Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Kamis, 05 Juni 2025

SENSASI MENDAKI PUNCAK GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN.

 



Saya sering berencana mendaki gunung.  Seingat saya dalam setiap obrolan bareng temen-temen traveling selalu terucap rencana buat trekking ke puncak gunung. Mulai dari keinginan ke Prau meski pernah sampai ke Dieng hingga ingin taklukkan Semeru gegara film 5cm dan pengen ke Rinjani meski cuma sampai di Sembalun.  Namanya juga obrolan rencana. Sampai akhirnya obrolan receh di kedai kopi justru tak lagi sekedar wacana. Tapi benar terjadi.!!

 

Sabtu, 31 Mei 2025, Saya dan rekan-rekan ; Jerry, Lucky, Azizil dan Reza sampai di desa Sumur Kumbang. Jalur yang paling banyak dilalui pendaki pada umumnya. Meski menurut informasi ada beberapa akses yang juga kerap digunakan pendaki menuju  puncak Gunung Rajabasa, diantaranya melalui rute desa Kecapi, desa Sukaraja Pesisir dan desa Way Kalam Penengahan. Saya  juga sempat tanya-tanya soal rute trekking ke Farhan Pankey yang pernah tandang ke Gunung Rajabasa.  Berbekal arahan dan keyakinan serta sedikit banyak lihat ulasan beberapa kawan yang pernah ke puncak Gunung Rajabasa itulah menguatkan keinginan saya dan rekan-rekan untuk melakukan pendakian.  Let’s Go!!!

 

Photo bersama  di depan rumah warga tempat kami menitipkan kendaraan sebelum Trekking


PERSIAPAN DAN INSIDEN DIAWAL PENDAKIAN

 

Beberapa jam sebelum pendakian dimulai, saya dan rekan-rekan sempat makan siang nasi padang di kota Kalianda sembari bungkus nasi dan lauk pauk matang untuk bekal saat bermalam di gunung. Bahkan Lucky dan Jerry sempat singgah di warung membeli beberapa jenis makanan ringan dan mie instan. Setidaknya saya dan rekan-rekan punya persediaan logistik yang lumayan selama melakoni pendakian. Maka setelah menitipkan kendaraan dekat dengan bangunan Sekolah Dasar di desa Sumur Kumbang kami langsung melangkah menuju letak dimulainya rute pendakian. Rute pendakian bermula dari  jalan perkampungan hingga letak Teropong Kota – spot bersantai yang pernah hits pada masanya. Sekarangpun masih oke meski kondisi nampak usang dan lebih terlihat sebagai tempat penitipan kendaraan bagi para pendaki yang hendak ke puncak gunung Rajabasa.  Semangat yang kami punya pun tak main-main. Meski pendakian ke puncak gunung Rajabasa terbilang perdana bagi kami, tapi kami yakin untuk mengikuti rute yang menurut informasi termasuk mudah karena tersedia penunjuk arah. Maka tidak pula kami meminta bantuan pemandu atau warga lokal. Hanya bermodal yakin dan pasti bertemu sesama pendaki dalam perjalanan. Tapi insiden tak dapat terelak. Saat berada dekat spot Teropong Kota, Reza memulai cerita perjalanan dengan muntahan yang sempat buat saya tak mau melihat ke arah Reza. Kami sepakat berhenti sejenak dan memberi waktu pada Reza untuk  jeda dan meminum TolakAngin. Setelah dirasa membaik, Reza akhirnya dapat meneruskan perjalanan. Tapi insiden berlanjut. Tak berselang lama, Saya merasakan serangan hebat pada perut yang membuat saya harus merebahkan badan. Saya meminta waktu untuk berbaring di tanah menenangkan perut yang terasa mual meski tidak muntah seperti Reza.  Rasanya langit berputar-putar. Sepertinya hidangan makan siang berupa gulai tunjang dan sambal yang pedas tidak begitu diterima dengan baik di perut saya. Sementara kondisi badan yang telah dipaksa berjalan menanjak sejak dari rumah warga tanpa ada peregangan otot terlebih dahulu. Badan saya kaget. Sekujur tubuh seolah bertanya pada saya ; ‘kami disuruh apa ini pak Indra?’,  secara badan ini tak pernah trekking sebelumnya. Juga tak pernah ada olah raga yang mengarah akan digunakan untuk berjalan kaki menanjak.

