Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Kamis, 05 Oktober 2017

MENYAPA KUCHING DAN SEGALA PESONANYA.




…”eh, ada Hammish Daud ?!!...” sentak saya dalam hati saat melihat wajah yang tak asing di balik jendela bis.  “kenapa suami Raisa ada disini?!!” gumam saya kemudian.

salah satu sudut kawasan Waterfront dengan Sarawak Cruises


Setelah berkendara lebih kurang 20 menit dari Bandara Internasional Kuching,  sore itu bis yang membawa saya dan rekan-rekan blogger tiba di Imperial Riverbank Hotel yang letaknya persis di bibir kawasan Kuching Waterfront.  Sosok Hamish Daud yang saya kira bukanlah Hamish Daud yang sebenanrnya, hahaha. Melainkan sosok mister Kevin – perwakilan dari Sarawak Tourism Board yang menyambut kedatangan kami sore itu. Yes!, kami sedang melakukan lawatan wisata di Kuching – Malaysia.

Bang Kevin Hamish, begitu saya dan teman-teman blogger sepakat menamainya. Setelah sang pemilik badan melakukan googling dan mendapati wajah Hammish yang kami katakan sama dengan dirinya. Bang Kevin pun tak keberatan disamakan dengan Hamish, hhmm…ya, ialah..gue aja kalo di bilang mirip Hamish Daud juga gak keberatan kok..sayangnya gak mirip sama sekali!!.
 Sebuah prakata dari pertemuan hangat sore itu.

Salah satu bagian dalam Kampung Melayu - Kuching.
  
KAMPUNG MELAYU KALA SENJA

Usai mendapatkan kamar dan berkemas secara cepat, kak Dodon berinisiatif mengajak kami menikmati kawasan Kampung Melayu yang letaknya di seberang dari letak hotel kami bermalam. Sebagai penyuka jalan jalan, tentu saya tertarik ikut serta. Ngapain pulak Cuma leyeh-leyeh di hotel ajaa… Lets Go!!.

Menuju ke kawasan Kampung Melayu tidaklah sulit, cukup bayar 1 ringgit kami sudah menyeberangi bentangan Kuching Waterfront dan kemudian melangkahkan kaki di kawasan yang suasananya begitu asri. Beberapa penjual cinderamata, penjual jajanan khas hingga kue lapis yang tersohor di Kuching.

Setelah mengabadikan diri di kawasan kampung Melayu termasuk mengabadikan suasana senja dengan latar waterfront dan Sarawak Cruises hingga gagahnya Imperial River Hotel, kami pun kembali ke hotel karena jadwal makan malam menanti.

hidangan lezat di Top Seafood Kuching
SAJIAN SEAFOOD NAN LEZAT

Bang Kevin Hamish serta tour guide kami – Aunty Anna, yang minta di sapa dengan Kak Anna, telah menanti kami di lobby hotel untuk kemudian menuju tempat bersantap malam itu.

Ternyata, letak tempat makan malam kami tidaklah terlampau jauh.  Dengan berjalan kami dari hotel menuju  pusat makanan Meet Up – Top Spot Seafood yang letaknya di roof top sebuah gedung.  Dari bagian luar gedung tak tampak suasana ramai. Hanya beberapa kendaraan terlihat di kawasan perkir. Tapi suasana ramai langsung terlihat di bagian roof top saat kami tiba. Sebuah konsep bersantap yang menarik. Berada di puncak gedung sehingga tidak menyebabkan kemacetan di bagian jalan.  View nya juga bagus plus tidak terkena lalu lalang kendaraan. Bukan lesehan yang menjamur di pinggir jalan gitu lho, hehehe.

Sebuah meja bundar dengan kursi berjumlah 12 telah disiapkan untuk kami dan juga bang Kevin Hamish.  Tak berselang lama, hidangan demi hidangan tersaji. Yang menarik adalah sajian menu pembuka  bernama Fried Oyster – yang sekilas seperti opak dalam ukuran besar dengan beberapa bintik bintik di dalamnya yang ternyata adalah kerang. Kudapan favorit di Top Spot Seafood.

