Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Kamis, 10 Desember 2015

FAMILY TRIP ; JALAN JALAN KE LAMPUNG SELATAN.



Salah satu pesona pantai Pesisir Selatan di bagian Lampung Selatan.

Yeeeyyy, kita bisa jalan jalan lagi…” sorak anak anak saya ketika mereka tahu saya dan istri tak ada jadwal kegiatan diluar rumah sehabis nyoblos di TPS dekat rumah.

Menyambut keinginan anak anak, saya segera meminta istri untuk bersiap. Meski sebelumnya tak ada rencana jalan jalan dengan keluarga, setidaknya hari itu saya dan istri akan habiskan waktu bersama dengan anak anak diluar rumah.
Suasana lengang menghias jalan raya. Nampak di setiap bagian Bandar Lampung dihias suasana Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ramai. Rabu, 9 Desember 2015 – merupakan Pilkada Serentak. Tak hanya di Bandar Lampung, tetapi juga serentak di beberapa bagian kota dan kabupaten di provinsi Lampung.

Karena tidak terencana sebelumnya, saya melajukan kendaraan ke pusat kota saja. Tak begitu spesifik soal tempat kunjungan. Setidaknya jika tidak ada ide, ada pusat perbelanjaan yang bisa di datangi. Mall to Mall adalah pilihan terakhir. Hahahha.

“rame banget yaa…” ucap si Koko – bujang kedua ketika mobil yang saya kemudikan tertahan di depan pusat perbelanjaan – Ramayana. Iring – iringan rombongan Tim Sukses salah satu calon pemimpin konvoi mencipta kemacetan di separuh badan jalan.
“Ini jalan apa namanya ?” tanya Koko – bujang kedua  pada adiknya, bagai permainan tebak – tebakan, seolah memecah kesunyian dalam mobil yang tertahan di tengah kemacetan.
“jalan Raden Intan.” sambar si Abang – bujang pertama.
“kok Abang tau?,” tanya si Gadis seolah kagum pada kakak pertamanya.
“tuh, ada patung Raden Intan depan Ramayana, tuh…” jelas si Abang sembari menunjukkan patung Raden Intan yang bertengger gagah di pinggir jalan persis depan pusat perbelanjaan Ramayana.
Sesaat suasana dalam mobil hening. Ketiga anak saya melongok keluar mobil. Dari balik kaca mobil wajah mereka terlihat kagum pada sosok patung Raden Intan.
“mukanya gak jelas.” ucap anak Gadis saya lugu. Istri saya menahan tawa.
“kok, tulisan dibawah patung itu Raden Intan II ?, emang ada Raden Intan I ?” tanya Koko ke Abangnya setelah cukup lama memperhatikan bentuk keseluruhan patung.
“ya emang ada kok Raden Intan I.” jawab si Abang sekedarnya.
“Oh, Raden Intan I dan Raden Intan II, kakak adik yaa?...” tanya si Koko penasaran.
“tanya Ayah aja tuh.” sahut Abang seolah tak berselera menjawab rentetan pertanyaan adik lelakinya.
“Ayah tahu Raden Intan I dan II ?.” tanya Koko pada saya.
“ tahu.” Jawab saya singkat dan berharap segera berlalu dari kemacetan yang membuat mobil saya tidak bergerak banyak dari patung Raden Intan yang tengah jadi perbincangan seru anak anak.
“ kalau tahu, Ayah pasti tau rumahnya dimana?, trus sekarang kuburan Raden Intan itu dimana sih ?” si Koko mulai berkicau banyak. Untuk ukuran anak kelas 3 SD, Koko terlalu banyak mengajukan pertanyaan. Hahahahha.
“ jadi gini…” sahut saya menenangkan. Dan serentak anak anak mendekatkan tubuh mereka kearah saya dibagian kemudi.
“Radin Inten I pahlawan Lampung yang lebih dulu berjuang. Radin Inten II itu cucunya Radin Inten I.” jelas saya singkat.
“emang Raden Intan I punya anak berapa ?, kok malah cucunya dikasih nama Raden Intan II ?. Trus, kok Ayah menyebutnya Radin Inten?. Yang bener Radin Inten apa Raden Intan sih, Yah?.” Bujang kedua – si Koko terus bertanya.
“Gini aja. Ayah tidak terlalu tahu persis sejarahnya. Gimana kalau kita jalan jalan datengin  Makam Radin Inten II itu ?” ucap saya menenangkan bujang kedua.
“waah..seru tuh… setuju Yah.” sahut si Abang cepat diikuti sorak setuju dari bujang kedua.
“berarti ke kuburan dong?, kok Ayah ngajak jalan jalan ke Kuburan, sih..?” protes anak Gadis.
“tenang. Memang kita ke kuburan, tapi Ayah akan ajak kalian melihat pantai pantai di bagian pesisir selatan. Gimana?” ucap saya.
“Setujuuuuuu.” Serempak anak anak girang.

