Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Kamis, 01 Februari 2018

MENGENAL DESA ADAT DASAN GELUMPANG - LOMBOK UTARA






Gelagatnya terlihat bingung saat saya mendekat. Ada senyum cangung diwajahnya. Tubuh pria renta itu  mempersilakan saya duduk di bale kayu tepat di hadapan rumahnya. “maaf mengganggu paginya, pak …” ucap saya berbasa-basi. “tak apa” jawab si bapak singkat. Di bagian samping dari bangunan rumah kayu nampak seorang ibu sedang bersiap mengolah masakan. Kayu bakar tertata apik disamping rumah. Bagai persediaan wajib dalam semusim.
 
Gapura Desa Adat - Dasan Gelumpang




Suasana pagi masih lengang. Udara sejuk menyapa. Bisa jadi berasal dari puncak gunung Rinjani yang nampak gagah dikejauhan dan bentangan pantai utara Nusa Tenggara Barat. Mata saya tak henti menatap bangunan rumah kayu satu persatu.  Atap jerami menjadi penanda bangunan rumah. Meski beberapa diantaranya beratap seng dengan bangunan bata permanen. Saya berada di Desa Dasan Gelumpang pagi itu. Berkenaan terlibatnya saya dalam Kelas Inspirasi Lombok ke 5 dengan tema ; Jelajah Budaya. Itulah sebabnya, semua aktivitas Kelas Inspirasi Lombok ke 5  berdekatan dengan kampung adat. Agar para peserta yang terlibat mengenal adat istiadat dan budaya yang ada di Lombok Utara – Nusa Tenggara Barat.
komplek desa adat Dasan Gelumpang dan wujud pantai Utara dikejauhan
 
Sebenarnya, terdapat beberapa desa adat dalam kecamatan Bayan – Lombok Utara. Bahkan di dalam kecamatan Bayan terdapat desa adat dengan bangunan masjid tertua peninggalan tokoh muslim dalam penyebaran agama islam dimasa lampau.  Beruntung saya mendapat penempatan Kelas Inspirasi di desa Akar Akar yang jaraknya 4 kilometer dari letak kecamatan Bayan.  Bangunan sekolah yang letaknya persis didepan desa adat Dasan Gelumpang itulah tempat pelaksanaan Kelas Inspirasi ke 5 di Lombok Utara.

Sebagai bagian dari desa adat,  masyarakat Dasan Gelumpang masih memegang teguh prinsip kehidupan dan nilai nilai adat istiadat mereka. Terlihat dari bentuk rumah kayu dengan atap jerami dan tatanan rumah yang sederhana hingga tata cara memasak yang masih mengandalkan tungku batu dan kayu bakar.  Meski beberapa rumah terlihat telah modern bahkan memiliki sepeda motor sebagai kendaraan mereka, tapi nilai nilai adat tetap mereka anut. Seperti tata cara keagamaan yang masih sakral hingga pengelolaan kebun dan hasil panen. 

beberapa hewan ternak dalam desa adat Dasan Gelumpang

bagian belakang hunian warga Dasan Gelumpang
  


Seperti Rumah adat suku Sasak di Lombok, rumah adat Dasan Gelumpang juga terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Beberapa rumah masih berlantai tanah yang konon diberi campuran kotoran sapi atau kerbau dan abu jerami agar lantai tanah bertekstur keras. Suatu tata cara warisan dari nenek moyang suku Sasak – Nusa Tenggara Barat. Bentuk rumah dalam Dasan Gelumpang tidak terlampau besar. Memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dengan pembagian ruangan dalam rumah yang tidak banyak. Biasanya hanya untuk ruang tidur. Semantara untuk menerima tamu mereka memanfaatkan rumah panggung (bale) yang merupakan ruang induk.

wujud Gunung Rinjani dikejauhan dari desa adat Dasan Gelumpang
 
…”halo.. siapa namanya ?...” sapa saya pada sosok balita yang datang dalam gendongan gadis remaja. “Imam” sahut si gadis remaja itu. Sosok Ibu yang sedari tadi sibuk dengan aktivitas paginya mendekat dan mengambil adik kecil dalam gendongan. Saya pun kembali mengajak bincang pak Suyati – sosok renta yang kediamannya saya datangi.

