Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Kamis, 20 Oktober 2016

KISAH MAKAN BABI DI PASAR PAGI RAMKHAMHAENG BANGKOK




Suka ke pasar tradisional ?, atau malah sering ke pasar tradisional ?.
Saya pribadi sudah sangat familiar dengan pasar tradisional
Lahir dan besar di sebuah desa sepi yang jaraknya jauh dari pusat kabupaten,  kala membutuhkan suasana ramai, tak ada pilihan lain selain kunjungan pasar tradisional. Terlebih di desa saya kala itu, pasar dengan aktivitas berjualan yang ramai hanya berlangsung sekali dalam seminggu. Selebihnya hanya depot depot lengang tanpa aktivitas jual beli.  Bagi saya dan teman teman di desa dulu, Kalangan – sebutan pasar tradisional dalam bahasa Ogan adalah suguhan yang dapat dijadikan sarana bersenang senang diantara padatnya aktivitas dalam pasar.


Hingga kini, kegemaran mendatangi pasar tradisional masih berlangsung. Tak hanya pasar tradisional yang dekat dengan lokasi tempat tinggal tetapi juga mendatangi pasar tradisional disebuah kawasan yang sedang saya kunjungi.  Sebagai pekerja yang sering bertugas ke luar kota misalnya, saya selalu punya waktu untuk mendatangi pasar tradisional di kota yang sedang saya  tandangi tersebut. Tak terkecuali kala berada di luar negeri.

Pagi itu, masih dalam  kisah perjalanan bersama Soul Stories, saya menjumpai sebuah pasar yang letaknya tak jauh dari posisi hotel kami bermalam –   Al Meroz.  Perjumpaan saya dengan pasar tersebut adalah ketidaksengajaan saja. Awalnya, pagi itu, saya hanya bermaksud mengenali lingkungan sekitar hotel –  sebuah kebiasaan yang selalu saya lakukan, mengamati aktivitas masyarakat dan lingkungan sekitar dimana saya bermalam.  



Jam 6 pagi kala itu. Sebelum perjalanan bersama team pada pukul 8, saya masih punya waktu untuk berjalan kaki di lingkungan sekitar hotel.   Tujuan berjalan kaki saya pagi itu adalah bangunan yang bentuknya menyerupai  mug  besar yang telah menarik perhatian saya sejak tiba di hotel Al Meroz – Bangkok. Setelah saya lihat dari dekat, ternyata bangunan tersebut adalah gerai Starbucks  dalam kawasan A-Link, 44 Soi Sukhumvit 71, jalan Ramkhamhaeng berdekatan dengan jalur kereta api dan stasiun penghubung dalam kota disebelahnya. 

aneka jajanan pasar
 
Di pelataran depan gerai Starbuck yang masih tutup itu, saya tertarik  mendekat ketika melihat para penjaja kue kue dan jajanan khas Bangkok yang sedang ramai transaksi jual beli. Benar saja, diantara kerumuman tersebut, saya menjumpai penjaja nasi dengan lauk pauknya layaknya penjual nasi uduk atau lontong sayur di tanah air. Selain itu juga ada kue kue kecil yang bentuknya unik. Saya kemudian membeli kue yang bentuknya serupa dengan kue Kelepon tapi kue yang bernama Purht dalam masyarakat Bangkok ini isinya adalah campuran kacang tanah dan gula merah. Soal rasa, ya lumayan, masih enak kue kelepon sih, mungkin lidah saya belum terbiasa, karena ada sedikit rasa kecut yang sepertinya di campur sedikit perasan atau sari pati lemon.
“where’s the traditional market, here?” tanya saya pada ibu penjaja kue.
“there..” sahut si Ibu singkat dengan logat inggris yang unik.
Wah, tak sia sia juga jalan pagi keluar hotel. Ternyata letak pasar tradisional disini tidak terlalu jauh dari hotel.  Saya pun mengikuti petunjuk arah yang disampaikan si Ibu penjaja kue tadi.  Benar saja, dengan sedikit berjalan menyeberangi rel kereta dan melalui 3 gedung perkantoran dan 1 halte bis, akhirnya langkah saya tiba di sebuah gelaran pasar yang menjual beragam kebutuhan rumah tangga. 

  
suasana pasar Ramkhamhaeng

Sebenarnya, bentuk pasar yang terletak di jalan Ramkhamhaeng ini tak ubahnya seperti bentuk pasar pagi di Indonesia. Tidak terlalu luas, tetapi menyediakan beragam kebutuhan dasar rumah tangga, mulai dari ragam jenis bumbu dapur, alat alat memasak hingga beragam panganan harian. Nah, sebagai penyuka pasar tradisional, saya tak sungkan membeli dan kemudian mencicipi beberapa makanan yang di jual dalam arena pasar.  Mulai dari aneka kue hingga buah buahan potong yang harganya 10  hingga 15 bath per bungkus.  Sembari memotret aktivitas jual beli yang berlangsung, saya terus menyusuri area pinggir pasar yang semakin menarik untuk disimak lebih dekat.  Keramaian pasar tak ubahnya seperti pasar pasar tradisional di Indonesia. 