gara gara Patung Radin Inten di depan Ramayana - Bandar Lampung inilah perjalanan ke Lampung Selatan di Mulai.


Melihat antusias anak anak, saya pun memutar kemudi ke bagian selatan. Sesaat anak anak berjoged riang. Bisa jadi karena rentetan pertanyaan dan rasa keingintahuan mereka terpenuhi ketika saya menawarkan untuk mendatangi langsung makam Radin Inten II. Meski wajah anak gadis tidak seantusias dua kakak lelakinya. Maklumlah, si gadis masih berusia 5 tahun. Belumlah ia terpikat pada wisata sejarah.

Sebenarnya, saya belum pernah ke makam Raden Intan II. Hanya mendengar kabar saja bahwa keberadaannya di Lampung Selatan. Saya pun tidak begitu tahu di bagian mana persisnya makam pahlawan nasional yang berasal dari Lampung itu berada. Tapi tak apalah. Yang penting penasaran dua anak bujang terjawab.
“Kita cari tahu lokasinya bareng bareng yaa…” ajak saya pada dua bujang yang disambut sepakat.


Melajulah kendaraan kearah Selatan. Persis arah menuju Bakauheni jika melakukan perjalanan via darat menuju ibukota Jakarta. Berkali – kali Istri saya meyakinkan kesanggupan saya menuju makam Raden Intan. Ia memastikan kondisi tubuh saya sebagai pemegang kemudi kendaraan. Sebagai orang yang belum pernah mendatangi langsung Makam Raden Intan, tentu ada banyak hal yang tidak saya ketahui. Bukan hanya tentang Letak tapi akses menuju ke makam pun saya belum pernah tahu. Tetapi bukankah tidak banyak tahu dalam mencapai tujuan adalah salah satu bagian menarik dari sebuah perjalanan?. Baiklah. Kencangkan sabuk pengaman, fokus kendalikan kemudi dan bersenang-senanglah selama berkendara.

Karena tak melakukan persiapan untuk perjalanan cukup jauh dari rumah, istri saya meminta singgah di toko waralaba untuk membeli beberapa kudapan dan air mineral. Termasuk berhenti di penjaja buah disepanjang jalan menuju Lampung Selatan. Memilih beberapa durian bahkan membeli buah nangka berukuran besar. “mumpung harga murah” bisik istri saya ketika saya melihat heran kea rah buah nangka cukup besar yang ia boyong kedalam mobil.

PANTAI PANTAI CANTIK DI BAGIAN SELATAN.

Selama berkendara, ketiga anak saya yang duduk dibelakang tampak senang. Tak pernah mereka kelelahan dan tertidur. Bisa jadi mereka menahan kantuk karena penasaran dengan wujud makam Raden intan yang semula mereka pertanyakan. Dari Bandar Lampung ke Lampung Selatan cukup memakan waktu 2 jam. Sebenarnya saya bisa saja menuju makam Raden Intan langsung ke bagian Gayam. Persis arah lurus ke Bakauheni. Tetapi sesuai janji, saya akan mengajak anak anak melalui rute rute cantik dengan pemandangan pantai yang indah di bagian paling selatan di Lampung Selatan.
Dari Pusat kota Kalianda – ibukota Lampung Selatan. Saya menuju Dermaga Canti – tempat ketika dahulu saya memulai melakukan perjalanan ke Gunung Anak Krakatau untuk pertama kali. Dari Dermaga Canti perjalanan masih terus menyusuri arah selatan mempertemukan saya dengan beberapa objek wisata pantai di bagian kanan jalan.

