Rumah Bersejarah Karang Jawa |
Bermula dari undangan Ibu Kabid Dinas Pariwisata Hulu
Sungai Selatan via telepon yang meminta saya untuk hadir dalam gelaran ceremonial hari jadi kabupaten Hulu
Sungai Selatan pada Selasa lalu.
Sejak pagi udara begitu dingin. Hujan sejak malam
berimbas hingga pagi. Bahkan saat menengok di balik jendela pagi itu, awan
masih mendung. Rintik hujan
perlahan turun. Ada keengganan untuk datang. Dan beberapa kali badan
masih bermanja diatas tempat tidur. Tak ada tugas pekerjaan yang bisa saya
lakukan jika kelak hujan deras. Tapi si Ibu Kabid menelepon lagi untuk hadir
bahkan mengingatkan untuk memakai Batik Sasirangan – Baik khas Banjarmasin di
acara tersebut. Nah.! Untuk urusan batik saya cukup gelabakan. Dulu waktu
menghadiri acara di Kandangan batik sasirangan yang saya pakai juga hasil
pinjam. Beruntung rekan saya – Opik, warga asli Binuang yang ukuran badannya
tak beda jauh dengan saya membawakan sepotong kemeja Sasirangan warna hijau. Meski
sedikit pendek pada bagian bawah kemeja, lumayanlah yang penting pakai dan saya
tetap terlihat Kece.! – Penting.!
Beruntung pula dapat pinjaman mobil dan dapat restu
untuk menghadiri acara itu. Al hasil karena tak enak dengan 3 kali telepon Ibu
Kabid saya berangkat sendiri dengan kemeja sasirangan sedikit sempit hasil
pinjam dan mobil New CRV juga hasil pinjam.
Setelah menempuh jarak 1 jam perjalanan dengan lancar
dari kecamatan Binuang – kabupaten Tapin, saya tiba di Kandangan – kabupaten Hulu
Sungai Selatan. Tak sulit menemukan lokasi acara, selain kerumunan warga yang
jadi ciri khas sebuah perhelatan akbar daerah, jajaran spanduk juga cukup
membantu menemukan lokasi event. Acara peringatan 64 tahun kabupaten Hulu
Sungai Selatan di adakan di lapangan Lumbung Mangkurat tepat persis di seberang
kantor Bupati Hulu Sungai Selatan. Ketika saya datang acara baru saja di mulai
dengan tari kolosal yang cukup menarik mata saya. Segera saya menempati tempat
duduk baris ke tiga dari depan dekat dengan rombongan ibu ibu. Sepanjang acara
saya antusias menyimak tahap demi tahap acara yang di kemas dengan rapih khas
ke-protokoler-an. Tapi lama kelamaan saya merasa ada beberapa orang yang
berbisik dan melihat ke ara saya. Sudut mata saya memperhatikan beberapa orang
ibu ibu yang berbisik. Merasa ada yang janggal saya menoleh penuh kearah ibu
ibu sambil melemparkan senyuman. Ibu ibu pun membalas senyuman sambil
mengangguk seolah salam perkenalan buat saya. Saya merasa tersanjung, meski
kemudian saya menyadari bahwa saya salah posisi duduk. Setelah saya amati,
baris duduk posisi pria dan wanita di acara itu di pisah. Dan saya masuk ke
bagian para ibu ibu. Hahahahah. Kandangan memang Agamis. Akibat tak ada yang
mengarahkan dan saya melihat bangku kosong langsung saja di duduki. Okelah. Saya salah, tapi tak mungkin juga saya harus
pindah tempat duduk karena posisi saya ada di baris ke tiga dari depan
sementara jika mundur lagi saya akan lebih jadi bahan perhatian dan tertawaan ibu ibu lainnya. Lagi pula saya
tidak macam macam dan sentuh sentuh ibu ibu sekitar saya duduk kok..hehe.
Tahap demi tahap acara berjalan dengan lancar meski
diawal sempat berhiaskan rintik hujan. Tapi kemudian hujan reda bersamaan
dengan selesainya acara ceremonial. Saya bergegas keluar dari barisan bangku
ibu ibu. Ada rasa malu ketika ibu ibu
sekitar saya tertawa melihat saya. Saya hanya bisa meminta maaf pada
mereka. Sejak awal kedatangan hingga
usai acara saya sempat beberapa kali telepon Ibu Kabid yang mengundang saya
hadir melalui telepon. Tak ada jawaban dari sambungan telepon. Saya pun sempat
3 kali mengirim SMS mengabarkan bahwa saya telah hadir dan duduk di kelompok
ibu ibu. Pun Ibu Kabid tak membalas SMS. Selesai seluruh rangkaian acara pun
saya masih sempat telepon ibu Kabid dan SMS, pun tak ada tanggapan. Sejenak saya
beli jajanan pasar di sudut lapangan dan melihat lihat pameran yang di kemas
dalam event Kandangan Expo. Saat sedang sendirian itulah tiba tiba saya
terfikir untuk mendatangi beberapa bangunan unik yang merupakan peninggalan
sejarah. Saya ingat ketika kunjungan pertama saya ke Kandangan dan Loksado
bersama Faden,Wahyu,Dian dan Alvi dalam acara Lomba Model Sasirangan di
Kandangan beberapa bulan silam saya sempat melihat ada banyak bangunan khas
masyarakat banjar, bahkan ada bangunan yang bersejarah yang letaknya di pinggir
jalan ke arah menuju Loksado. Karena telepon dan SMS tak di respon oleh Ibu
Kabid saya memutuskan mengitari keunikan Kandangan sendiri. Ya, Sendiri.! Tak masalah
bagi saya, toh saya pernah sendiri ke tempat tempat terpencil lainnya di
belahan nusantara. Kandangan adalah bagian ramai menurut saya.
