Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Selasa, 30 Agustus 2016

PERJAMUAN MAKAN SEUSAI JELAJAH KRAKATAU

 
Oom Yopie sedang berbincang dengan Team EO

Setelah enam jam mengarungi laut lepas dari Gunung Anak  Krakatau tanpa life jacket ditambah bonus adegan – adegan menegangkan kala bersinggungan dengan cuaca dan gelombang laut yang memukau,  akhirnya kami tiba di dermaga pantai Sari Ringgung – itupun setelah  ada evakuasi penyelamatan dari nelayan dengan kapal kecil yang menemukan posisi kapal kayu yang kami tumpangi. Sungguh  kisah heroik perjuangan hidup dan mati. Jika saja selamatnya kami dalam pelayaran merupakan sebuah tantangan seperti di acara  reality show TV ; Fear Factor  atau  Survival,  tentulah kami akan dapat ratusan ribu dollar sebagai imbalan dari ketegaran dan  kemampuan kami tetap bertahan hidup.
Hingga ketika berada dalam  bis yang akan membawa saya dan rekan rekan blogger  dari kawasan Sari Ringgung ke pusat kota Bandar Lampung, saya masih tak sanggup membayangkan suasana horror 6 jam pelayaran yang baru saja berhasil kami lewati. Jika semua yang kami lalui itu adalah tingkatan dalam sebuah game, tentu saja kami  telah berhasil menyelesaikan level tertinggi dari game yang bernama ; UJI NYALI.!! – yeeeyyy, kami masih hidup!!.

Sedang terjadi pembicaraan serius di meja sebelah - Oom Yopie mewakili kami.

Dari balik kaca jendela bis yang membawa saya dan rombongan, saya melihat jajaran rumah penduduk yang sebagain besar telah tertutup rapat. Tak lagi nampak aktivitas warga di pekarangan rumah.  Beberapa pertokoan dan warung warung  sepanjang jalan menuju Bandar Lampung telah tutup. Pukul 23.45 WIB kala itu. – sesaat lagi saya kembali ke wujud Upik Abu!!!.  
Diam diam perut menyampaikan pemberitahuan. “Ya, - saya tahu Rut, kamu belum keisi kan?”.  “Oke saat lagi kita makan” – ujar saya menenangkan perut.  Sempat disampaikan akan dapat nasi ketika tiba di Sari Ringgung dan sempat menunggu beberapa puluh menit akhirnya harus berubah rencana. “Kalian diajak makan” ujar seorang pria didalam bis yang merupakan salah satu dari kru EO. – “Nah, Rut, akhirnya kamu akan dapat makan!!!. Senangkan?.! Sabar yaa, Rut, bentar lagi kita makan, kok”.  Saya sempat meminta bis berhenti di lapangan korpri – Gubernuran, untuk mengambil mobil saya yang saya parkirkan di area parkir depan gedung dewan dalam komplek Gubernuran sebelum nantinya saya bergabung dengan rombongan lagi. Rian menemani saya menuju parkiran yang gelap. Sudah tengah malam, tak ada orang lalu lalang selain Pol PP yang stand by di pos jaga. Untung mobil yang saya taruh sejak jam 6 pagi itu  masih pada posisinya.

Makan bersama pun berlangsung.
EO mengajak saya dan rekan rekan blogger termasuk Oom Yopie makan bersama di rumah makan Puti Minang – jl.Diponegoro. Tentulah tak layak lagi disebut makan malam.  Sahur tepatnya. Tak apalah. Apapun nama perjamuan yang berlangsung, setidaknya perut kami terisi. Meski beberapa dari rekan  tidak terlalu berselera menyantap hidangan.  Kamipun memesan teh hangat, - untuk menghangatkan bekunya jiwa kami selama berjuang dalam pelayaran, hallaah!!.  Jika saja jamuan makan itu terjadi disiang hari, tentulah menu menu yang terhidang sangat menggairahkan. Lauk pauk khas rumah makan padang sungguh menggoda selera, tapi apa daya mulut tidak begitu beringas untuk melahap menu menu yang terbilang lezat itu. Bahkan kuah soup yang hangat pun tak lagi menyenangkan untuk dihirup.  