Seluruh hidangan yang tersaji begitu istimewa, mulai dari  sajian Ikan dengan sentuhan bumbu rempah, kepiting, tumis paku pakis, udang mentega, cumi saus hitam, sup telur dan jagung lengkap dengan semangka potong diakhir santapan kami. Semuanya lezat!!. Saya paling suka dengan Ikan bumbu rempahnya. Segar!. Tak salah memilih Top Spot Seafood sebagai  wisata kuliner aneka seafood terbaik  yang layak di coba bila tandang ke Kuching.

selamat datang dalam kawasan Taman Nasional BAKO

JELAJAH TAMAN NASIONAL BAKO

Pada hari kedua di Kuching, kami memiliki kesempatan untuk melihat secara langsung dan lebih dekat dengan kawasan Taman Nasional Bako.  Lagi lagi saya tak berupaya mencari tahu soal Taman Nasional Baku dari paman Google. Biarlah jadi kejutan yang menyenangkan.  Dan tandang ke taman nasional adalah hal yang saya sukai.

Taman Nasional Bako adalah Taman Nasional pertama dan tertua di Sarawak – Kuching, yang dikukuhkan pada tahun 1957. Butuh sekitar 40 menit dari pusat kota untuk mencapai dermaga sebelum akhirnya eksplorasi Taman Nasional Bako dimulai. Tiba di dermaga ternyata telah banyak pengunjung yang juga akan melakukan perjalanan seperti kami.

Sebelum tiba di di kawasan Taman Nasional Bako, lebih dulu harus menempuh perjalanan air dengan mengendarai sepeda bertenaga mesin  selama 30 menit. Usai mengenakan life jacket dan memastikan group kami siap perjalanan pun dimulai.  Gelombang air yang cukup besar saat itu. Bentangan sungai yang kami lalu sedang dalam kondisi deras. Maklum, sedang masuk musim hujan. Itulah sebabnya, Kak Anna – tour guide kami menyarankan waktu yang baik tandang ke Taman Nasional Bako saat tidak musim hujan.

teman teman lama yang menyambut kami

PESONA BATU LAPIS

Kami langsung berhamburan ke bibir pantai nan landai ketika perahu yang kami tumpangi berhenti di hamparan pasir di bagian muka Taman Nasional Bako. Sebuah bebatuan menjulang tinggi memikat minat kami. Saya langsung ingat dengan motif kue lappips yang saya temui di kampung Melayu kemarin sore ketika melihat lurik dari batu batu besar tersebut.  Bisa jadi juga kue lapis itu terinspirasi dari corak bebatuan di kawasan taman nasional Bako itu, hehehe. Tak heran bisa satu rombongan segera mengabadikan moment bersama batu lapis gagah menjulang tersebut. Bahkan kami sempat photo ala ala BoysBand & Girlsband. Berasa BackstreetBoys dan SpiceGirls gituu!!. Hajjaaarrr!!!.

batu lapis nan memesona

BERTEMU TEMAN LAMA

Kak Ana mengarahkan kami menuju bagian dalam dari Taman Nasional Bako untuk menyaksikan langsung beberapa fauna termasuk flora yang menjadi daya tarik kawasan Taman Nasional Bako.

Sebuah gapura menyambut kedatangan kami dan pengunjung lain. Suasana dalam kawasan Bako terlihat ramai. Yang menarik, kedatangan kami dan pengunjung lainnya juga diwarni oleh sapaan dari beragam jenis monyet yang nampak diberi kesempatan menebar pesonanya diantara pengunjung yang mulai mengabadikan kehadiran mereka.

Saya dan rekan-rekan blogger diberi arahan oleh kak Anna – tour guide kami seputar kawasan termasuk beragam jenis flora dan fauna di dalam kawasan Taman Nasional Bako. Secara pengalaman kak Ana tak bisa dibilang biasa. Ia dengan lancar menjelaskan soal beragam habitat hewan hingga jenis jenis tumbuhan sejak kedatangan kami di bebatuan lapis hingga di dalam kawasan Taman Nasional Bako.

