Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Senin, 22 Februari 2016

MERUNUT CERITA CEK DIKA.






Hanya jika seseorang lelah seusai dikejar hewan buas sajalah yang mungkin bisa menghabiskan segelas es teh tarik dalam hitungan kurang dari 60 detik. Begitulah ketika sosok berusia matang, bercelana longgar yang saban hari  berupaya keras mencari inspirasi untuk lagu lagu di album terbarunya.
Mohon pemahaman kawan, yang disebut  album lagu bukanlah seperti yang ada dalam fikiran kebanyakan orang.  Bagai album lagu di gerai toko kaset atau CD pada umumnya.  Album lagu yang ia produksi adalah album lagu untuk kepuasan pribadi sendiri. Ialah pria  penutur cerita yang kerap disapa Cek Dika.

Selain penggila lagu lagu Melayu temo dulu, Cek Dika seorang pemain bola. Setidaknya begitu ia memperkenalkan diri pada setiap orang yang baru ia kenal. Entah sudah berapa kali ia bermain bola. Tak ada pertandingan bola pada tingkat RT/RW atau Kecamatan sekalipun yang menyertakan dirinya. Bisa jadi ia bermain bola dalam imajinasinya yang tinggi. Sama tingginya ketika ia berkisah dalam proses pembuatan album terbaru. – bisa jadi, yang ia maksud adalah album foto. Cek Dika seorang perantau dari Palembang. Bermetamorphosa sebagai remaja di Bandar Lampung kala pertengahan tahun 1980-an.


Pukul 3 sore kala itu.
Biasanya, Cek Dika datang bersama kawan-kawannya ; Haidir Usman, Saiful Fattah, Irham Lakar. Tiga sejoli yang juga perantau dari sungai ogan.  Mereka kerap menghabiskan waktu di Kedai Aceh kala malam hingga larut menjelang.  Melepas penat sepulang kerja di pabrik – ujar mereka.
Tidak kali ini. 
Cek Dika datang sendiri.  Menunggu kehadiran rekan rekan lainnya yang usai shift malam – katanya.

Dalam hal gaya busana, tampilan Cek Dika dan ketiga sohib senasib serantauannya itu tidaklah berseberangan. Bercelana longgar – cenderung baggy, kemeja ketat bak seragam sepak bola sebelum masuk tahun 90-an lengkap dengan rambut klimis beraroma menyengat. Pakai pomade – kata Cek Dika bila ditanya. Untuk zaman 2015-an penampilan Cek Dika dan tiga serangkai rekannya itu sungguh retro. Nyentrik dipandang mata. Hanya orang orang bernyali kuat dan kokoh pendiriannyalah yang bersedia menampilkan dandanan tersebut.
Pernah Cek Dika berujar – pada sebuah kesempatan, bahwa ia sangat menggandrungi gaya tampil group band Naif. David Naif lah inspirasinya. Meski kini David Naïf tak lagi kerap wara wiri di televisi  karena tergusur oleh band band remaja berwajah dan bergaya ke-kini-an meski kualitas bermusik pas-pas-an.

Kala senggang, Cek Dika yang merupakan pekerja pada pabrik pengepakan produk makanan instan  ini kerap menghabiskan waktunya di Kedai Aceh. Suguhan Kopi dengan harga terjangkau  dan tak ada larangan untuk duduk senda gurau berlama lama adalah alasan kuat Cek Dika dan rekan-rekannya menyukai Kedai Aceh. Tidaklah Cek Dika meributkan fasilitas akses internet gratis yang tidak disediakan Kedai Aceh. Selain Cek Dika tidak ber-gadget canggih khas pergaulan masa kini, ia tak terlalu paham akan dunia internet. Cek Dika lebih senang berlama lama dalam sebuah obrolan ketimbang berselancar di dunia maya seperti gaya anak  muda sekarang.