Sepertinya badan saya tergeletak di tanah tergolong lama. Hingga mata saya dapat menangkap ekspresi wajah rekan-rekan  yang menunggu kondisi badan saya lebih baik. Dengan segala kesadaran diri saya memohon maaf pada rekan-rekan hingga membuat mereka menunggu saya tersadar dan kembali mampu berjalan. “Kak Indra sanggup?” tanya Lucky memastikan. Saya memberi kode oke. Badan memang merasa gentar dalam puluhan meter jalan menanjak. Tapi jiwa raga saya seribu persen ingin menaklukkan sesuatu yang tidak mungkin buat diri  ini. Tak ada pilihan lain. Badan sudah sampai di permulaan, maka wajib saya selesaikan segalanya sampai akhir. Bismillah.

 

photo bareng Broh Delta, jumpa di perjalanan Trekking. 

Surprised!!,  ketemu ShaqiLa di POS 1 yang baru selesai sampai Puncak.


PERJALANAN DAN PERTEMANAN.

 

Perlahan kami bergerak.  Pukul 1 siang kala itu. Sesekali saya pandangi wajah rekan-rekan yang tetap memupuk semangat meski kadang perlu jeda sesaat untuk menarik nafas yang terengah-engah dan fikiran yang entah sedang berpendar kemana. Buat saya, tak ada pilihan lain selain menikmati segala yang saya dapati dalam perjalanan.  Sesekali saya merekam moment melalui tatapan mata, karena ponsel banyak saya taruh dalam ransel. Tujuannya hemat daya. Tak ada pilihan lain, selain menikmati perjalanan.  Mulai dari kontur jalan, tumbuhan sepanjang perjalanan, hewan yang ditemui dalam perjalanan, menatap dekat tanaman perkebunan, mengurai waktu dengan obrolan receh yang bisa jadi bahan tertawa bersama sebagai upaya menguatkan langkah kaki. Seolah hiburan istimewa meski tulang kaki berteriak. Untungnya, kawan-kawan saya yang masih muda belia tidak keberatan bila saya meminta istirahat jika dirasa lelah tak terelakan. “Kalau capek, kita istirahat bentar. Jangan dipaksa. Gak perlu sungkan bilang yaa…” Jerry mengingatkan seolah menjadi pemimpin regu buat kami. Untuk urusan stamina, Jerry memang paling bisa diandalkan. Diantara saya dan kawan Trekking, Jerry memposisikan dirinya di bagian depan dan saya yang selalu menginstruksikan meminta istirahat. Sesekali saya lihat wajah Jerry yang sepertinya terganggu. Jerry ingin lekas bergegas, saya sebentar-bentar minta istirahat. “Maaf ya Jerr …” ujar saya setiap kali meminta jeda istirahat. “Aman kak..” ucap Jerry meski saya tahu itu hanya ia ucapkan pada saya.  Karena ada saatnya  Jerry berucap “Arghh, Payah!!” bila Lucky atau Reza yang minta istirahat, hahaha!.


meski nafas ngosNgosan, Lucky tetap pose!!.

mengabadikan kebersamaan dalam perjalanan.

beberapa jenis Kontur jalan Menanjak yang tergolong terjal.

