Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Sabtu, 28 Februari 2015

MENYOAL SUKU ASLI SI DUTA WISATA.




 
photo ilustrasi ; MMKOTA2010.

Bermula dari sebuah bincang ringan antara saya dengan salah satu petinggi di sebuah perusahaan swasta di Lampung, yang mempermasalahkan sosok duta wisata daerah Lampung yang tidak berdarah Lampung bahkan sama sekali bukan  suku asli Lampung. Sang Petinggi tersebut juga merisaukan pengiriman utusan ajang tingkat nasional yang membawa nama provinsi Lampung tetapi  si personal tidak ada darah Lampung pada dirinya dan jelas jelas  bukan suku lampung.

Sebelum menjelaskan dalam ajang pemilihan duta wisata dan sebagainya,  saya merunut pada sebuah fakta bahwa suku asli Lampung yang ada di Provinsi Lampung memang tidak banyak. Prosentase menunjukkan suku asli Lampung yang tinggal di provinsi Lampung hanya 20 persen saja, selebihnya Lampung campuran dan suku pendatang yang terdiri dari beragam suku dan juga etnis.  Tak salah jika Lampung kemudian di sebut sebagai Indonesia mini – karena segala macam suku di Indonesia ada di provinsi Lampung.
Berkenaan dengan ajang pemilihan duta wisata daerah.

Ajang pemilihan Muli Mekhanai baik di tataran Kabupaten, Kota bahkan Provinsi, adalah sebuah ajang kompetisi kemampuan personal yang dibuka seluas luasnya secara umum bagi siapa saja yang berdomisili di kabupaten, kota atau provinsi Lampung. Dengan batasan usia yang telah di tentukan sebagai syarat kematangan mengikuti kompetisi pemilihan duta wisata. Jadi tidak ada spesifik ke-suku-an dalam mengikuti lomba terlebih keharusan suku Lampung. Tapi memang ada baiknya yang ikut ajang pemilihan adalah personal yang memiliki darah lampung atau ber-suku lampung. Tetapi tidak menutup kemungkinan pada prosesnya yang meraih gelar juara bukan berdarah lampung atau bahkan suku lampung karena kriteria penilaian bukan hanya suku saja. Dalam pemilihan sosok icon duta wisata, tentu memiliki ragam standar penilaian yang mencakup antara lain, penampilan yang terdiri dari keharusan standar minimal tinggi badan ; 165cm untuk muli dan 170cm untuk mekhanai (syukur jika lebih dari itu), postur, penampilan yang good looking, sikap personal/attitude/manner personal.  Juga pada kriteria standard wawasan personal, kemampuan berkomunikasi, pemahaman ilmu pengetahuan dan penguasaan bahasa asing selain bahasa daerah, serta penguasaan bakat pada bidang tertentu sebagai sosok berpotensi.