Banyak kisah seru yang terjadi selama menyusuri kawasan dalam Taman Nasional Bako. Kelak akan saya tuturkan dalam judul terpisah. Karena terlalu panjang bila harus di kisahkan disini. Sabar yaaa?... tunggu postingan saya selanjutnya yaa…. Cha cha cha cha cha cha!!!.

kawasan Siniawan Old Town kala sore

SINIAWAN NAN RUPAWAN

Nyaris sepanjang hari kami menikmati suasana di Taman Nasional Bako. Sebuah eksplorasi yang menyenangkan karena bertemu ‘teman teman lama’ saya! Hahahaha.  Mengisi sore, kami diajak oleh bang Kevin Hamish menikmati suasana sore di kawasan yang memiliki penataan bagai street food di salah satu bagiannya. Bernama Siniawan Old Town. Berjarak 20 kilimeter dari Kuching. Butuh 40 menit berkendara hingga tiba di Siniawan yang merupakan kawasan kecil yang sebagian besar masyarakatnya etnis Tionghua.

Menurut informasi, dahulunya kawasan Siniawan Old Town adalah hunian warga biasa hingga pada 2010, berdasarkan inisiatif penduduk menggelar beragam jajanan saat akhir pekan. Dan lama kelamaan menjadi bagian dari usaha yang menjanjikan. Hingga kini berkembang menjadi centra kuliner yang menjanjikan bahkan menjadi daya tarik wisata yang layak untuk di singgahi bila ke Kuching.

Siniawan Old Town dengan kerlap kerlip lampu

bergaya dulu yaaaa....
Soal kawasan Siniawan yang memesona itu pun nantinya akan saya kisahkan melalui penuturan terpisah. Mengingat banyak hal hal menarik yang saya temui di kawasan Siniawan. Termasuk bangunan berusia ratusan tahun yang menjadi daya tarik yang paling memikat dari beragam pilihan kuliner di Siniawan Old Town.

Meski hanya dua hari di Kuching. Saya mendapati banyak hal menarik. Sesuatu yang tak pernah saya ketahui bahkan saya duga akan menemukannya. Apa saja itu?, nanti yaa…saya utarakan di judul judul tulisan selanjutnya… hhmm… udah dulu yaaa.. mau Joget Cha Cha Cha Cha Cha dulu.

6 komentar :

  1. Baca postingannya Mas Indra jadi kangen sama Babang Hamis KW. Hiks. Btw itu kampung melayu kayaknya bagus ya mas tempatnya, duh jadi pengen ke situ

    BalasHapus
    Balasan
    1. makanya ikutan pas ke kampung melayu heheheheh

      Hapus
  2. Dulu sekali pernah pergi ke Kuching via Pontianak memakai Bis Damri. Pengalaman tak terlupa seumur hidup deh. Takjub liat perbedaan di satu pulau beda negara. Cuman pengalamanku ke sana tidak sekomplit dan seseru kalian deh. Enak banget bisa keeksplore dengan maksimal. Eh kok malah curhat di blog orang ? #komentakberfaedah

    Pertanyaan deh, Satu kata yang menggambarkan Kuching ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sungguh tersanjung blog ku di komentari oleh kakak arief yang baik hati dan murah senyum..sungguh ber Faedah sekali koment nya...bertabur Faedaaaahhhhh.......

      jawab pertanyaan nya yaa : RAPIH.

      Hapus
  3. bang Indra... aku suka kawasan old town nya.. eyegasm sekali di sana.

    betul, aku juga kurang suka kalau diam di kamar hotel juga, rasanya gatel pengen keluar jalan lihat apa yang bisa dijepret hee..

    BalasHapus
  4. wah, ternyata Kuching punya banyak daya tarik ya Mas.

    baca artikelmu jadi pengen nyobain makan di Siniawan Old Town.
    eh, dia tutup jam berapa ya mas?

    Thank you for sharing, ditunggu tulisan berikutnya Mas Indra :)

    BalasHapus

Scroll To Top