Bila Jerry selalu berada dibarisan depan seolah bertindak sebagai pemimpin regu, Lucky kadang ditangah, kadang ada dibelakang. Tapi Lucky paling juara untuk buat suasana terasa bahagia. Kadang kami tak sadar sudah melangkah jauh hanya  karena kelakar Lucky yang menghidupkan suasana. Meski begitu, Lucky juga sosok yang kadang memancing perdebatan dalam obrolan bersama Reza. Meski kami tahu perdebatan itu adalah cara Lucky berkelakar dengan cara yang lebih dewasa. Untungnya, Reza tak pernah ambil pusing dengan becandaan Lucky. Sebagai orang yang tergolong sering bersama saya, karena Reza selalu bantu record pekerjaan manggung saya, maka Reza sudah hafal betul watak Lucky maupun rekan-rekan IMPRO lainnya.

Diantara kami, Azizil jadi personal yang tergolong sedikit berucap. Selain Azizil anggota baru dalam IMPRO, Trekking ini adalah Trip perdana yang ia lakoni bersama saya dan kawan-kawan. Saya memang kerap mengajak beberapa anggota IMPRO melakoni perjalanan. Bahkan tak jarang saya mengemas pekerjaan dalam posisi tugas trip ke beberapa kabupaten/kota di provinsi Lampung. Karena bagi saya sifat asli seseorang itu akan terlihat ketika ia melakoni perjalanan dalam kelompok. Kemampuan seseorang beradaptasi pada lingkungan dan karakter baru akan sangat teruji saat traveling. Terlebih Traveling tersebut jauh dari kata mewah. Maka, naik gunung kali ini tentu dapat menjadi penguji sejauh mana tangguhnya personal seseorang termasuk kemampuan membawa diri dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang jauh dari kata ‘mewah’.

 

Kontur Pendakian dari POS 2 ke POS 3


SENSASI MALAM MINGGU DI HUTAN GELAP.

 

Ratusan langkah telah terlaksana sejak dimulai dari desa Sumur Kumbang. Menuju Pos 1 adalah ujian awal yang ternyata memberi ujian lanjutan menuju  POS 2.  Saya  sempat jumpa beberapa rekan dalam perjalanan trekking termasuk bertemu Shaqila – Miss Indonesia Lampung 2022 di POS 1.  Pertemuan demi pertemuan tersebut seolah menjadi suntikan semangat untuk bergegas sampai puncak.

Beruntung cuaca cerah. Semburat  matahari terbenam begitu indah. Terlihat dari puncak,  bagian bawah yang menjadi begitu indah terhampar mewah berlapis warna orange yang memanjakan mata. Saya sempat haru melihat hamparan dataran rendah dari puncak seolah penanda langkah  telah membawa jauh ke bagian lebih tinggi dari dataran yang dihuni warga. Samakin menyemangati diri untuk terus menguatkan langkah kaki.

 

Cuaca cerah beranjak berubah. Matahari perlahan terbenam. Menyisakan cahaya seadanya. Kami pun terus menguatkan langkah menuju POS 2 yang ternyata memiliki kontur yang lebih terjal. Tak ada lagi bentangan kebun warga seperti pada POS 1. Menuju POS 2. Segalanya berwujud hutan tropis.  Tanah lembab bebatuan, berhias akar pohon dan beberapa patahan kayu yang menghadang jalan.  Kami pun berhati-hati karena cuaca semakin gelap. Hembusan angin mulai menusuk. Datang dengan kencang dan begitu dingin hingga ke tulang. Sesekali saya membuka mulut untuk menghirup angin yang datang dengan aroma hutan tropis nan khas. Semacam cara saya menghibur diri dengan tarikan nafas lega dengan hembusan angin nan sejuk. Jelang malam, cuaca semakin pekat. Seketika butiran air berjatuhan mengenai tubuh. Bukan air hujan, tapi percikan angin yang begitu kencang.  Uniknya, tak satu pun dari kami yang terfikir untuk membawa  alat penerangan. Maka hanya cahaya dari ponsel yang dapat diandalkan. Sesekali diantara kami bergantian menyalakan senter ponsel karena kami menghemat daya ponsel supaya bisa digunakan untuk mengabadikan momen ketika sampai puncak.  Dalam kegelapan, sesekali kami mengatur jeda. Menarik nafas untuk melanjutkan langkah di kontur jalan yang makin menantang. Jalur pendakian lembab. Patahan kayu besar melintang menghalangi langkah. Beberapa rambu jalan tak lagi terlihat. Di beberapa titik, Jerry sempat berhenti melihat google map untuk memastikan arah langkah kami tak salah. Kondisi hutan semakin gelap.  Kontur jalan bersebelahan dengan jurang dan pepohonan rimbun menutupi bentuk langit. Tak ada cahaya sedikitpun selain senter ponsel.  Angin menyapa semakin kencang.  Pepohonan bergetar rapat seolah tengah mencipta irama orkestra yang menggema. “Sampai POS 2 kita bangun tenda.” usul Jerry. Kami pun mengagguk. Saya sendiri tak lagi peduli soal jarak. Tak penting bagi saya seberapa lama lagi sampai puncak. Yang ada dalam fikiran saya adalah keselamatan saya dan rekan-rekan adalah hal utama. Bertemu malam dalam perjalanan di tengah hutan benar-benar tak ada dalam persiapan saya dan rekan-rekan.