Nah, berdasarkan kriteria kriteria yang terurai diatas, setidaknya sebagain besar dari kriteria tersebut harus dimiliki oleh setiap personal yang terlibat dalam proses pemilihan duta wisata daerah. Meski faktanya, dalam ajang pemilihan Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung saja – tak semua yang ikut terlibat dalam rangkaian pemilihan – menjadi bagain peserta adalah sosok asli Lampung/berdarah lampung/atau suku Lampung asli. Jika pun ada, tak semua memenuhi kirteria dari standard penilaian baik secara fisik/tampilan sebagai icon duta wisata maupun standard kemampuan personal dan sebagainya. Sosok muda berdarah lampung atau suku asli lampung tak semuanya berkenan ikut serta dalam ajang pemilihan. Ada pula anggapan bahwa warga asli lampung tanpa perlu ikut ajang pemilihan muli mekhanai memang sudah bergelar muli mekhanai. Sedangkan bagi para remaja pendatang yang bukan bersuku lampung, terlibat dalam ajang pemilihan duta wisata daerah adalah bagian dari sebuah pencapaian akan prestasi personal yang dapat dibanggakan. Maka tak heran yang menduduki gelar juara tertinggi lebih banyak sosok yang tidak ada darah Lampug atau bahkan suku Lampung. Sebagai contoh - dalam rentang waktu tahun 2008 sampai 2014 saja, sosok yang berhasil menempati juara 1 dalam ajang pemilihan Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung dengan memiliki darah lampung atau benar benar suku lampung dapat dihitung dengan jari, contoh ; Feby Deliana dan Rudi Kurniawan yang ber-suku Lampung sebagai sepasang juara 1 Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung 2008, lalu Muli 1 Bandar Lampung tahun 2010 – Silva Utama Sari berdarah Lampung, lalu Sepasang Juara Muli Mekhanai Bandar Lampung 2012 ; Deny Aditya dan Sisca Indah Pratiwi – keduanya bersuku Lampung. Di tahun tahun pemilihan lain selain tersebut diatas,  sepasang juara 1 semuanya bukan bersuku Lampung. Dan kemudian beberapa nama Muli yang sempat di kirim dalam ajang pemilihan Puteri Indonesia misalnya – yang benar benar bersuku Lampung cukup senang dalam jajaran finalist saja ; sebut saja mulai dari Feby Deliana – Muli 1 Kota Bandar Lampung 2008 bersuku asli Lampung yang dikirim ke Puteri Indonesia di tahun 2009, Sisca Indah Pratiwi – Muli 1 Kota Bandar Lampung yang berdarah Lampung di kirim ke Puteri Indonesia tahun 2012, belum beberapa nama perwakilan kabupaten lain yang juga berhasil di kirim ke tingkat nasional dengan benar benar suku Lampung atau berdarah lampung yang harus puas pada jajaran finalist. Lampung pernah berjaya di ajang Puteri Indonesia dengan posisi 1st Runner Up (juara 2 ) di tahun 1994 melalui perjuangan Nur Syamsi, di posisi 5 besar Puteri Indonesia tahun 2005 melalui sosok Margaretha (Chacha) yang bukan suku Lampung asli. Pernah ada dalam catatan sejarah Pemilihan Puteri Indonesia utusan provinsi Lampung meraih gelar Puteri Indonesia Favorite (via sms)  di tahun 2003 melalui sosok Falia Rima Alamsyah – bersuku Lampung asli.  Tahun tahun lainnya Lampung cukup senang berada di jajaran finalist. Kini dan masih segar di ingatan,  sosok Muli 1 Kota Bandar Lampung 2014 dan juara 2 di tingkat Provinsi Lampung 2014 – Laras Maranatha Tobing, berhasil masuk dalam TOP 5 (Jajaran 5 Besar) Puteri Indonesia 2015, yang jelas jelas  bermarga – Tobing – suku Batak, tidak ada darah Lampung sama sekali. 

Ada yang salah dengan hal tersebut?, menurut saya tidak. Semua hanya sebuah kebetulan saja. Kebetulan yang juara bukan berdarah Lampung atau suku Lampung. Dan yang mewakili provinsi Lampung diajang tingkat nasional bukan suku asli Lampung. Tetapi setidaknya mereka berdomisili di Lampung, lahir dan besar di Lampung, dan paham akan hal hal yang ada di Lampung, karena mengalaminya secara langsung hingga bisa bicara tentang ragam potensi dan keindahan Lampung pada kompetisi tingkat nasional. Daripada juara 1 tingkat daerah tetapi  ia personal yang berdomisili di Jakarta hingga selesai acara ia kembali ke Jakarta tidak mengabdi dan berbuat apa apa bagi Lampung?, atau membawa nama Lampung di ajang tingkat nasional tetapi jelas jelas warga domisili ibukota dan sama sekali tak paham tentang Lampung dan keunggulannya ?.
Kerena mencari sosok yang mewakili standard penilian sebuah ajang pencarian icon duta wisata atau perwakilan daerah ke ajang tingkat nasional tidaklah semudah berujar teori semata. Harusnya sosok sosok muda di provinsi Lampung yang merasa berdarah Lampung atau bersuku asli Lampung lebih terpanggil mengikuti kompetisi duta wisata daerah jika memang ingin menjadi bagian dari personal yang berperan di bidang seni, budaya dan pariwisata daerah. Jangan hanya jadi penonton, sehingga lahan lahan yang memang mestinya jadi ajang putera/puteri asli daerah lampung di sabet oleh sosok sosok yang tidak berdarah lampung atau bukan suku lampung sama sekali. Atau hentikan menyoal asal usul suku si duta wisata dan mari fokus pada sosok yang mampu membawa nama Lampung secara keseluruhan di ajang duta wisata daerah atau kompetisi tingkat nasional  meski ia bukan sosok berdarah lampung atau asli suku lampung yang penting ia asli berdomisili di bumi Lampung, memahami potensi dan keunikan Lampung serta berkenan menjadi bagian dari representative terbaik Lampung di tingkat nasional. Syukur jika kemudian sosoknya membakti bagi Lampung – sesuai kapasitas personal dengan melakukan aksi nyata di bumi Lampung setelah ajang pemilihan  berlangsung.

3 komentar :

  1. Betul banget, om
    Yg terpenting gimana si duta wisata ini mendedikasikan dirinya untuk daerah yg dia wakili.
    Ga penting asli dr suku mana..

    BalasHapus

Scroll To Top