Sore itu, seperti biasa. Cek Dika memesan Es Teh tarik favorite-nya sekaligus Kopi Aceh yang khas. Tak komplit katanya jika ke Kedai Aceh tidak minum kopi Aceh.
Jauh sebelum hadirnya Kedai Aceh. Cek Dika dan rekan rekannya yang juga pendatang di Bumi Lampung itu menghabiskan banyak waktu di beberapa tempat kekinian pada eranya. Dulu, program Monday Diggers Night jadi salah satu cara Cek Dika dan rekan rekan menghabiskan senin malam  dengan menikmati suguhan musik di kafe Diggers. Suasana ramai dengan hamparan garis pesisir Teluk Lampung yang tersaji indah sungguh sebuah magnet tersendiri bagi Cek Dika dan rekan rekannya kala itu.
Itu dulu.  Bahkan beberapa tahun sebelumnya, Kafe Yayang atau Kafe King yang kini lokasinya jadi pusat perbelanjaan Simpur Center  adalah tempat dimana Cek Dika dan the Genk menghabiskan waktu dengan gaya khas remaja kala itu.  Pernah suatu masa Cek Dika bertutur tentang pengalamannya diajak masuk diskotek pertama kali oleh kenalan baru si Saiful Fattah. Diskotek Casablanca nama pusat ajojing Cek Dika dan sohib sohibnya. Letaknya bersebelahan dengan hotel Kartika kala itu, selain Diskotek Meteor dan Diskotek Oya yang turut gegap gempita menghadirkan sajian musik dangdut disko remik sebelum akhirnya gulung tikar juga.

Lalu Cek Dika berkisah bagaimana ia menjajal keberuntungan dalam kompetisi menyanyi seperti Bahana Suara Pelajar, Remaja Ceria, Gita Bahana Nusantara, hingga kompetisi Bintang Radio dan Televisi di tahun 80-an hingga 90-an  meski tak pernah membuahkan gelar juara bahkan akhirnya Cek Dika mengabdikan diri pada lagu lagu Dangdut dan Melayu. Namun dari ajang Bintang Radio dan Televisi tersebutlah yang menurut Cek Dika menorehkan banyak nama yang kini masih berjaya sebagai penyanyi karena ajang perlombaan tersebut benar benar mengandalkan kualitas suara dalam bernyanyi, bukan karena faktor kiriman SMS dukungan sebanyak mungkin atau karena kisah hidup yang di dramatisir sehingga mendatangkan simpati penonton TV.  Cek Dika juga pernah berkisah tentang keterlibatan ia dalam organisasi pemuda seperti Remaja Islam Masjid, Karang Taruna bahkan Remaja Bina Desa yang dahulu belum disusupi kepentingan kepentingan politik seperti yang terjadi saat ini.  
Cek Dika pernah bercakap dengan kawannya, tentang pergerakan kreativitas remaja yang kini semakin canggih dengan basis teknologi dan sebagian murni merupakan sebuah gerakan  kelompok untuk kepentingan khalayak bersama  meski sebagain lainnya merupakan titipan ‘pesan sponsor’ dari penguasa yang sedang berjaya.

Begitulah Cek Dika, termasuk rekan rekannya yang mampu menuturkan secara runut seputar pengalaman dan perjalanan kehidupan dalam setiap perjumpaan.  Meski harus diakui, dari gaya busana dan bahasa tubuh Cek Dika dan tiga serangkai setianya itu  menunjukkan bahwa mereka gagal move on dari masa kejayaan remaja era 80-an hingga 90-an.

4 komentar :

  1. Sarat pengalaman, asam garam dunia musik sudah dirasakannya.
    Kalau ada videonya oom, bolehlah mau lihat Cek Dika bernyanyi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahha sebenernya Cek Dika itu cuma gede omong ajaaa..... mana ada Album lagu dia itu, paling cuma rekaman pas dia NgeJob di panggung panggung orkes keliling kampung aja bareng Moneta Group. Dasar Biduan.!!!

      Hapus
  2. Soal gaya busana itu, sudah jadi kesukaan sepertinya, ya mas. Mungkin juga soal selera. Kesukaan dan selera yang tak tergerus zaman dan gaya kekinian.

    Btw, aku suka baca gaya bertutur mas Indra dalam tulisan ini. Rasanya menemukan cita rasa yang berbeda dari tulisan-tulisan yang pernah aku baca sebelumnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahhahahahahahha thanks sudah baca mbaaaa..... soale selera busana emang dia sungguh Nyentrik mba..lebih nyentrik dari gadis thailand yang telah kita kenal bersama hahahahah

      Hapus

Scroll To Top