Bersantai di warung Pecel dan Soto - Makan Siang.


Saya dan istri memutuskan berhenti sejenak untuk makan siang di sebuah warung makan yang menjajakan banyak pilihan makanan khas pedesaan. Pecel lontong dan Soto ayam plus nasi dan kerupuk  jadi pilihan santap siang kami. Jika saja perjalanan yang kami lakukan terencana, sudah barang tentu istri saya membawa banyak persediaan makanan termasuk rantang berisi nasi dan lauk pauk lezat racikannya. Tapi melihat anak anak menyantap pecel lontong  dengan lahap saya pun yakin bahwa mereka menikmati perjalanan.

Selesai makan siang sederhana itu, kami melanjutkan perjalanan kembali. Tak lupa kopi panas buatan ibu penjaja pecel lontong jadi bekal untuk perjalanan seterusnya. Beruntung siang itu tidak begitu terik. Ditambah suasana pedesaan disepanjang jalan yang kami lalui nampak asri dengan beragam pepohonan rindang. Hamparan sawah menghijau dengan aneka tumbuhan sayuran khas perkebunan menjadi keindahan mata kala memandang. CD Dendang nusantara pemberian Mba Donna telah berulang kali membahana sepanjang perjalanan. Anak anak tak pernah bosan bernyanyi bersama CD lagu lagu daerah yang berisi lagu lagu daerah pilihan dari Aceh hingga Lampung tersebut.


Papan Selamat Datang Pantai Wartawan dari bagian dalam yang tak terawat begitu juga beberapa toilet yang rusak plus sampah yang berhamburan.
Durian beli di pinggir jalan segera lahap di santap.


Kendaraan berhenti di Pantai Wartawan ketika anak anak berteriak kagum pada debur ombak dan pasir halus yang mereka lihat dari balik kaca mobil. Saya pun bisa memanfaatkan moment tersebut dengan bersantai sejenak menikmati kopi hangat.  Tak lupa durian yang kami beli di perjalanan disantap lahap begitu kami menempati pondokan tepi pantai. Anak – anak langsung menanggalkan pakaian mereka dan bermain dibibir pantai. Tak banyak pengunjung kala itu.  Rp. 40.000 biaya yang harus kami bayar masuk ke kawasan Pantai Wartawan. Harga yang cukup mahal untuk pantai yang menurut saya tidak begitu istimewa. “tak apa. Anggap anggap sedekah. Membantu perekonomian masyarakat lokal.” sahut istri saya menanggapi omelan saya.

Anak anak bermain di bibir pantai wartawan.

Rombongan ibu ibu dan anak anak datang ketika saya tengah bersantai. Sepertinya masyarakat sekitar yang memanfaatkan libur Pilkada. Suasana jadi ramai.  Anak-anak saya yang semula bermain di pinggir pantai nampak kedatangan banyak teman sebaya mereka. Merekapun segera membaur.
Hal unik pun terjadi. Karena kepergian kami tidak direncanakan. Bahkan sesi mandi di pantai pun tidak pernah direncanakan. Alhasil, istri saya tidak membawa perlengkapan mandi, handuk dan sebagainya untuk membilas anak anak sehabis bermain di pantai. Tak ada rotan akarpun jadi. Istri saya segera menggunakan air mineral botol  - yang memang kami beli dalam jumlah banyak, untuk membilas tubuh anak anak sehabis mandi di pantai. Tak lupa istri menjadikan hand body lotion sebagai pengganti sabun. Lalu menggunakan helaian koran bekas yang ada di dalam mobil sebagai handuk. Dan terakhir menggunakan Tisu untuk mengelap sekujur tubuh anak anak hingga benar benar kesat. Saya yang melihat pemandangan itu tertawa terpingkal pingkal. Pasalnya, istri yang cekatan dan telaten membilas anak anak di pinggir mobil justru dijadikan anak anak moment saling bercanda dan berjoget-joget ala mereka.  Hahahhahaha. Dasar anak anak.!!

