Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Senin, 02 Februari 2015

SELEMPANG DUTA WISATA = PROUD AND MISSION



contoh, Selempang Duta Wisata Daerah.



Pada gelaran RAKORNAS ADWINDO ke 3 Tahun 2012 yang lalu, di tahap Diskusi Panel dari Pihak Kementerian yang di sampaikan oleh Pak Yabes ada sebuah tag line yang cukup menggelitik.  Beliau sempat mengungkapkan bahwa Selempang yang di sandang dan melingkari bahu hingga dada setiap para Duta Wisata di seluruh Indonesia itu adalah gabungan dari sebuah kebanggaan sekaligus juga misi untuk melaksanakan bagian dari apa yang menjadi tanggung jawab para juara tersebut.

Kebanggaan yang di maksud sudah barang tentu, kebanggaan menjadi pemenang.  Telah terpilih menjadi pemenang dari seluruh sosok yang berlaga dan menjadi kompetitor selama rangkaian acara berlangsung.  Kebanggaan karena melalui beragam tahap dalam sebuah kontes pemilihan icon atau duta wisata di daerah masing masing atau di tingkat nasional. Kebangga ini pula lah yang kelak akan menjadi alasan mengapa setiap juara harus sadar diri selalu menggunakan selempang dalam setiap tugasnya. Karena dasar dari selempang bukanlah bentuk dan corak atau tulisannya semata melainkan juga kebanggaan karena tak semua sosok dalam lomba dapat memiliki selempang jika memang dirasa kurang pantas.

Kata kedua yang tersirat dari sehelai selempang yang disandang adalah Mission. Mission yang di maksud adalah Misi dari setiap individu yang memiliki selempang untuk terus menerus berkarya dan bekerja sesuai dengan tugas dari sebuah kompetisi tersebut.  Layaknya kompetisi yang mengunggulkan gabungan dari keindahan rupa, keunggulan kepribadian dan sikap, tentu misi yang diharapkan adalah bagaimana menjadi sosok terdepan dalam bidang bidang yang mencakup pada aktivitas khalayak ramai.  Kegiatan yang bersumber serta bermanfaat bagi masyarakat banyak tentulah sangat di harapkan.  Setiap pemenang yang memiliki selempang tentu di harapkan dapat menjadi garda terdepan dalam penciptaan kreativitas di lingkungan dimana ia tinggal dan berkarya.

Nah, jika seorang pak Yabes menyoroti bahwa selempang bukanlah sebuah mainan tapi sebuah gabungan unik dan khas dari sebuah kebanggaan dan misi. Kebanggaan akan seorang sosok yang unggul di banding yang lain, serta misi untuk terus dapat menghasilkan karya. Tentu saja karya yang bermanfaat  bagi semua pihak.  Tapi sayangnya saat ini tak sedikit dari para pemenang beragam ajang pemilihan Duta Wisata di manapun yang belum memahami arti dari selempang yang di sandang. Masih ada rasa malu dan gengsi menyematkan selempang dalam setiap tugas yang semestinya ada rasa bangga kala mengenakannya.  Ada pula sebuah kebanggaan yang di salah artikan. Kebanggaan yang bisa jadi datang bukan karena dari perjuangan tapi karena ‘sogokan’, sehingga wajar saja jika setelah menang tidak memiliki visi dan misi untuk berkarya. Ajang berakhir, maka berakhir pula lah langkah untuk berkarya nyata. Tak banyak dari setiap personal yang memahami betapa  banyak makna tersirat dari selempang yang di dapat. Meski itu bukan juara pertama, meski hanya juara predikat, atau hanya sekedar finalis saja. Tapi selempang yang di peroleh adalah buah karya dari usaha keras.  Sebuah benda yang tak bisa di ukur dari uang, meski harga selempang tidaklah mahal, dan  semua orang pun bisa bebas membeli selempang dan sekehendak-hati membubuhkan gelar apapun yang mereka mau. Tapi tentu bukan itu makna sebenarnya dari selempang kemenangan.  

Di lain pihak, Kebanggan dan Visi itu tentulah berbanding lurus dengan sebuah pembuktian dari apa yang di niatkan. Maka tak heran jika banyak sosok yang menghilang setelah ajang pemilihan berakhir, bisa jadi juga karena mereka tak memiliki niat untuk mengabdi pada  daerah dimana mereka mengikuti ajang pemilihan. Layaknya ratusan lulusan sebuah Sekolah Menengah Atas atau Universitas, sudah barang tentu yang masih memberi sumbangsing pada almamater hanya beberapa, selebihnya tentulah hilang di telan zaman, atau bisa di bilang mati jiwa kala raga masih hidup. Atau kisah lain para personal yang melakukan ‘koleksi’ selempang dengan terang terangan.  Ikut pemilihan di satu kabupaten dan kabupaten lain, satu kota dan kota lain, tapi tak ada satu pun karya yang ia berikan dan dedikasikan bagi tempat dimana ia mengikuti ajang pemilihan tersebut.  Tak ada yang salah dengan hal tersebut.  Yang salah adalah ketika keikutsertaan dalam ajang pemilihan hanyalah ikut ikutan semata, tanpa pernah tahu tujuan pasti dan jelas dari keikutsertaan dirinya sendiri. Sama halnya dengan upaya pencarian ‘mata pencaharian’ dari ajang pemilihan. Atau hanya jadi pelengkap saja.


0 comments :

Posting Komentar

Scroll To Top