Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Rabu, 12 September 2018

TANDANG KE DASAN GELUMPANG, BERTEMU BUDAYA DITENGAH BENCANA

Budaya Dasan Gelumpang ; Memasak bersama-sama.


…” hari ini kita ke Tanjung, Bayan trus lanjut ke Sembalun” jelas mas Anton pada kami pagi itu sebelum meninggalkan Rumah Singgah Lombok tempat kami bermalam selama di Mataram.
oh ia, sekalian kita mampir ke SD Akar Akar ya...” imbuh mas Anton yang sontak buat saya senang.  Sejak hari pertama, telah saya kisahkan pada mas Anton soal kawasan Akar Akar yang juga terkena dampak dari gempa Lombok.  Berharap tim kami berkenan singgah melihat kondisi dan berbagi di SD Akar Akar. Dan mas Anton mewujudkannya.
 
bangunan SD Negeri 5 Akar Akar yang cukup terkena dampak Gempa
 

SD 5 Akar Akar merupakan sekolah dasar yang pernah saya datangi saat gelaran Kelas Inspirasi Lombok pada awal 2018 silam. Saat bencana gempa melanda Lombok, tak banyak berita yang mengulas kawasan SD Akar Akar.  Padahal SD Akar Akar terletak di dusun Dasan Gelumpang, Bayan, Lombok Utara.  Dan Lombok Utara salah satu kawasan dengan dampak gempa yang terbilang parah.

Kendaraan Elf yang dikemudikan mas Musleh dari tim TNI –  Batalyon Infanteri 742/Satya Wira Yudha, melaju ke SD Akar Akar setelah singgah beberapa spot pengungsian di kawasan Tanjung.  Karena saya pernah ke kawasan SD Akar Akar, jadilah saya bertindak sebagai penunjuk arah. Untungnya tak banyak yang berubah dari rute tempuh hingga kondisi lingkungan sekitar. Tak sulit menemukan lokasi dari SD Akar Akar meski  terbilang berliku.
 
suasana kebersamaan di pekarangan SDN 5 Akar Akar

KONDISI SD NEGERI 5 AKAR AKAR PASCA GEMPA

Beberapa pemuda mengenakan sarung dan ikat kepala nampak ramai di bagian depan dari jalan utama yang menghubungkan dengan gedung SD Akar Akar.  “seperti ada gelaran adat?” gumam saya kala itu.   SD Akar Akar memang terletak persis di depan kampung adat Dasan Gelumpang. Saat dulu gelaran Kelas Inspirasi berlangsung, saya menyempatkan untuk tandang dan berbincang dengan beberapa warga di dalam kampung adat tersebut.

Kendaraan yang kami tumpangi tak dapat masuk ke pekarangan sekolah karena akses jalan sempit dan menanjak.  Kami pun melangkah menuju gedung sekolah. Beruntung anak anak sekitar berdatangan mendekati kami.  Bermain di halaman sekolah pun berlangsung. Secara keseluruhan, kondisi bangunan sekolah SD Akar Akar tidaklah hancur total.  Tapi terlihat retak disemua dinding bangunan. Sebagian besar atap  tampak rusak. Menurut anak-anak yang saya tanyai, sekolah sedang di liburkan untuk kurun waktu yang belum ditentukan.  

Selain bangunan sekolah, beberapa hunian warga berdinding bata yang dekat dengan sekolah juga rusak. Termasuk bangunan masjid yang dahulu jadi tempat saya mandi kala gelaran Kelas Inspirasi, rusak total. Rata dengan tanah.  

 
Bangunan masjid yang rusak total did epan SD Negeri 5 Akar Akar

TANDANG SAUDARA DAN LUHURNYA BUDAYA

Usai bercengkrama dengan adik adik SD Akar Akar, Kami menyempatkan tandang ke bagian dalam dari desa adat Dasan Gelumpang.  Adalah  Megawadi, tokoh pemuda di desa adat Dasan Gelumpang yang  mengajak kami siang itu. “mari, kita ngopi dulu..” ajak Megawandi.  Bagai dapat suntikan semangat diajak ngopi bareng dalam gelaran adat. Kemon genks!!.