Moment bilas dengan air mineral dan koran sebagai pengganti handuk hahahahahah


“Mau ke sumber air panas”. Jelas si Abang dan si Koko setelah membilas diri. Mereka memisahkan diri dari bibir pantai bersama beberapa anak lelaki sebaya mereka ke sisi lain dari kawasan pantai wartawan.
Tak begitu yakin melepas dua bujang di tempat asing, sayapun mengikuti langkah dua bujang dan teman teman sebaya yang baru mereka kenal dari belakang.
Benar saja. Ternyata di sisi lain dalam kawasan pantai wartawan ada sumber air panas yang terdapat disela sela batu pinggir pantai. Air di sekitar bebatuan yang mengeluarkan sumber air panas pun terasa hangat. Dua anak bujang saya kegirangan ketika menyentuh langsung sumber air hangat di sela bebatuan pinggir pantai. Bisa jadi sumber air panas di bebatuan itulah yang membuat biaya masuk ke Pantai Wartawan cukup tinggi untuk ukuran pantai yang menurut saya biasa saja. Terlebih pembangunan kawasan pantai yang tidak dipelihara dengan baik. Terlihat dari gapura yang rapuh, kamar bilas dan toilet yang sudah rusak parah termasuk masalah kebersihan pantai yang tidak terjaga.  Sampah dimana-mana. Huhft.!

Dua bujang yang bergabung dengan anak anak sebaya mereka menuju bebatuan sumber air panas.


BERTEMU RADIN INTEN II.

Tak begitu lama kami menghabiskan waktu di kawasan pantai Wartawan. Mengingat tujuan utama adalah keingintahuan makam Raden Intan II. Sebuah tujuan yang disepakati sejak debat kecil seputar patung di pinggir jalan.

kondisi jalan yang baik dengan penunjukk arah menuju makam Radin Inten II di desa Gayam.


Lebih kurang 45 menit berkendara dari pantai Wartawan, kami tiba di makam Raden Intan II. Terletak di desa Gayam kecamatan Penengahan – Lampung Selatan. Akses menuju makam Raden Intan II pun tidak terlalu sulit. Ada penunjuk arah yang jelas dan jalan pedesaan yang mulus. Hanya saja tak ada kendaraan umum menuju makam. Letak makam yang persis di pinggir jalan pun memudahkan pencarian. Segera kami memasuki area makam setelah memarkirkan kendaraan di halaman parkir yang luas. Gapura masuk tertata apik dengan sajian diorama di kanan dan kiri dinding gapura. Patung sosok Raden Intan II berdiri gagah menyambut kedatangan pengunjung tak jauh dari pintu masuk. 

Bagian depan Makam Radin Inten II


Hamparan taman berisi aneka tanaman dan bunga bunga daerah tropis langsung terlihat ketika masuk dibagian dalam. Tak ada pengunjung lain selain kami. Pukul 13.45 kala itu. Saya segera menuju sebuah makam yang terlihat tepat berada di bagian atas sebuah gundukan tanah tinggi yang belakangan saya tahu gundukan tanah itu merupakan sebuah benteng. Dari makam yang terpelihara rapih dan bersih itu, saya dan anak istri pun langsung paham bahwa penulisan nama yang benar adalah ; RADIN INTEN II. Nampak dari batu nisan dan penjelasan prasasti peresmian makam.

Anak anak melihat langsung makam Radin Inten II


Cukup lama kami menikmati moment di kawasan makam Radin Inten II. Selain bermain di taman yang sangat asri dengan pepohonan rimbun dan ragam bunga khas daerah tropis. Kami pun menghabiskan waktu disebuah bangunan rumah di dalam kawasan makam yang mengetengahkan beberapa benda bersejarah yang konon merupakan benda benda yang digunakan oleh Radin Inten II semasa hidupnya. Anak Anak saya tampak serius memandangi benda benda bersejarah tersebut. Termasuk silsilah keluarga Radin Inten yang tertulis jelas dan terpajang di salah satu dinding dekat lemari berisi benda benda kuno. Abang dan Koko memang menyukai sejarah dan benda benda langka atau purbakala. Sayang tak ada penjaga di dalam bangunan rumah yang bisa saya tanyai banyak hal seputar Radin Inten II dan kawasan makam.