 

Dengan usaha dan kesungguhan jiwa kami akhirnya tiba di POS 2.  Pukul 19.15 saat itu. Telah berdiri 1 tenda yang ternyata di huni 2 gadis remaja.

“Berani banget cewek-cewek ini!” bisik saya kearah Reza begitu tahu isi tenda tersebut.

 “Kita juga berani, malam minggu di tengah hutan gelap begini..” sahut Reza yang buat saya tertawa.  Yes!!, kami bermalam minggu di tengah hutan dalam perjalanan menuju puncak gunung Rajabasa.

“Pernah Kebayang gak Kak, kalau suatu hari bakal malam mingguan di tengah hutan gelap begini?” tanya  Lucky memecah keheningan suasana. Serentak kami terbahak. Menertawai kelakuan nekat kami.

Malam itu, dalam gelap, Jerry, Lucky dan Azizil bersama-sama mendirikan tenda. Saya yang tak paham soal mendirikan tenda memilih mengajak Reza menjirang air, menyiapkan makanan yang kami bawa sejak siang.  Tenda dan segala perlengkapan yang kami sewa dari RangRang Outdoor secara mendadak pun sangat membantu. Setidaknya kami dapat menikmati kebersamaan dengan memanaskan air, menyeduh kopi dari Binjay Coffee – brand Kopi milik keluarga Jerry. Cuaca dingin menjadi hangat dengan obrolan beragam tema. Makin malam tema obrolan semakin dalam. Tema-tema yang rasanya tak akan tersampaikan bila di kedai kopi.

Usai makan malam seadanya. Beralas kertas makan yang dibentang di tanah. Suasana hutan berhias suara binatang malam yang bersautan macam musik pengiring yang syahdu. Inginnya menikmati sepanjang malam dengan obrolan, tetapi kami sadar bahwa trekking menuju puncak adalah tujuan utama. Maka kami semua memutuskan masuk ke tenda yang telah didirikan secara bersama-sama oleh Jerry, Lucky dan Azizil.  Satu tenda buat Jerry dan Lucky, tenda satunya di isi oleh Saya, Reza dan Azizil.  Meski kontur tanah tak rata cukuplah menjadi sarana merebahkan badan, istirahat sejenak dari usaha ribuan langkah sembari meninggikan doa untuk kekuatan dan kesehatan di esok hari.