Lebar tikar terbentang. Duduklah sosok tetua adat. Salah satunya berpakaian putih dan kain putih sebagai penutup kepalanya.  Kami mengenalnya dengan nama Amak Nasa. Ia adalah penghulu dalam desa adat Dasan Gelumpang.  Sorot matanya tegas dengan raut wajah yang bersahabat. Meski terlihat serius, sesekali Amah Nasa melempar senyum kearah kami yang tandang kala itu.

saya bersama para tokoh adat Dasan Gelumpang

Amak Nasa - Penghulu dalam desa Adat Dasan Gelumpang
 
Gelaran pesta pernikahan sedang berlangsung. Bekawin mereka menyebutnya. Sayang kami tidak menemui kedua mempelai karena sedang dilakukan persiapan.  Dalam keramaian acara adat, terlihat barisan ibu-ibu berkutat dengan bumbu dan olahan pangan. Ada pula kumpulan sebagian bapak-bapak yang sedang mengolah nangka muda untuk dijadikan gulai. Sebagian lainnya mengolah daging sapi yang baru saja mereka sembelih sebagai hidangan makan bersama nantinya. Melihat aktivitas bernilai budaya, saya bergegas mengabadikan beragam aktivitas yang tersaji di beragam sudut desa adat Dasan Gelumpang. Uniknya, dalam pandangan mata, hunian warga adat Dasan Gelumpang yang mayoritas terbuat dari kayu dan bambu  justru tidak terkena dampak dari guncangan gempa. 

 
Bapak Bapak yang menyiapkan Nangka Muda untuk nantinya di gulai

Bapak bapak yang baru saja selesai menyembelih sapi

gotong royong membersihkan daging sapi yang baru disembelih

Ibu Ibu baru saja menyiapkan nasi yang telah tanak


 
Saya kembali menemui teman-teman yang telah duduk bersila di atas tikar bersama para tetua adat. Sesekali saya melihat sekelilling. Barisan ibu-ibu yang duduk rapih diatas hunian kayu. Remaja putera dan puteri yang juga terlihat mengambil peran mereka sebagai bagian dari acara.  Meriah terlihat. Mata saya tak henti memperhatikan sekeliling.  Begitu agungnya nilai budaya meski berbalut sederhana.

Tak lama berselang, sajian kopi dan teh hangat disertai kudapan berupa kerupuk dan rengginang tersaji. Teristimewa sajian itu. Terlebih dihidangkan oleh para tokoh muda desa adat Dasan Gelumpang. Merasa jadi tamu dari acara budaya.  Tak pernah terfikir akan bertemu nilai budaya di Dasan Gelumpang. Obrolan pun mengalir diantara seruput kopi nan khas dan gurihnya camilan. Beberapa rekan ikutserta melinting tembakau seperti yang dilakukan para tokoh adat. Saya pribadi tak banyak melakukan obrolan dengan tetua adat. Hanya menatap emreka dan mencuri moment untuk dapat mengabadikan ekspresi wajah mereka melalui mata lensa. Sesekali saya menikmati kerupuk dan rengginang gurih dengan ramuan kopi yang benar-benar nikmati siang itu.   Sungguh pandai mereka menjamu tamu. Meski sedang dalam suasana terkena gempa, mereka tetap melayani kami selayaknya tamu istimewa. 

 
Teh dan kopi tersaji pada kami

duduk bersama menikmati suguhan istimewa

Kak Kent menikmati Kopi dan Rengginang khas desa adat Dasan Gelumpang


“Kopinya enak …” celetuk salah satu rekan.
Saya pun mengamini rasa kopi yang sungguh nikmat siang itu.
“di tempat kami, bila ada orang yang mau beli tidak kami kasih. Tapi bila ada yang minta akan kami kasih” ucap salah satu tokoh adat pada kami.  “Semisal, ada yang meminta ubi di ladang kami, akan kami kasih. Tapi bila ada yang mau beli, tidak kami kasih”  lanjut sang tokoh adat pada kami.  Saya pribadi terdiam menyimak uraian sang tokoh adat. Betapa luhur jiwa menolong mereka. Sesuatu yang langka dalam kehidupan saat ini.
Sejurus kemudian datanglah sosok muda membawa dua kantung kopi yang diberikan untuk kami.  Meski merasa senang, saya jadi terdiam. Sungguh baik warga desa adat Dasan Gelumpang. Kami yang datang dengan ala kadarnya justru mendapat buah tangan yang penuh makna.  Bagai menerima bonus tak terduga dari sebuah perjalanan bersama.
 
photo bareng dengan Amak Nasa

photo seluruh rombongan dan tetua adat Dasan Gelumpang

Wefie bareng dengan Megawadi dan desa adat Dasan Gelumpang


Kami mengucap pamit pada Amak Nasa  dan tokoh adat lainnya usai berbincang banyak hal dan menghabiskan sajian kopi dan kudapan.  Sungkan pula bila berlama-lama ditengah kesigapan mereka mempersiapkan hajat adat.  Meski begitu, saya mencatat kebaikan warga adat Dasan Gelumpang sebagai contoh nyata dari luhurnya nilai kehidupan. Sebuah ketulusan diri yang sulit didapat saat ini.  Betapa meraka pandai mereka memperlakukan pendatang.  Berharap nilai luhur adat istiadat dan pola hidup dalam desa adat Dasan Gelumpang dapat terus dipertahankan. Karena bagi saya, budaya adalah identitas bangsa. Jangan pernah hilangkan nilai budaya dalam kehidupan.

0 comments :

Posting Komentar

Scroll To Top