Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Jumat, 24 Agustus 2018

KISAH SORE DI RAJA AMPAT, PELAYARAN BERKESAN YENBUBA - WAISAI



…”ada kapal warga yang akan antar kita ke Waisai…” jelas kak Amir sore itu pada saya. 
Tenanglah hati ini. Amanlah rencana saya dan rekan-rekan yang akan bertolak ke Waisai sore itu.
Ceritanya, usai sesi Refleksi Kelas Inspirasi Raja Ampat  di desa Yenbuba, saya dan beberapa rekan memisahkan diri dengan seluruh rombongan. Yang lain menuju Arborek sebelum keesokan hari menuju Piaynemo. Sementara group saya menuju Waisai untuk menjadi bagian dari Festival Geopark Raja Ampat keesokkan hari. 

The Hobah Team ; Panji, Rizal, Saya, Mba Donna, Shinta dan Imelda

Jadi, saya, mba Donna, Shinta, Imelda, Panji dan Rizal bertolak ke Waisai bersama kak Amir dan kak Armand sore itu. Langit semakin pekat. Kapal rombongan lain telah lebih dulu meninggalkan dermaga pulau Yenbuba. Sedang kami masih menata barang bawaan di kapal yang ukurannya sebatas bokong. Kapal yang kami tumpangi, adalah kapal jenis fiber tanpa atap bahkan tanpa life jacket. Nyawa telah saya titipkan pada Rizal, Panji, kak Amir, kak Armand yang saya tahu mampu berenang. Selebihnya mengandalkan do’a. Seperti ragam kisah pelayaran sebelumnya. Tuhan senantiasa bermurahhati mengakhiri pelayaran dengan tetap bernafas lega.

kondisi kami saat diawal pelayaran. wajah sumringah dan tampilan belum kuyub!. photo by kak Armand

Saya, mba Donna dan Shinta duduk pada bilah kayu yang sama dalam kapal kecil tersebut. Kak Armand berada di depan kami. Sementara Kak Amir, Rizal, Panji dan Imelda menempati bilah kayu di bagian belakang, dekat dengan juru kemudi dan mesin kapal. Jarak kami terpisah oleh barang bawaan yang telah ditutup rapat dengan terpal. Setidaknya barang berharga aman tak tersentuh air. Meski tetap saja dalam kondisi berbahaya bila kelak kapal karam. Satu-satunya hiburan yang menyenangkan mata saya adalah sosok kecil yang berada tepat di bagian depan kapal.  Bocah berusia 10 tahun itu adalah putera dari juru kemudi kapal yang kami tumpangi. Yang menarik, si bocah tak hanya sekedar menumpang kapal bersama kami.  Ia berperan mengarahkan kemudi kapal berdasarkan gelombang laut yang semakin ceria menyapa.  
Kondisi kapal yang kami tumpangi. Yenbuba ke Waisai. Photo by kak Menas

Beberapa kali percikan ombak mulai mengenai tubuh kami. Si adik kecil memberikan aba-aba pada Ayahnya yang semakin kencang mengatur kemudi kapal. Beberapa syair lagu yang saya lantunkan guna menghilangkan rasa cemas lama-lama menghilang.  Terkena gempuran ombak yang semakin kencang. Saking kencangnya, air ombak menampar wajah!. Membasuh sekujur tubuh bahkan masuk kedalam mulut saya kala beraksi menyanyi dengan nada-nada tinggi ala para Diva!!. Percuma saya menghibur diri.  Aksi ombak tak lagi mengenali syair lagu yang saya dendangkan. Senja semakin beranjak gelap.  Pesona sunset pun tak lagi nampak nyata diantara konsentrasi kami berdo’a agar pelayaran selamat.

Pelabuhan Waisai berwujud nyata dihadapan. Setelah 1,5 jam menatap bentang lautan.  Senja semakin pekat. Sinar bulan datang perlahan. Sesekali saya beradu pandang dengan mba Donna. Seolah saling mengetahui isi hati. ‘pengen cepet nyampek daratan!!!’ Berkali-kali Shinta menyeka mata dibalik kacamata yang ia kenakan. Tak lagi nampak menarik bulu mata lentik khas gadis metropolitan dibalik kacamata itu. Kondisi serupa terjadi di bagian belakang kami. Kak Amir, Panji, Rizal, Imelda tak ubahnya kucing masuk comberan. Basah kuyub!. Wajah mereka pun tak lagi sumringah. Meski Imelda sesekali terlihat menyeka rambut panjangnya yang tak lagi mekar mengembang. Hilanglah identitasnya sebagai gadis modern yang berkarier di Singapura. 

tiba di Waisai dengan wujud KUYUB!!!. tetep photo bareng pake Cheers!!
Setiap pelayaran menghasilkan kisah yang tak usai untuk dituturkan. Puluhan kali rasanya menghadapi pelayaran dengan gempuran ombak yang dahsyat. Meski setelahnya tak pernah ada kata jera untuk menjalani pelayaran di lain kesempatan. Karena hidup bukan semata soal kisah perjalanan, tetapi sejauh apa perjalanan menguatkan jiwa untuk mengarungi kehidupan mendatang. Dan hal tersebut, selalu saya dapatkan. 

mari naik Range Rover bak terbuka - berasa Miss Unvierse!!!
Tak berlebihan kiranya, ketika tiba selamat di pelabuhan Waisai, saya segera mengabadikan diri bersama teman-teman pelayaran yang telah dengan berani menantang ombak dan mengatasi rasa khawatir kami masing-masing.  Berangkat dari Yenbuba dengan penuh gaya, tiba di Waisai bagai kucing habis berenang di empang!!. Basah total!!. Perjuangan selanjutnya adalah beranjak dari kawasan pelabuhan, menggotong barang-barang bawaan, melewati pasar malam yang ramai dengan kondisi badan kami yang basah kuyub!.  Tak perlu kami fikirkan ketika beberapa pasang mata mengamati.  Tak ada pula yang mengenal kami. Jika pun diantara kami ada yang terkenal, pastilah tak ada seorang pun yang mengetahui.  Untungnya, momen berjalan dikeramaian sembari membawa barang-barang dengan tampilan kuyub itu tidaklah lama. Karena moment berikutnya adalah, tertawa bersama saat menuju rumah kak Amir dengan menaiki mobil bak terbuka!!. Berasa Miss Universe sedang pawai diatas Range Rover atap terbuka!. Hobaah!!.
Ngetrip bareng yok?!

1 komentar :

  1. KISAH SORE DI RAJA AMPAT, PELAYARAN BERKESAN YENBUBA - WAISAI
    a.k.a
    Pelayaran berserah jiwa dan raga pada yang maha esa
    a.k.a
    Pelayaran kucing kuyup...
    Hahahaha....

    BalasHapus

Scroll To Top