 

Foto saya saat Pagi dan Foto malam mendirikan Tenda yang kami Sewa di RangRang Outdoor

Kondisi Syahdu dalam perjalanan dari POS 3 hingga ke POS 5


MAKNA BAHAGIA TIBA DI PUNCAK

 

Suara anjing hutan membangunkan tidur. Tapi jauh lebih menakutkan alarm suara Mimi Peri dari ponsel Reza yang telah bersahutan sejak pukul 5 pagi.  Jadilah awal hari yang penuh kelakar.  Meski badan masih ingin rebahan tapi fikiran ingat akan tujuan utama berdiri di pincak gunung Rajabasa. Maka bergegaslah kami mengemas barang bawaan seperlunya untuk modal ke puncak. Sementara beberapa barang kotor dan perlengkapan lain kami taruh dalam tenda di POS 2. Sebagai informasi yang kami dapat dari para pendaki yang kami temui di rute perjalanan bahwa jarak dari POS 2 ke POS 3 lalu POS 4 hingga  POS 5 tergolong berdekatan dan tidak seterjal rute awal POS 1 ke POS 2. Meski untuk menyelesaikan usaha dari POS2 ke Puncak masih membutuhkan waktu lebih kurang 2,5 jam lagi.   Kontur jalan yang kami lalui pun terus menanjak.  Akar pepohonan berhias disepanjang perjalanan. Menariknya gagahnya pepohonan dengan ranting menjalar menjadi dramatis dengan kabut yang mendekap seluruh kawasan hutan.  Macam berada di negeri dongeng.  Mengagumkan.

Lebih mengagumkan lagi prediksi para pendaki benar. Jarak dari POS 2 ke POS 3 tidak terlampau jauh meski kontur tanah terus menanjak. Begitupun Jarak dari POS 3 ke POS 4 yang semakin menarik karena jenis pepohonannya tegak lurus seperti prajurit istana yang sedang berbaris rapih. Lanjut menuju POS 5, kami mendapati Jenis Kera Putih berukuran besar yang sedang bersantai di bawah pohon dekat rute jalan yang kami lalui. Perlahan saya abadikan melalui ponsel. Untung tergolong jinak dan tidak menyerang.  Dari POS 5 menuju Puncak mata semakin dibuat kagum dengan hamparan indah yang tersaji jelas dari ketinggian. Lanskap laut dan pantai berpadu indah dengan luasnya tanah, pepohonan dan bangunan warga. …”Arrggghhhh!!! Bentar Lagi Puncak!!!”... Teriak saya yang di sambut dengan lolongan suara anjing yang ternyata mengikuti langkah kami sedari POS 2.

Jenis Monyet yang kami jumpai dalam perjalanan dan Anjing yang menemani perjalanan kami dari POS 2 ke Puncak hingga kembali lagi ke bawah bersama kami.

Melantai menikmati hamparan indah dari Puncak. Anjing pun turut duduk dekat kami.

Menikmati Puncak, Menikmati Usaha.

Apresiasi untuk Diri Sendiri. 

Dari posisi kami berdiri bumi terlihat utuh. Pesona puncak yang memanjakan mata.  Indahnya tak terbantah. Tak berlebih kiranya bila saya menangis haru sekaligus bangga.

Bangga akan usaha diri sendiri yang berhasil mengalahkan keraguan dan segala cerita ketidakmungkinan. Di usia saat ini saya  masih bisa melangkah menuju ketinggian 1281 mdpl. Hanya bermodal semangat, percaya pada kemampuan diri sendiri dan tentu di izinkan sang Penciptalah semua ini terwujud.  Sebuah pencapaian diri yang patut saya apresiasi.  Terkhusus restu istri dan keluhan radang sendi di badan ini yang ternyata bersahabat selama pendakian. Terima Kasih Badan ku!!!. Menciptakan sugesti positif itu benar-benar berdampak.

Buat saya, Kebahagiaan utama dari pendakian itu bukanlah tiba di puncak gunung  semata,  tetapi justru menikmati proses yang berlangsung selama pendakian. Bukan perihal menaklukkan puncak, tetapi lebih pada menakluk ego diri sendiri.

Apakah saya tertarik untuk mendaki gunung kembali dilain waktu?. YESS!!!.


0 comments :

Posting Komentar

Scroll To Top