 Selama jamuan makan berlangsung. Saya dan teman teman blogger berada dilain meja dengan pihak EO. Beberapa kru EO – dan mungkin ada si owner EO nya,  duduk di meja sebelah kami dengan Oom Yopie. Terlihat juga mba EO yang bergaya metropolitan yang geol abis itu.
Saat dalam bis, Oom Yopie memang menyampaikan agar ia pribadi yang nantinya akan  bicara ke EO soal apa yang kami alami termasuk kritikan untuk EO. Oom Yopie sepertinya tahu sekali bahwa emosi saya dan rekan rekan tentu tidaklah dapat dibendung ketika menyampaikan isi hati secara langsung pada EO. Sesekali saya dan beberapa rekan menguping pembicaraan Oom Yopie dengan si petinggi EO. Ikut gabung bicara sungguh lebih  menarik ketimbang jenis menu yang terhidang didepan kami. Mba Rien  yang memegang kamera mengajak jajaran EO untuk photo bersama, namun ditolak. Alhasil mba Rien mengambil gambar suasana perjamuan makan malam – eh makan sahur kami , itupun beberapa orang EO memalingkan wajah, tak mau melihat kearah kamera. Mungkin ia takut terpublish di media.

Ajakan makan malam dari EO pada saya dan rombongan blogger tentu merupakan bentuk kepedulian EO terhadap apa yang kami alami selama menjadi bagian dari Jelajah Krakatau. Atas jamuan makan tersebut, saya pribadi mengucap terima kasih. Tapi sebagai pribadi yang mengalami langsung runutan dari rencana yang di buat EO,  saya tetap menyayangkan.

Karena jajaran EO tak mau diajak photo bersama seusai makan, maka kami photo dengan team EO sebagai latar photo

Nama besar EO dengan capaian meng-handle event event besar skala nasional dan internasional bukan berarti matang ketika handle acara  trip  ke Gunung Anak Krakatau. Bisa jadi hebat untuk handle acara pameran, expo hingga konser artis mancanegara, tetapi perjalanan ke Gunung Anak Krakatau adalah sesuatu yang lain. Meski permintaan maaf terucap, kejadian telah terjadi. Nyawa saya dan rekan rekan blogger bukanlah mainan. Kesalahan dalam perencanaan merupakan bukti bahwa EO memang belum begitu  memahami medan yang akan dihadapi. Rundown yang dibuatpun seolah hasil rancangan menerka-nerka. Ini semua pelajaran. Saya belajar banyak dari kejadian ini. Jikapun kondisi ini harus kami terima sebagai konsekuensi perjalanan gratis, tetaplah harus difikirkan keselamatan penumpang. Kami bukan pejalan yang cengeng, tapi jika menyangkut nyawa tentu kami akan bersuara lantang. Adakah manusia yang berkenan nyawanya dipertaruhkan dalam rancangan perjalanan mengarungi laut lepas selama 4 jam perjalanan pergi dan 6 jam perjalanan pulang penuh tantangan cuaca dan gelombang laut pasang tanpa life jacket??.


Semoga Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif provinsi Lampung tidak menutup mata akan kejadian ini. Meski yang mengalami hanya saya dan rekan rekan, yang hanya penduduk biasa – bukan sekelik orang hebat – bukan keluarga pejabat – atau bukan anak dari orang yang punya pengaruh – tapi  memikirkan keselamatan nyawa  manusia adalah hal krusial. Kejadian sedikit ini tentu dapat jadi catatan dalam menentukan pihak pihak yang kelak akan menjadi bagian dari perencanaan dan rangkaian event tahunan di provinsi Lampung.  Terlepas dari apa yang saya dan rekan rekan blogger alami, Lampung tetap menyimpan banyak pesona menarik sebagai destinasi wisata unggulan yang sangat layak untuk dikunjungi. 

24 komentar :

  1. Sampe sekarang aku masih sulit mendeskripsikan perasaanku waktu denger si bapak di perahu bilang kita udah dievakuasi, Ndra :D

    23.45... 15 menit lagi gak dikasih makan, mungkin kita semua bakal berubah jadi kodok :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. wwkkwkwkw...ya itu..bagai TKI selundupan...kudu di evakuasi karena kapal titanic kaam hahahahha....btw aku berubah jadi PATIN aja laahhh..

      Hapus
  2. Woow dah tayang aja series-nya. Warbiyasak. Kamu emang keren Om Indra.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mba Lina lebih kereeennn....kakak pejalan dan penulis senior aku....

