Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Jumat, 05 Juni 2015

KISAH SATU MALAM DI PULAU BALAK.

Sebagain View Pulau Balak - photo by. bang Rendra Utama

Suasana hening dan cahaya temaram Pulau Balak menyambut kedatangan saya dan rombongan yang akan bermalam di Pulau tersebut.  Keterlambatan pelaksanaan kegiatan membuat kami juga telat tiba di kawasan pulau yang memiliki luas 14 hektar dan masuk wilayah administrative kabupaten Pesawaran – Lampung tersebut.  Suasana air laut pasang dengan deburan ombak tenang begitu jelas di balik redupnya malam. Dengan perlahan dan penuh hati hati saya dan rombongan yang berjumlah 30 orang menuruni kapal bermesin kecil yang kami tumpangi dari dermaga Ketapang sejak sore. Dua jam perjalanan berlayar di garis Pesisir Teluk Lampung, dimanjakan dengan Sunset dan suasana gugusan pulau pulau kecil yang terbagi dalam beberapa titik menghias pelayaran. Lelah seketika buyar kala mengetahui tujuan kami bermalam ada di hadapan. Meski beberapa pihak merasa asing dengan Pulau Balak, tapi saya pribadi ini adalah kunjungan ke tiga kalinya. Kali pertama menjajakkan kaki di Pulau Balak kala bersama rekan rekan dari Jakarta – tak bermalam kala itu hanya datang pagi dan kembali ketika Sunset hadir. Kali kedua ketika saya tergabung dalam team Snorkelling dan Diving Team bersamaan dengan gelaran event Festival Krakatau 2014. Dan kali ini adalah kali ke tiga saya hadir menyambangi Pulau Balak yang sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Hanya saja Pulau Balak tak begitu familiar seperti  beberapa pulau yang berada tak jauh dari Pulau Balak – Pulau Pahawang, Kelagian atau Tanjung Putus.

Tiba di Pulau Balak malam itu kami langsung menuju sebuah Home Stay yang ukurannya tak beda jauh dengan barak sebuah peristirahatan yang luas. Terdiri dari sebuah koridor yang luas dengan kursi rotan sebagai sarana bersantai siapapun yang bermalam disana. Dua kamar tidur ukuran cukup luas kami peruntukan untuk beristirahat para Muli dan Mekhanai secara terpisah. Dibagian belakang, sarana dua buah kamar mandi dengan ruangan luas bagai ruang makan yang kosong dan dapat di alih fungsi sebagai tempat penjemur pakaian atau handuk basah sehabis mandi. Tak berjauh jarak, di sebelah home stay yang kami tempati ada sebuah bangunan terbuka dengan ukuran luas  yang juga dapat id jadikan tempat berkumpul atau sekedar rebahan. Di sebalahnya terdapat rumah berukuran sedang yang di huni oleh sepasang suami istri paruh baya dengan cucu mereka. Sepasang Suami Istri itulah penghuni setia Pulau Balak selain beberapa anjing yang sepertinya di pelihara khusus guna meramaikan suasana Pulau Balak yang sunyi.
Setelah menaruh barang barang bawaan dan berbagi kamar antara rombongan pria dan wanita, kami langsung melaksanakan shalat Maghrib berjamaah  di imami oleh Bang Rendra tepat di koridor home stay yang luas. Seperti itenary yang di kirim ke semua peserta yang ikut dalam perjalanan bermalam di Pualu Balak bahwa perjalanan dan bermalam kali ini jauh dari kesan mewah dan fasilitas wah. Seluruh peserta perkenan menerima ketersediaan fasilitas yang memang terbatas di Pulau Balak.

Api Unggun Ala Kadarnya

Ikan Bakar beralaskan Plastik Kresek

Kebersamaan Muli Mekhanai dan Pemenang Photo Contest

Lahapnya menyantap Ikan Kakap.


Selesai Shalat Maghrib berjamaah, masing masing menyiapkan diri, mandi dan bergegas melaksanakan makan malam. Nasi bungkus lauk ikan yang di bawa sejak sore tadi cukuplah mengisi kekosongan perut selama pelayaran yang ternyata membawa rasa lapar. Sejurus kemudian mas Edi selaku owner RQ Tour and EO yang mendukung program bermalam di Pulau Balak ini bersama rekan rekan Mekhanai mengangkut kayu kayu dan beberapa batok kelapa untuk kemudian di susun jadi perapian. Tak lama, semburat api unggun yang tercipta ala kadarnya sontak membuat seluruh personal yang masih berada di home stay segera mendekat. Satu persatu duduk tak jauh dari gundukan api unggun yang semakin lama semakin menjadi. Terjadilan suasana keakraban antara jajaran Muli Mekhanai dan Para Pememang IMKOBAL Photo Contest,  di pandu pemba wacara Mekhanai bablu dan Mekhanai Dani – sesi perkenalan personal pun terjadi tanpa ada yang terlewati. Semua saling mengenal hingga akhirnya terlibat dalam games yang dicipta berkelompok hingga suasana melebur tanpa ada pembatas dan gelak tawa tercipta dari kebersamaan yang terjadi. Api unggun yang semakin mengecil akhirnya kami manfaatkan untuk membakar Ikan Kakap dan Simba yang sore tadi kami beli di perkampungan nelayan tak jauh dari kawasan Tanjung Putus. Beberapa jagung dan ayam berbumbu yang sengaja di siapkan  dari rumah pun di bakar. Jadilah suasana barbeque sederhana di Pulau Balak yang sunyi. 
Suasana Membaur antara Muli Mekhanai dan Pemenang Photo Contest

Saat perkenalan setiap individu di depan Api Unggun

Sesi perkenalan dan kebersamaan

Sesi Games dan Hiburan dengan Musik dari Speaker Portable.


Suasana semakin meriah dengan bebunyian musik menghentak dari speaker portable yang di usung oleh RQ Tour and EO komplit memecah kesunyian Pulau Balak malam itu. Sekejab jadi arena disko suka suka. Suara gelak canda dan tarian tarian ala kadarnya membaur dengan malam yang semakin temaram. Meski makan ikan bakar hanya beralas Koran dan plastik kresek seadanya cukuplah menenangkan perut dan mencipta suasana keterbatasan yang jadi moment mahal.  Sebagai Muli Mekhanai tentulah moment tersebut langka terjadi. Terasing di Pulau dengan fasilitas terbatas, mau tak mau membuat setiap personal membaur dalam kebersaman yang ada. Terlebih ketersediaan aliran listrik yang terbatas, lebih meminimalisir personal yang autis gadget.  Malam semakin larut, satu persatu memisahkan diri keperaduan. Beralas kasur standard dan kain pembungkus biasa. Beberapa masuk keruangan, ada yang tertidur di luar, bermain kartu menghabiskan malam dengan beragam hukuman, hingga beberapa mekhanai yang asik begadang di dermaga depan Pulau Balak hingga akhirnya memutuskan berendam di air laut kala pukul 3 dini hari sebagai balasan susahnya mata terpejam. Bisa jadi, moment bermalam yang meski hanya semalam tapi membuat setiap personal dapat menghargai keindahan hidup dalam keterbatasan. Sebagai sosok sosok Muli Mekhanai tentu ini adalah suasana baru. Suasana yang jauh dari gemerlap dan ketersediaan fasilitas memadai layaknya di rumah mereka masing masing. Tapi kondisi ini mengajarkan kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang harus terus menerus di syukuri. 



0 comments :

Posting Komentar

Scroll To Top