Salah Satu Sudut Rumah Bersejarah Karang Jawa |
Plang di bagian halaman Rumah Bersejarah Karang Jawa |
KARANG JAWA
Bangunan pertama yang saya datangi siang itu adalah
Rumah Perjuangan ALRI DIVISI IV HANKAL – Milik H.KASPUL ANWAR – masyarakat sekitar
menyebutnya Rumah Sejarah Karang Jawa, karena terletak di Desa Karang Jawa
Kecamatan Padang Batung – Hulu Sungai Selatan, tak jauh dari lokasi acara –
Lapangan Lumbung Mangkurat. Rumah dibawah naungan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata kabupaten Hulu Sungai Selatan ini merupakan situs cagar budaya dan
di lindungi oleh undang undang Nomor 1 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pada
prasasti di halaman muka rumah jelas tertulis. Bahwa di lokasi Rumah telah
terjadi sebuah perisitiwa bersejarah ; pada tanggal 2 September 1949 sehabis
pertemuan dengan Moenggoe Raja diadakan ramah tamah antara delegasi pemerintah Republik
Indonesia dengan Jendral Mayor Soehardjo Hardjowardojo, Kapten Zainal Abidin
(Angkatan Darat) dan kapten Boediardjo (Angkatan Udara) dan Delegasi Pemerintah
Belanda, Resident A.G. Oeelman dan Overste Neals (unc) denngan tokoh tokoh Alri
Divisi IV Pertahanan Kalimantan dibawah pimpinan Letnan Kolonel Hassan Basri. Membaca
tulisan di batu prasasti itu saya jadi ingat ulasan sejarah singkat tentang
cikal bakal pembentukan Kabupaten hulu Sungai Selatan pada rangkaian acara
ceremonial di lapangan Lumbung Mangkurat tadi. Sungguh sebuah saksi sejarah yag
sangat bernilai. Saya kemudian tak putus-putus
mengagumi bagian demi bagian rumah yang tipikal tempoe doeloe itu. Sesekali saya menengok bagian dalam dari
jendela rumah yang terbuka lebar. Tak ada isi atau perabot rumah. Tetapi lantai dan dinding dalam mkondisi bersih. Ada beberapa
helai karpet tergulung di sudut ruangan. Tak ada satupun penjaga yang bias saya
tanyai atau saya ajak berbincang tentang rumah yang plang bagian depan
bertuliskan Kampus Perjuangan. Terbayang oleh saya betapa heroic nya suasana
kala itu. Betapa ramainya para pejuang pejuang berkumpul untuk mendirikan
sebuah Kabupaten dalam sebuah provinsi dari campur tangan penjajah. Sungguh saying
jika kini bangunan seindah ini malah hanya jadi bangunan sunyi tanpa penghuni
apalagi tanpa kegiatan yang bernilai sejarah terjadi di sekitarnya. Cukuplah
saya photo photo dan mengagumi sekeliling rumah yang sunyi itu. Selanjutnya saya
berniat mendatangi sebuah rumah adat yang sebenrnya sejak kedatangan pertama
dulu ingin sekali photo disana.
kondisi Rumah Adat yang di beri Spanduk cukup mengganggu estetika mata dan photography |
BUBUNGAN
TINGGI
Bangunan bernilai sejarah selanjutnya dalah Rumah
Adat Suku Banjar nan khas bernama Rumah Banjar Bubungan Tinggi. Di sini, saya melihat ornament khas Banjarmasin
tempo dulu dengan menggunakan Kayu sebagai keseluruhan bangunan. Pada masa kerajaan Kanjar, rumah Bubungan
Tinggi diperuntukkan bagi para raja dan pangeran kerajaan banjar. Bentuk atap
dan keselluruhan bangunan yang sangat khas. Sayangnya, rumah adat ini malah di jadikan basecamp untuk para satpol PP, sesuatu
yang tak sesuai. Mengapa tidak jadi bagian dari daya tarik kunjungan wisata
dengan menghadirkan para narasumber, budayawan atau duta wisata daerah yang
berkantor disini. Yang membuat saya
jengkel selanjutnya adalah adanya peletakan spanduk ucapan ulang tahun
kabupaten Hulu Sungai Selatan tepat di depan rumah adat. Sangat mengganggu
pemandangan!. Nilai luhur dari rumah adat tiba tiba berkurang dengan spanduk
yang mengganggu estetika itu. Begitu banyak space di bagian halaman atau pagar
pinggir jalan yang dapat di jadikan tempat peletakan spanduk, mengapa harus
persis di depan bangunan?. Entahlah. Bisa jadi pemasang spanduk hanya pasang
tanpa instruksi yang jelas dari atasan. Atau atasan pun tak menganggap bahwa
spanduk yang di pasang persis di depan bangunan itu mengganggu?. Saya hanya bisa berguman kesal.
