluaran pernikahan. Bahkan saya masih memandu acara launching product sebuah merek kosmetik di siang hari dan acara resepsi pernikahan di hotel berbintang pada malam hari tepat sebelum akad nikah terlaksana pada keesokan harinya.

Akad nikah dan resepsi pernikahan sederhana pun berlangsung lancar dengan biaya 20 juta – biaya yang cukup besar di tahun 2004.
Berikrar  untuk saling terbuka, berkomunikasi, memahmi diri dengan berkenan menerima segala kekuarangan pribadi adalah komitmen saya dan istri. Tak begitu paham kami akan arti  kata setia yang retorika.
Dibalik ragam profesi yang saya lakoni saat ini ; sebagai karyawan, sebagai pemandu acara, penyanyi, pengajar, konseptor event, pelaku organisasi hingga sebagai penyuka jalan jalan dan juga penulis dari aktivitas jalan jalan tersebut membuat saya jarang berada dirumah. Jauh berbeda ketika dahulu diawal pernikahan. Sebuah kondisi yang terjadi berdasarkan tuntutan hidup dan juga kewajiban saya sebagai kepala keluarga akan pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

Saya, istri dan ke tiga anak anak saya.


Istri saya hebat.
Sungguh saya memiliki partner yang tepat.
Ditengah padatnya aktivitas diluar rumah, ia tak pernah lelah memberi dukungan.  Tak pernah lupa memijat suaminya sebelum tidur. Tak pernah lupa menyiapkan kebutuhan suaminya meski padat dan lelahnya ia sebagai ibu rumah tangga.  Istri saya adalah partner diskusi terbaik untuk keputusan – keputusan yang saya pilih. Termasuk pihak yang berkenan diajak menjaga rahasia.  Istri saya selalu jadi sosok cerdik. Ia dapat dengan piawai mengemukakan sisi lain yang tak pernah saya fikirkan sebelumnya. Sifat konvensional yang ia miliki begitu melengkapi sifat saya yang cenderung imajinatif. Ia bukan sosok istri yang suka berlebihan dalam penampilan. Tak begitu suka memakai perhiasan dan tampil glamour mengikuti trend mode. Baginya fashion adalah identitas diri. Dan identitas diri tidak harus sama dengan orang lain bahkan dengan trend mode yang sedang happening sekalipun. Istri saya tak pernah boros untuk urusan perawatan tubuh dan make up. “seperlunya saja”. begitu ungkapnya disuatu kesempatan. Toh –  make up terbaik adalah kebaikan dan ketulusan hati. Bukan merek ternama produksi luar negeri. Buat apa pakai merek make up mahal tapi hatinya culas dan selalu iri dengki.

Istri saya tidak pernah cemburu dan marah ?. Tentu pernah.
Tapi ia punya cara yang elegan saat menyampaikan rasa cemburu dan amarahnya yang belum tentu dimiliki oleh wanita lain seusianya. Ia pernah keberatan ketika saya terlalu banyak menghabiskan waktu diluar rumah dengan gadis gadis muda yang beberapa diantaranya ia tak suka. Meski ia tidak begitu keberatan ketika saya bersama Muli Muli Kota Bandar Lampung. Karena ia memahami kapasitas saya. Ia sosok yang paham dengan pekerjaan yang saya lakoni. Itulah sebabnya ia tidak pernah cemburu buta dengan partner duet atau partner ngMC saya di panggung. Termasuk tidak pernah mempermasalahkan rekan rekan traveling saya. Bagi istri saya, segala hal positive yang saya lakukan akan ia dukung sepenuh jiwa asal saya tidak pernah lupa pada komitmen yang telah kami ikrarkan diawal pernikahan dulu. Termasuk komitmen saya untuk menyediakan waktu berkualitas bersama keluarga ditengah padatnya aktivitas luar rumah yang saya lakoni.

Quality time bersama keluarga


Saya menyadari, saya bukanlah sosok sempurna. Jauh dari sosok suami ideal. Tapi justru saya merasa ideal karena dilengkapi oleh istri saya.  Sosok sederhananya memperkaya jiwa dan cara berfikir saya. Yang kemudian berpengaruh pada kemampuan saya mengambil keputusan. Saya juga kagum dan menghargai keputusan istri saya untuk keluar dari pekerjaannya yang terbilang mapan dan memilih fokus menjaga anak anak. Meski pada perjalanan waktu, ia masih beraktivitas melakukan bisnis rumahan yang menghasilkan uang dengan tetap mendampingi anak anak. Istri saya pun sosok tegas terhadap tumbuh kembang anak anak. Ia tidak pernah memperkenankan orang lain memasak makanan atau menyiapkan minuman untuk anak anak. Termasuk asupan makan sejak balita hingga kini. Istri saya selalu bertindak sebagai ‘full time chef’  bagi anak anak termasuk saya. Hasil masakannya selalu lezat. Hobinya menguji-coba resep masakan nyaris sempurna. Jika saja saya tidak menerapkan pola diet dapat dipastikan ukuran tubuh saya akan membengkak!.

Tak ada alasan untuk saya tidak bersyukur atas nikmat hidup yang Tuhan berikan. Atas perkenan Tuhan  mempertemukan saya pada pendamping hidup yang sungguh melengkapi diri ini. Sosok yang selalu mengajarkan saya untuk kuat dan tidak pernah mengeluh. Sosok yang senantiasa mengingatkan saya akan kealphaan saya sebagai pribadi yang lemah.  11 tahun kami bersama. Bukan ukuran sesaat tetapi juga bukan sebuah akhir. Ada banyak kesiapan yang harus berkenan saya dan istri hadapi didepan nanti. Hanya atas izin ilahi perjalanan cinta ini terjadi. Tugas saya dan istri untuk terus merawat anugerah yang Tuhan telah pertautkan sejak pertama kami dipertemukan. Janji saya untuk tetap memegang komitmen atas kepercayaan yang telah ia serahkan sepenuhnya pada saya. Tak akan tega saya menghianati kepercayaan tersebut. Cukuplah ia seorang hingga hayat memisahkan. InsyaAllah.  Love You Much, Dwi Wahyuningsih.



0 comments :

Posting Komentar

Scroll To Top