      Hapus
  3. terus kakak yang belain EO ngga diajak foto kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah masih sorga kali kalo gak mampir dulu ke rumah Firaun

      Hapus
  4. Seharusnya ya jika mmg hrs ada perbedaan treatment utk peserta tour, para bloggers yang hrs dpt "red carpet treatment" krn mereka" inilah yg setelah acara akan sibuk melaporkan suasana tour yg mereka ikuti melalui tulisan" mereka. Dengan kepiawaian skill menulis mereka pastinya mereka bisa mengundang banyak orang utk dtg dan mengunjungi Lampung yang indah serta anak gunung Krakatau. Dengan begitu tujuan diadakannya festival ini kena pada sasarannya. Sayang sekali penanganan acara yg kurang tertata rapi membuat para bloggers ketakutan dan sdh pasti kita" yg cuma org biasa ikut takut juga utk ikut the next festival :) Semoga para bloggers dr luar kota ga kapok ya Ndra dtg ke Lampung...

    BalasHapus
    Balasan
    1. EO besar di nasional belum tentu bisa range event yang sifatnya jelajah alam. karena trip ke Gunung Anak Krakatau itu bukan pameran atau acara konser musik..heheheh...

      Hapus
  5. serius, aku bayanginnya kayak kapal titanic.. teganya itu EO...hhmmm..

    btw, tulisannya enak dibaca, walaupun banyak, gak kerasa dilahap aja, tau-tau udah selesai ceritanya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. untung masih selamat mbaaa..hehehe..... Eo kurang tau medan mbaa mereka kira kayak nyeberang sungai

      Hapus
  6. Indraaaaa.... Bisa jadi novel ini pengalaman kalian! I never thought it will be like that..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Novel miris mbaaa .... Trip yang harusnya lancar malah bagai kompetisi uji nyali - yang bertahan hidup dia akan menang hahahahaha - Dyandra Promosindo lho EO nya - tahun. Tahun sebelumnya pakai EO lokal lancar lancar ajaaa malah jauh lebih bagus pelaksanaannya

      Hapus
  7. Aku masih galau dengan hatiku yang terombang-ambing kapal. Ah entahlah menggambarkan suasana hatiku saat itu.

    Kalau gak makan semua berubah jadi kodok tuch bentar lagi hahhaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku sih dah berubah jadi setan wkwkwkwkwkwkwk

      Hapus
  8. Oh mereka ada minta maaf ya bang? aku gak denger. Aku sih nunggu ya momen-momen kita berpisah saling bersalaman dan ada permintaan maaf, ya yang nggak resmi-resmi banget tapi paling nggak adalah hehe.

    Yang lebih ditunggu lagi sih permintaan maaf dari pihak-pihak yang menuduh kita semua mengeksklusifkan diri. Bener-bener bikin sedih. Tapi ya sudahlah, Tuhan maha adil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Minta maafnya via Oom Yo, kalo ke kita mereka takut kena semprot hahahah --- sudahlah EO gak akan kepake lagi tahun depan. Mending EO lokal ajaaa kayak tahun kemarin gak ada masalah dengan trip Krakatau - soal yang bilangan kita eksklusif biarkan saja - toh aku gak kenal - tapi kalo sampe ketemu muka lagi bakal aku tanyakan langsung heheheheh

      Hapus
  9. Apapun kejadiannya, aku ga kapok ke Lampung! hahahahahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. tentu. aku pun gak kapok mau explose sebanyak banyaknya

      Hapus
  10. Ikutan melongo pas baca status tentang terombang-ambing di lautan tanpa life jacket. Masa ngundang tamu (blogger) tapi dibiarkan tegambuy. Yang menghandle EO besar dari daerah lain tapi bikin warga Lampung ikut nggak enak hati juga. Semoga tahun depan penyelenggaraannya lebih oke, nggak perlu EO skala nasional, kalau EO lokal aja bisa lebih profesional ya pakai yang lokal aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yaaa gitulah. EO nasional gak jaminan bisa handle hal hal lokal. malah kadang miss. buat rundown asal terka.

      Hapus
  11. itu siapa yang pake kaos kutang biru? EO juga? wah.. mereka nyesel gak mau berfoto sama ketua cheboxx..

    BalasHapus
    Balasan
    1. aaahhh... aku justru Nyesel liat mukanya...be tatto tatto...tapi Jiwa dan mental kerdil...menang Belagak!!.. Tanggungjawab NOL...gede nama EO tapi buat plan trip aja gagal total.

      Hapus
  12. Saya suka banget paragraf pembuka tulisan ini. Seharusnya sanggup menyentil pihak EO yang sembrono... Alam tak bisa diduga, :(

    Saya pribadi ikut bersyukur semua telah pulang dengan selamat. Walaupun saya tetap berharap ada tindak lanjut atas kelalaian si EO..

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mas atas perhatiannya. yaa begitulah EO, terkadang range sesuatu tanpa memperhatikan kondisi riil di lapangan... buat rundown saja seperti hayalan negeri dongeng. hehehe

      Hapus

Scroll To Top