Puas mengabadikan bangunan dari beragam sudut bagunan
Rumah Bumbung dengan kamera HP yang nyaris lowbat, saya kembali membawa CRV
pinjaman kembali ke Binuang. Tak ada satupun orang yang bisa saya mintai
bercerita tentang bangunan bangunan unik tersebut. Bahkan Ibu Kabid yang
meminta kehadiran saya dengan menelpon saya 3 kali di pagi hari pun menghilang
tak berkabar bagai pemilik acara yang mengundang tamu lalu tamu nya di biarkan
saja. Mungkin si Ibu Kabid sedang sibuk mengurusi ragam rangkaian acara. Okelah.
Tak masalah. Toh saya menikmati
kesendirian dengan melihat lihat sekitar kota, mencicipi banyak kue kue khas di
sepanjang pasar, makan ketupat Kandangan sendiri. Dan yang paling penting
beberapa hari lagi saya akan mendatangi Kandangan dan Loksado bersama Travel mates saya, dan tentu akan
bertemu dengan Ibu Kabid itu lagi.
Nanti sekali-kali jalan jalan ke Benteng madang di padang batung atau mesjid su'ada di Wasah hilir pak hehe .
BalasHapusSaya dukung pelestarian khazanah cerita rakyat, hikayat, legenda, situs sejarah dan situs prasejarah kandangan, hulu sungai selatan, kalimantan selatan seperti Situs pemukiman hunian kuno manusia prasejarah di situs jambu hilir padang rasau dan situs jambu hulu sungai tatau, Sang maharaja sukarama dan raja-raja dari kerajaan negara daha, perebutan tahta pangeran samudera dengan pangeran tumenggung, legenda raja gubang dan raja bagalung kerajaan bakaling, datu panglima amandit, datung suhit dan datuk makandang, datu singa mas, datu kurba di sungai paring dalam, datu ramanggala di ida manggala, datu rampai dan datu parang di baru sungai raya, datu ulin dan asal mula kampung ulin, datu sangka di papagaran, datu saharaf parincahan, datu putih dan datu karamuji di banyu barau, legenda batu laki dan batu bini di padang batung, legenda gunung batu bangkai loksado, datu ning suriang pati di gambah dalam, legenda datu ayuh sindayuhan dan datu intingan bambang basiwara di loksado, kisah datu ning bulang di hantarukung, datu durabu di kalumpang, datu baritu taun dan datu patinggi di telaga langsat, legenda batu manggu masak mandin tangkaramin di malinau, kisah telaga bidadari datu awang sukma di hamalau, kisah gunung kasiangan di simpur, kisah datu kandangan dan datu kartamina, datu hamawang dan datu balimbur serta sejarah mesjid quba, tumenggung antaludin, tumenggung mat lima dan tumenggung mat jingga mempertahankan benteng gunung madang, datu ali kangsa dan datu ali syahid di durian rabung, panglima bukhari dan perang amuk hantarukung di simpur, datu naga ningkurungan luk sinaga di luk loa, datu singa karsa dan datu ali ahmad di pandai, datu buasan dan datu singa jaya di hampa raya, datu haji muhammad rais, datu ali akbar dan datu jaya pati di bamban, datu gulama di sungai paring, datu janggar dan datu janggaran di malutu, datu bagut di hariang, sejarah mesjid ba angkat di wasah, dakwah penyebaran agama islam tumenggung kartawedana, datu haji sahid dan datu haji said, datu taniran di angkinang, datu balimau di kalumpang, datu daha, datu kubah dingin, makam habib husin di tengah pasar kandangan, kubur habib ibrahim nagara dan kubah habib abu bakar lumpangi, kubur enam orang pahlawan di ta’al, makam keramat bagandi, kuburan tumpang talu di parincahan, pertempuran garis demarkasi dan kubur Brigjen H.M. Yusi di karang jawa, pahlawan wanita aluh idut di tinggiran, panglima dambung di padang batung, gerombolan letnan dua Ibnu hajar, sampai cerita tentang perang kemerdekaan Divisi IV ALRI oleh pejuang-pejuang kandangan yang banyak tersebar di banua amandit yang dipimpin Brigjend H. Hasan Basery di telaga langsat, karang jawa, jambu, bagambir, mandapai, padang batung, ni’ih, simpang lima, tabihi, munggu raya dan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan kalimantan.
BalasHapusSemuanya adalah salah satu aset budaya dan sejarah bagi Kalimantan Selatan.
masa kecil ku tinggal di rumah di Karang Jawa itu
BalasHapuspavilion sebelah kanan rumah itu y kami jadikan usaha pabrik es lilin awal 70-an, depan seberang jalan itu ada kebun kelapa, dimana ada Tanah datar dimana abahku dulu rajin main badminton sisana :) masa2 kecil yg indah