Nampak posisi Makam Parin Inten II di bagian atas tanah gundukan di area taman makam.


Tak terasa pukul 16.40 WIB.  Saya sekeluarga bergegas kembali pulang. Ulasan makam Radin Inten II kelak akan saya tuturkan dalam ulasan tersendiri.
Setidaknya penasaran akan Radin Inten terbayar lunas. Wajah senang tergambar jelas. Terlebih saya yang akhirnya dapat menemukan rute dan lokasi menuju makam Radin Inten II dengan cara nekat dan metode bertanya tanya pada beberapa warga di desa yang kami lalui. Sebelum melaju ke Bandar Lampung, tak lupa kami membeli kembali beragam jenis makanan dan minuman di pusat kota Kalianda sebagai bekal dalam perjalanan kembali pulang ke Bandar Lampung. Plus otak otak khas Kalianda yang terkenal kelezatannya tersebut.

Anak anak antusias melihat benda benda penginggalan masa Radin Inten II


Beruntung perjalanan lancar. Sejak keberangkatan menuju Lampung Selatan hingga kembali lagi ke Bandar Lampung. Selama perjalanan pulang wajah wajah lelah menghias anak anak. Ucapan senang pun terlontar dari mulut bujang dan gadis kesayangan. Ayah Bunda pun semakin senang. Mereka bagai sedang mengalami belajar sejarah secara langsung. Di tengah kemudi menuju Bandar Lampung, tiba tiba saya mencium aroma tak sedap. Bukan aroma durian atau nangka besar yang masih utuh di bagasi mobil. Tapi aroma pesing dibagian kiri kemudi. Ternyata anak gadis ngompol dengan kondisi masih tertidur pulas. Saya yang mengetahui sumber aroma tak sedap itu langsung memberitahu istri yang kemudian tertawa mengetahui kelakukan anak gadis. Dengan tetap fokus mengemudikan kendara,  saya melihat istri mengelap genangan air pipis anak gadis dengan koran hingga kering dan bersih.  Dan kemudian melepas jilbabnya untuk membungkus tubuh anak gadis yang seluruh baju dan celananya basah karena pipis. Hahahahha.
Sungguh perjalanan keluarga yang berkesan.


8 komentar :

  1. Sangat implusif dan spontanitas hahaha, hanya karena celetukan di jalan eh tahu-tahu langsung melipir ke makan Ratu Intan.

    Tunggu aja bang, besok-besok anaknya bilang, "Jalan tol Lampung Palembang yang lagi dibangun mana Yah?"

    Toeeng tahu-tahu sudah sampe Palembang :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahahahhaha....benar. kemarin kebetulan ada waktu makanya langsung saja di wujudkan.... sebenarnya mereka sudah ngajakin mau ke Palembang karena mau merasakan naik kereta. hahahahha...tapi belum ada waktu yang pas ajaa.... harus benar benar luang pas bapake gak ada Job manggung atau kerjaan lainnya.

      Hapus
  2. Ditunggu bang, nginep di rumah juga boleh. Hahaha aku juga baru ngerasain naik kereta usia 20-an tahun, ampun dah.

    BalasHapus
  3. Siap siap broohhh.... Kalo ke Palembang pasti ngabari. Heeheh

    BalasHapus
  4. Aku berkaca-kaca melihat foto ibu yang membilas anaknya dengan air mineral itu, Kakak. Ingat ibuku. Dan juga ingat pengalamanku sendiri saat anak-anak masih kecil. Duh, kok cepat banget momen itu berlalu dari hidupku yah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehehehhe ia mba, memang moment kebersamaan itu kelak Akan selalu di rindu. Aku ketika mem-photo moment itu juga ingat almarumah Mama.:(

      Hapus
  5. rasanya akan menarik dan enak kita makan durian di pantai

    katanya di lampung engga ada tempat liburan menarik, posting ini menunjukan sebalikknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih brother Jarwadi MJ. Saya sebagai orang yang lahir di Lampung dan mencari penghidupan di Lampung punya kewajiban juga untuk mempromosikan Lampung melalui kisah yang saya alami sendiri. Semoga bermanfaat dan informatif.

      Hapus

Scroll To Top