lauk pauk nasi rames ala bangkok

wujud lauk pauk siap santap


Langkah saya terhenti pada sebuah gerobak makanan.  Sejenis nasi dengan lauk pauk yang dikemas dengan unik terpajang dihadapan saya.  Setelah memperhatikan aktivitas jual beli, saya pun mendekat dan menyodorkan uang 20 bath untuk membeli  makanan yang masih dalam dandang kukusan. Bentuknya mirip Siomay.  Si Abang penjual pun membuat dua bungkus untuk saya seraya memberi 2 jenis sambal sebagai pelengkap menikmati Siomay tersebut.  

salah satu jenis makanan yang di jajakan


Sebuah kursi kayu saya temukan di bagian pinggir pasar dekat dengan warung penjaja singkong Thailand.  “Lumayan buat sarapan” ucap saya spontan sambil menempati kursi kayu  itu sebelum  menyantap beberapa  jenis jajanan pasar termasuk Siomay yang baru saya beli.
“You Suka Fork ?”  logat melayu  mengagetkan saya.
 Ternyata  seorang Ibu berjilbab  menengok kearah saya dari balik gerai Singkong Thailand dagangannya. Saya pun terdiam sesaat. Mengamati secara teliti gerobak yang menjajakan makanan kukus yang baru saja saya beli.  
“masuk kemarilah” ujar Ibu itu lagi. “You pasti bukan orang Thailand” sapa si Ibu ramah.
“Ibu Malaysia?” tanya saya.
 Si Ibu mengangguk.
Aaahh… si Ibu baru saja menyelamatkan saya yang nyaris menyantap daging babi dalam wujud Siomay! Saya tertipu!!. Kurang teliti menyimak gerobak penjual tadi.
Saya pun memesan singkong rebus khas Thailand yang dijajakan di warung si Ibu  setelah bincang berbasa basi termasuk mengenalkan diri saya. 



Baca juga tulisan rekan saya @omnduut buat kamu yang Traveling ke negera Non Muslim… klick ini …

 
rupa Siomay mengandung babi

Dari perbincangan dengan si Ibu yang berdarah Malaysia tetapi telah berkebangsaan Thailand karena menikah dengan orang Thailand itu saya jadi tahu banyak soal   pasar Ramkhamhaeng. Benar dugaan saya, bahwa pasar Ramkhamhaeng adalah nama kawasan yang baru saja saya sambangi. Karena letaknya berada di jalan Ramkhamhaeng lah pasar tersebut diberi nama pasar Ramkhamhaeng. 


 
Saking asiknya mengabadikan suasana dan dagangan di pasar,  saya jadi khalap membeli beberapa makanan yang dijajakan. Hingga lupa menyimak dengan teliti apakah makanan yang saya beli mengandung babi atau tidak. Beruntung pula si Ibu mengingatkan saya. Dengan begitu saya jadi bertemu dengan sajian singkong rebus Thailand yang khas dengan kuah kaldu ayam layaknya kuah mie ayam di Indonesia.

Sebenarnya, si Ibu penjaja singkong Thailand begitu ramah. Mungkin karena dia perantau juga di kawasan itu. Bahkan ternyata – dari penuturan si Ibu, ada banyak penjaja makanan khusus untuk warga muslim. Terlebih pendatang muslim yang bermalam di Al Meroz. Si Ibu pun menunjukkan beberapa kedai makanan halal yang berada tak jauh dari gerai singkong rebus Thailand miliknya. Saya pun kemudian berbasa-basi dengan para penjaja makanan halal di kawasan pasar Ramkhamhaeng. Meski kemudian tersadarkan akan waktu yang tak panjang dan mengharuskan saya kembali ke hotel untuk kumpul bersama rekan rekan Soul Stories. 

salah satu gerai makanan halal
 
Buat kamu yang sedang melancong ke Bangkong, ingin jelajah kuliner Thailand dan kebetulan ada di jalan Ramkhamhaeng – jangan sampai salah beli makanan seperti saya.  Bertanya langsung pada penjual sebelum melakukan pembayaran pada jenis makanan yang kita beli adalah hal yang dapat dilakukan agar terhindar dari jenis makanan yang dilarang dalam kehidupan muslim. Atau lakukan transaksi di gerai makanan yang mencantumkan logo Halal di toko atau label jualan mereka.  

3 komentar :

  1. Wah tulisanku disebut-sebut :D

    Sebetulnya, karena tulisan itu pula aku nggak begitu saklek banget soal makanan. Berusaha menjaga dari makanan non halal tapi nggak yang sebegitu kakunya, persis tulisan yang sudah bang Indra tautkan itu.

    Tapi ya nggak sampe kayak temenku juga yang makan makanan halal hanya karena, "daripada laper!" GILAK! :p

    Bersyukur ketemu ibu itu ya bang, jadi terselamatkan. Alhamdulillah.

    Omnduut.com

    BalasHapus
  2. yes bro... soal makanan halal tentu utama yaa kala bepergian, tapi jika memang ternyata kemakan dan kita gak tau yaa mau gimana yaaa..hehehe.... setidaknya kita berjaga jaga...kedai fastfood ternama pilihan terakhir lah kalo gak ada pilihan makanan atau makan sayur dan buah aja lebih aman yaaa.

    BalasHapus
  3. Begini mas, pada umumnya banyak makanan yg diadaptasi ke lingkungan makanan indonesia pada asli nya itu begitu. Siomay contoh di China atu paling dekat di Singapura, walaupun ada udangnya tetap diimbangi sama isian daging babi kerna itu lah pemanis kata mereka.

    Makanan Jepang kyk ramen, rata rata kaldu yg dipake itu air rebusan tulang babi.

    BalasHapus

Scroll To Top