Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Sabtu, 12 September 2015

KOMEDI PUTAR DAN NOSTALGIA KEHIDUPAN.




... "Kok Ayah nyebutnya Kumidi Putar?" tanya Bujang pertama.
..."bukannya Komedi Putar, ya Bang?" ujar Bujang kedua seolah sepaham dengan  Abangnya.
... "Ayah terbiasa aja nyebutnya gitu." jelas singkat saya disela antri tiket Kumidi Putar di area permainan Anak Anak dalam gelaran Lampung Fair 2015.

Saya tak pernah sungkan melakukan sesuatu yang saya sukai. Meski terkadang hal yang saya lakukan itu dianggap sebagian pihak tidaklah pantas dilakukan. Termasuk dengan Kumidi Putar - begitu saya menyebutnya.  Setiap ada gelaran Lampung Fair atau pameran sejenis saya tidak pernah melewatkan kesempatan untuk mencoba wahana Kumidi Putar.


Jauh sebelum saya mengenal arena permainan canggih bak Dunia Fantasi (Dufan) Jakarta atau bahkan pernah mengecap serunya Universal Studio Singapura dan Everland Taipei yang menyajikan ragam wahana permainan modern menarik, saya telah dibuat terkagum kagum pada aneka atraksi permainan di Pasar Malam, salah satunya Kumidi Putar.

Dulu, menjalani dunia kanak kanak di sebuah desa bernama Tulung Buyut - perkampungan asri berjarak 2 jam dari Kotabumi - ibukota kabupaten Lampung Utara - Provinsi Lampung, saya begitu antusias setiap tahu ada gelaran pasar malam.

Biasanya, pasar malam di kampung halaman selalu tersaji di hamparan Lapangan Sepak Bola dengan suasana ramai pengunjung hingga pedagang sampai pada bahu jalan. Bagai mantera  sulap, hamparan lapang di kampung dengan cepat berubah bak pasar dengan dekorasi meriah dan mengundang penasaran tak hanya seisi kampung tapi kampung kampung tetangga. Selain itu, Atraksi wahana sirkus ala kadarnya plus layar tancep selalu jadi suguhan yang layak disimak selain panggung hiburan di malam pembukaan dan penutupan pasar malam dengan lagu lagu dangdut hits dari artis kabupaten bersuara cempreng!.
... "halah malam ige balek..." - (jangan pulang terlalu malam) - begitu Umeh (Nenek) saya mengingatkan kala itu. Sebagai Anak Anak Sekolah Dasar tentu arena Pasar Malam adalah magnet yang tidak dapat di hindarkan untuk di datangi. Bermain mengelilingi seluruh bagian pasar malam hanya sekedar ingin tahu ragam sajian pasar malam meski tidak ada yang bisa di beli karena keterbatasan uang saku sebagai Anak kampung. Meski begitu, uang di saku pemberian orang tua tentu saya gunakan untuk menikmati sensasi berputar-putar di Kumidi Putar.

Sejak kecil hingga kini, saya selalu kagum dengan wahana permainan yang berputar penuh tersebut karena memberikan sensasi menguji adrenaline yang tak biasa. Bagi saya, menaiki Kumidi Putar bagai mengalami gejolak sensasional yang relevan dalam kehidupan. Bukankah hidup yang sesungguhnya bagai gerakan Kumidi Putar ? Ada saat berada di puncak, ada kala harus berupaya bergerak perlahan dari bawah untuk mencapai puncak.  Tak pernah ada stabil selamanya. Begitu pula dengan kecepatan putarnya. Pada mula bergerak perlahan sampai semakin lama semakin kencang dan memelan kembali ketika durasi permainan berakhir. Layaknya kehidupan.  Pergerakan dimulai kala pertumbuhan diri dalam tahapan hidup hingga capaian demi capaian pada posisi tertinggi dan kejayaan tiap umat hingga kemudian bergerak perlahan mendekati ajal dan berhenti meninggalkan kesan.


"Seru yaa, Yah!" ujar Bujang kedua senang saat permainan Kumidi Putar berakhir.
"Serem!, besi Komedi Putarnya karatan!." sahut Bujang sulung.
"Alhamdulilah kita selamat ya,Nak..." ucap saya seolah menenangkan. Meski secara personal saya juga prihatin dengan kondisi besi besi penyangga Kumidi Putar yang baru saja saya dan Anak Istri naiki dalam arena Lampung Fair 2015 tersebut. Berkarat dan ringkih di hampir semua bagian. Semoga tidak ada kejadian yang tidak di inginkan selama berlangsungnya gelaran yang katanya Pameran terbesar dan terlama di Provinsi Lampung dengan Slogan "The Innovation of Lampung tersebut.  InsyaAllah. 

5 komentar :

  1. hahaha, inget jaman kecil paling suka kalau ada pasar malam. Nggak suka sih naik komidi putar dan segala bentuk permainan jenis ini, tapi entah kenapa, nostalgia masa kecil menikmati yang seperti ini tak pernah lekang. Btw, aku paling suka nonton akrobatik motor Tong Setan... seruuuuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalaukapan-kapan main baren di tempat seperti ini jadi seru juga ya ?

      Hapus
  2. Kalau waktu kecil aku sih pernah naik kemidi putar di pasar malam, apalgi pas di atas rasanya adem banget kena anginnya. Hal inilah yang menjadi suasna nostagia kecil yang tidak mudah terluoakan hingga sekarang. Kpaan-kapan kita naik kemidi putar yuk..... ha,, ha,, ha,,

    BalasHapus
  3. Heheehheehe Terima KASIH Semua orang orang Kece yang Berkenan berbagi Kisah masa kecil .... Thanks mba Donna.... Mas Indra SIAP kapan kapan Kita Kumidi Putar bareng yaaa

    BalasHapus
  4. thankyou for your post visit us to see article about anything at https://www.unair.ac.id/

    BalasHapus

Scroll To Top