Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Selasa, 30 September 2014

TELUK KILUAN - PESONA LUMBA LUMBA DI TENGAH SAMUDERA (Part 2)




bersiap melakukan pelayaran menuju tengah Samudera

Setelah kemarin menikmati perjalanan dari Bandar Lampung ke Teluk Kiluan dengan rute yang tak biasa. Pagi itu kami terjaga untuk melakukan serangkaian jadwal kunjungan yang WAJIB di lakukan ketika di TELUK KILUAN.

Sehabis antri mandi  kami sarapan nasi goreng dan kopi persembahan Ibu nya Darmin. Jangan sangsikan rasanya. Selain enak karena kami lapar, nuansa panganan pedesaan selalu ‘nancap’ di lidah. 

Pagi itui, trip perdana kami adalah menuju samudera untuk menengok Lumba Lumba di laut lepas. Semula kami berharap jam 6 pagi bisa mendapat kapal yang menghantarkan kami menuju habitat Lumba Lumba di Teluk Kiluan. Sayang, kapal jam 6 pagi sudah penuh. Maklumlah, pengunjung Teluk Kiluan sedang ramai kala itu. Akhirnya kami menaiki kapal kecil menuju samudera pada jam 8 pagi. Dalam satu kapal kecil hanya boleh 3 orang plus pengemudi. Ada pula kapal yang lebih besar yang bisa di naiki 4 – 5 orang. Karena kami ber – enam jadi kami membutuhkan 2 kapal kecil. Perorang di kenakan biaya 100 ribu rupiah. Pagi itu permukaan air di pantai Teluk Kiluan cukup menyenagkan. Damai rasanya melihat landscape yang super indah bagai lukisan imajinatif surgawi di kehidupan yang tak terfikir sebelumnya. Hamparan pantai yang landai berpadu apik dengan gagahnya perbukitan di kanan kiri yang seolah memeluk erat bumi dengan keindahan ekosistem tumbuhan nan asri. Beberapa kali ketika kapal kecil perlahan mengarungi hamparan pantai saya menghirup udara segar tanpa polusi itu. Aahh … ciptaan sang Maha Esa sungguh tiada banding nya. 

Saya berada di bagian depan kapal, Eka di tengan dan Derry pada bagian belakang. Puput, Desi dan Dewi di kapal lainnya. Tanpa komando kami pun menikmati pemandangan sepanjang pelayaran menuju samudera. Termasuk mengabadikan beragam keindahan view melalui ponsel masing masing hahahahah, narsisme masa kini. Beberapa pengunjung ada yang telah selesai dan kembali ke bibir pantai. Mereka yang telah berangkat sejak jam 6 pagi sudah terlihat wajah keceriaan. Mungkin mereka terhibur oleh tarian Lumba yang tak biasa disana. Kami pun menaruh harapan besar agar bisa melihat langsung Lumba Lumba di laut lepas. Semula Darmin memberi kepastian bahwa kami pasti akan bertemu dan melihat Lumba Lumba, jika tidak maka uang bayaran kami dari 100 ribu rupiah akan di kembalikan 25.000 rupiah. Okelah tak berharap gagal kami optimist melihat Lumba Lumba pagi itu.

kapal kapal ukuran kecil siap membawa penunmpang menuju atraksi lumba lumba di laut lepas

 Menurut Darmin, kami akan mengalami perjalanan 1 jam pelayaran untuk tiba di tengah samudera dan melihat Lumba Lumba langsung. Untuk hal itu saya pun menganggapnya hal biasa. Tetapi setelah melalui dataran pantai yang landai dan memasuki kawasan samudera sesuatu yang tak biasa nampak di depan saya. Gelombang ombak yang tak lagi sama tenangnya ketika di kawasan pantai. Gelombang nya bak tsunami di TV. Cukup tinggi.  Mengombang-ambingkan kapal kecil yang kami naiki.  Sesekali Eka menjerit ketika air laut masuk kedalam kapal kecil yang kami tumpangi. Tak beda dengan saya yang posisi di bagian paling depan dari kapal kecil, saya mencoba menenangkan diri. Di kapal lain tampak Puput, Desi dan Dewi pun mengalami hal yang sama. Diam. Tertegun melihat lincahnya ombak yang menari nari seolah menyambut bahagia kehadiran kami kala itu. Seperti biasa, saya melakukan pengalihan kepanikan dengan menyanyi ketika ombak besar menantang. Semakin kencang ombak yang datang semakin kencang volume nyanyian yang saya dendangkan. Sebuah cara  khas seorang Indra untuk menghibur diri sendiri. hahhahahahaha. Sama hal nya ketika dulu saya dan Derry menaiki kapal penumpang dengan ombak super besar di pagi buta dalam pelayaran dari Pulau Sebesi ke Anak Gunung Krakatau.  aaahhh thats memorable thing!.

capture aksi lumba lumba di laut lepas yang kami dapat


Di tengah serangan gelombang Samudera itu pun kemudian saya berfikir bahwa sesungguhnya harga bayar menaiki kapal per orang 100 ribu rupiah itu sangat murah, tidaklah sebanding dengan keselamatan yang di pertaruhkan dalam pelayaran. Apalah artinya 100 ribu rupiah jika di bandingkan dengan perjuangan sang pengemudi dalam mengemudikan kapal kecilnya di tengah sentuhan ombak samudera yang tak biasa. Di saat itu pula saya sempat berfikir bahwa hanya dengan memohon keselamatan pada Tuhan sang pemilik bumi lah yang bisa di lakukan. Karena Kuasa Nya lah yang membuat apakah kami selamat atau tidak di tengah gempuran ombak kencang samudera. Sampai akhirnya kami hanya terdiam tak lagi berani mengabadikan moment dengan kamera atau handphone karena ancaman gelombang yang cukup ganas. Meski begitu di perahu lain tampak Puput tetap asik ber-selfie ria memanut wajahnya depan kamera handphone, tampak tak perduli dengan goyangan dahsyat ombak. 

tampilan Lumba Lumba di Laut Lepas yang bisa kami abadikan
Setelah satu jam berjuang menenangkan diri dalam tarian lincah ombak laut lepas, akhirnya kami bersorak kegirangan tatkala menyaksikan atraksi Lumba Lumba langsung tampa komando layaknya di Sea World Ancol. Puluhan Lumba Lumba jelas ada di depan kami, di kiri dan kanan perahu kecil yang kami naiki, tubuh mereka terlihat jelas di permukaan perairan laut yang jernih. Lekuk indah lumba lumba nampak nyata ketika mereka melompat, menukik indah dan kemudian melompat kesana kemari diantara riak ombak. Kami pun mengabadikan moment dengan foto dan video meski sesekali kami tetap sadar pada ombak yang tetap melanjutkan tarian lincahnya. Lebih kurang 30 menit kami menikmati atraksi Lumba Lumba, akhirnya sang pengemudi membawa kami kembali ke bibir pantai karena Lumba Lumba hanya muncul dalam rentang waktu jam 6 hingga 10 pagi. 

1 komentar :

  1. Jangan lupa saya minta kontaknya kak darwin ya bang indra :)

    BalasHapus

Scroll To Top