Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Kamis, 25 Februari 2016

PENGURAI RASA RINDU MANG LAKAR.





Diam diam Cek Dika kehabisan cara untuk menghibur Mang Lakar yang selalu dirundung rindu kampung halamannya – Talang Bekasam. Dua bulan berlalu dari awal kedatangan Mang Lakar di Tanjung Karang.  Mulanya, Mang Lakar terlihat sumringah ketika kali pertama tiba di rumah Cek Dika. Meski ukuran rumah yang dihuni Cek Dika dan Ibunya tidak sebesar rumah Mang Lakar di Talang Bekasam, setidaknya Mang Lakar senang karena lingkungan rumah Cek Dika yang ramai. Mang Lakar memang belum bisa membedakan antara ramai dan kawasan padat penduduk.

Sesungguhnya, Cek Dika dan Ibunya belumlah genap 4 tahun mendiami rumah yang hanya memiliki ruang tamu sekaligus ruang makan dan dua kamar tidur yang cukup menampung tak lebih dari dua tubuh tambun tersungkur itu. Pada bagian belakang yang berhimpitan dengan dinding tetangga ada satu dapur yang cukup untuk menaruh kompor gas ukuran sedang dan rak piring merangkap sarana penyimpan makanan sisa.   Persis disebelah dapur minimalis itu terdapat satu kamar mandi yang harus berkenan dipakai bergantian. Gang Singgalang – Kupang Teba – Teluk Betung. Begitu alamat rumah Cek Dika dan Ibunya yang kini menampung kehadiran Mang Lakar.
Ibu Mang Lakar kakak beradik dengan mendiang Ayah Cek Dika. Cek Dika dan Ibunya memutuskan pindah ke Bandar Lampung ketika genap setahun Ibu dan Ayah Cek Dika bercerai. Ibu Cek Dika adalah guru Sekolah Dasar. Cek Dika memiliki  seorang adik. Ketika Mang Lakar hadir, Cek Dika harus bersedia berbagi tempat tidur sedang si adik resmi campur tidur dengan si Ibu.

Pada minggu minggu awal kehadiran Mang Lakar di rumah, Cek Dika selalu menyempatkan memandu Mang Lakar mengenal kawasan dimana ia tinggal. Sesekali Cek Dika mengajak Mang Lakar berjalan kaki mengunjungi Supermarket King yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Sambil berjalan kaki Mang Lakar menikmati suasana ramai. Lalu lalang kendaraan beragam merek dan bentuk – sesuatu yang jarang ia jumpai ketika tinggal di Talang Bekasam. Maklumlah Talang Bekasam jarang dilalui mobil selain  mobil angkutan pedasaan yang bagian belakangnya terbuka. Jikapun ada jenis mobil lain selain mobil angkutan desa yang reot itu, sudah tentu truck atau puso pengangkut barang barang hasil bumi dari beragam kampung disekitar Talang Bekasam ke pusat kota. Mang Lakar sontak menunjukkan kekaguman dan rasa bahagianya ketika mendatangi Supermarket King Teluk Betung. Berulang kali mulutnya ternganga dan matanya terbelalak ketika melihat barang barang mewah yang beberapa diantaranya tak pernah ia ketahui sebelumnya. Mang Lakar pun ikut-ikutan mengambil beberapa jenis makanan dan minuman yang mereknya ia kenal dari Televisi. Namun kemudian harus kecewa setelah tahu bahwa barang barang tersebut harus dibayar dikasir sebelum hendak di santap dan di bawa pulang.  Betapa udiknya Mang Lakar!!.
Masa masa penyesuaian Mang Lakar pada tradisi kehidupan perkotaan memang dimaklumi oleh Cek Dika. Beberapa hal konyol cenderung kampungan yang dilakukan  Mang Lakar justru dianggap Cek Dika sebagai hiburan diwaktu senggangnya  menunggu panggilan kerja. Cek Dika dan Mang Lakar sebenarnya melakukan upaya untuk dapat bekerja seusai SMA. Mereka sepakat ingin segera menghasilkan uang sendiri dan tidak menyusahkan orang tua. Meski ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi seperti rekan rekan mereka yang mampu.
Sudahlah, keinginan untuk kuliah seperti remaja lulusan SMA sebaya mereka harus di tunda dahulu (bukan dikubur). ‘Kele aman lah ade gawi, pacaklah kite daftar kuliah malam.” – (nanti saat kita sudah bekerja, kita bisa daftar kuliah malam) ujar Cek Dika membuka pemahaman Mang Lakar. Sebagai remaja yang gemar beraktivitas, Mang Lakar memiliki semangat untuk belajar seperti remaja lainnya. Meski ia tahu diri untuk kuliah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Begitupun Cek Dika. Ia sungguh memendam hasrat untuk dapat bergaya bak anak anak kuliahan. Tapi ia memahami keterbatasan Ibunya yang hanya guru sekolah dasar yang harus menerima keputusan dimutasi dari kabupaten ke ibukota.

“antatkan aku kesini siang ini, Cek.!!” (antarkan aku kesini siang ini, Cek) ujar Mang Lakar antusias kegirangan pada suatu pagi.
“Mang, ini ni acara di gedung besak!!. Kanye layar tancap pecak di Talang kite.!” (Mang, ini ni acara di gedung besar, bukan layar tancap seperti di kampung kita – Talang Bekasam) – ucap Cek Dika menjelaskan setelah melihat secarik kertas berbentuk flayer yang menjelaskan ragam pilihan judul film di bioskop Kim Jaya – Teluk Betung. Aah… tampaknya Mang Lakar menemui hasratnya menonton film di bioskop layaknya kegembiraan Mang Lakar kala ada gelaran layar tancap di Talang Bekasam. Bisa jadi kegemarannya nonton film di Bioskop  Kim Jaya kelak akan  menghapuskan kerinduannya akan kampung halaman. Semoga. – begitu harap Cek Dika dalam hati sembari meng-ia-kan permintaan Mang Lakar menonton film yang dibintangi Rhoma Irama dan Ida Iasha bertajuk Tabir Biru.

2 komentar :

  1. kapan2 ajak lah Cek Dika & Mang Lakar ngopi di kedai aceh.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tenang oom Nanti Aku Akan pertemukan oom ke Cek Dika dan Mang Lakar yaaa

      Hapus

Scroll To Top