Dalam desa adat Dasan Gelumpang terdapat 50 kepala keluarga.  “Semua yang tinggal dalam desa ini masih satu keturunan”. terang pak Suyati. Itulah mengapa nama desa adat bernama Dasan Gelumpang, yang bermakna tempat berkumpul. Bahkan bila menikah pun, warga dalam desa Dasan Gelumpang cenderung akan memilih kembali menetap di desa ini. “Jadi anggota keluarga tidak jauh. Semua ada didalam ini.” ujar pak Suyati. Berkebun dan beternak adalah sumber penghasilan masyarakat desa adat Dasan Gelumpang. Tak heran bila setiap rumah dalam Dasan Gelumpang terdapat kandang sapi dan kambing. Diluar dari lingkungan Dasan Gelumpang juga terdapat hunian warga yang merupakan masyarakat umum.

Sebagai bagian dari desa Akar Akar yang memiliki 19 dusun, Dasan Gelumpang adalah salah satu kawasan desa adat yang senantiasa menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat dengan warga lain yang bukan garis keturunan Dasan Gelumpang.  Sesuai dengan motto masyarakat Akar Akar ; GELEQ, BIKUQ, TETU. Yang mengandung makna, GELEQ berarti  ; Rajin Ulet, Giat. Kata BIKUQ berarti ; Waspada, Siap Tanggap. Dan TETU  berarti  ; Jujur, dapat dipercaya, amanah.


Photo bersama pak Suyati dan Keluarga nya

photo icak icak , bareng rekan rekan Kelompok Kelas Inspirasi SD Negeri 5 Akar Akar - photo by Iky
 


Sembari berbincang ringan dengan pak Suyati, sesekali saya menebar pandang memperhatikan aktivitas beberapa warga dalam lingkungan desa adat Dasan Gelumpang. Terlihat ibu-ibu menjalankan aktivitas pagi mereka. Anak-anak bersiap menuju sekolah dan para bapak bapak yang nampak bersiap berangkat ke kebun atau mengurus sapi dan kambing.

Melihat langsung kondisi warga dengan mengenal aktivitas mereka, bagai mendapat sisi lain dari keragaman wajah nusantara. Kesahajaan hidup bersanding dengan keluhuran adat istiadat adalah warisan tak ternilai yang wajib dijaga sebagai bagian dari identitas bangsa. Your Culture is Your Identity, adalah slogan yang selalu saya sebarkan agar semua pihak bangga pada budaya asli bangsa Indonesia.

7 komentar :

  1. desanya masih tradisional sekali ya Kak. Apa penduduk desa ini juga membuat tenun khas NTB juga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. di dalam desa adat Dasan Gelumpang tidak ada aktivitas pembuatan tenun layaknya di desa Sade di Lombok Tengah. rata rata dalam kawasan desa adat Dasan Gelumpang bercocoktanam dan beternak.

      Hapus
  2. Rumah yang beratap jerami dan seng terlihat berdampingan... apakah ada perbedaan secara adat kalau dilihat dari perbedaan jenis rumah tersebut mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang atam jerami adalah bentuk rumah adat mereka sedang yang atap seng wujud rumah yang terbilang baru - beberapa diantaranya didirikan menggantikan bangunan lawas yang sudah tak layak huni. Jadi memang ada bangunan rumah yang masih tradisional ada yang sudah termasuk modern

      Hapus
  3. Iya, jadi inget rumah sasak Sade yg lantainya juga menggunakan kotoran sapi tapi gk ada bau kotoran sapinya sama sekali.


    Mereka di sana bisa bahasa Indonesia om? Soalnya kadang kalau ke NTT itu masih banyak daerah yg penduduknya gk bisa bahasa Indonesia :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo pak Suyati yang aku temui cukup bagus bahasa indonesia nya meski agak terbata. Bisa jadi gak terlalu lancar. saat itu aku cuma ketemu pak Suyati ajaa dan keluarga nya. karena masih pagi tak sempat bertemu dan ngobrol dengan orang lain

      Hapus
  4. dari gambar bang indra nampak tenang sekali di desa ini.

    BalasHapus

Scroll To Top