Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Sabtu, 03 September 2016

UPAYA MEMECAHKAN MISTERI BATU PERAHU

Batu Perahu ?


Terkadang, justru rasa penasaranlah yang membuat kita lebih bersemangat mengunjungi sebuah kawasan. Bukan potensi kawasan tersebut.

Untaian kata diatas, sekiranya gambaran yang tepat atas saya, oom Yopie dan mas Teguh  lakukan siang itu.
Setelah diskusi via ponsel, akhirnya kami bertiga bertemu dan kemudian berniat mengunjungi sebuah tempat. Meski sempat bingung tempat apa yang hendak dikunjungi, akhirnya sepakat memutuskan untuk mendatangi Umbul Kunci.

Umbul Kunci adalah nama sebuah desa yang masih masuk dalam teritori kota Bandar Lampung. Persisnya berada dalam kecamatan Teluk Betung Barat. Sebenarnya, saya, mas Teguh dan Oom Yopie pernah mengunjungi desa Umbul Kunci, tepatnya dua tahun silam bersama Derry. Sepulang kondangan kala itu. Tujuan kami kala itu adalah  Batu Perahu. Konon, Batu Perahu adalah sebuah batu berbentuk perahu yang karam di sebuah desa dekat Umbul Kunci. Begitu informasi yang kami terima dari warga yang tinggal di desa Umbul Kunci. Sayang cuaca buruk dan mobil yang saya kemudikan tidak bisa melalui medan jalan yang berlumpur. Kamipun gagal melihat langsung Batu Perahu.

… Klick kisah kunjungan ke desa Umbul Kunci 2 tahun lalu …

 Nah, pada Sabtu siang, saya, mas Teguh dan Oom Yopie yang  sedang memiliki waktu luang berniat mendatangi kembali Batu Perahu yang dahulu sempat tertunda karena hujan. – demikian  kisah dua tahun lalu.

Tak banyak berubah pada kunjungan ke desa Umbul Kunci siang itu. Selain tata pedesaan yang nampak berbenah dibeberapa bagian. Jembatan kayu yang dahulu sangat indah di photo pun masih ada. Hanya saja air yang mengalir dibawahnya tidak terlalu deras seperti kala pertama kami datang. Selain itu nampak  sedang berlangsung perbaikan pada bantaran sungai dengan pemasangan bebatuan penyangga di bagian kiri dan kanan sungai. Sungguh sebuah desa yang asri dan  belum tersentuh banyak pembangunan modern meski kawasannya masuk dalam peta wilayah kota Bandar Lampung.

parkir di sudut desa


JELAJAH BATU PERAHU DIMULAI

Nah, dari desa Umbul Kunci lah penelusuran kami mengenai Batu Perahu dimulai. Dengan berbekal petunjuk arah dari beberapa warga kami menyusuri jalan tanah bebatuan dan sesekali melintasi badan sungai yang dangkal.  Sepanjang jalan yang kami lalui, hanya perkebunan dan sesekali  bertemu warga dengan aktivitas berkebun mereka. Suasana desa yang lengang dan medan jalan yang cukup terjal.  Mobil yang saya kendalikan sempat bertemu mobil pick up angkutan perkebunan. Itulah satu satunya jenis mobil yang kami temui. Selebihnya, motor angkutan hasil kebun dan beberapa pejalan kaki yang merupakan warga asli desa setempat.

saya menselfie diri dengan dua ibu ibu sebagai latar belakangnya.

 Setelah berlalu dari desa Umbul Kunci, kami menemui beberapa rumah kayu yang berada terpencil di tengah kebun. – Kampung Sedayu – begitu warga yang kami temui menyebutnya.  Berdasarkan arahan warga yang kami tanya, Batu Perahu – tujuan kunjungan kami siang itu berada persis sebelum desa Pancur yang merupakan desa dengan  letak  paling ujung dari jalan yang kami tempuh siang itu. Senang rasanya, ketika warga menjelaskan letak Batu Perahu yang merupakan tujuan kami. Terbayang akan melihat langsung Batu Perahu yang merupakan tujuan kedatangan kami siang itu.
Rasa senang itu kembali berbinar ketika mobil yang kami naiki memasuki sebuah desa dengan beberapa rumah. “disini nih letak Batu Perahu.” Ucap saya mayakinkan mas Teguh dan Oom Yopie. Mereka berdua pun nampak antusias melihat sekeliling desa dari balik kaca mobil. Seorang pria  muda yang hanya bercelana sempat kami tanyai seputar Batu Perahu.
ya, ini Batu Perahu.” ucap si pria muda dengan body atletis itu.
mana?” seloroh saya bersemangat.
ya, ini mas. Desa ini namanya Batu Perahu.” ucap si pria menyakinkan.
memang ada batu bentuk perahu tapi jauh mas. Ke arah kebon, jauh, gak bisa pakai mobil kesana.” lanjut si pria muda itu  menjelaskan.
Karena  merasa tak dapat jawaban yang meyakinkan, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke desa Pancur berdasarkan arahan  si pria muda bertubuh atletis tadi. Berharap warga desa Pancur dapat menjelaskan letak persis dari Batu Perahu.

 Setelah melalui rute rute cadas bebatuan, menanjak, berkelok kelok dengan hamparan perkebunan dikiri dan kanan jalan, akhirnya kami menemukan sebuah desa dengan gapura HUT RI menyambut kedatangan kami.
Kami memutuskan berhenti disalah satu sudut desa. Setelah memarkir mobil, kami mendatangi sebuah rumah yang saat itu terdapat dua ibu ibu sedang berada di bagian depan rumah dan terdapat motor penjual bakso keliling terparkir didepannya.
oohh, mau ke Batu Perahu ?” ucap seorang Ibu yang lebih tua.
“agak kedalem mas. Ke kebon kebon. Susah kalau pakai mobil.  Pakai motor bisa” ucap sosok ibu yang lebih muda dengan logat sunda kentalnya. Sesekali kedua ibu itu bertutur dengan bahasa sunda yang cukup cepat. – tapi yakin dialog kedua ibu ibu bukan menghina kami bertiga, hehehe. Meski salah satu dari Ibu itu sempat menyampaikan bahwa kami mirip orang Belanda. Hah!! Belanda dari mana?, jelas jelas produk dalam negeri! hobi makan terasi!. Hehehe.

Dari perbincangan kami dengan kedua ibu pun tidak menghasilkan kesimpulan yang jelas apakah Batu Perahu itu benar benar ada. Bahkan salah satu Ibu tidak begitu yakin. Meski salah satu Ibu berucap benar Batu Perahu ada tetapi jarak tempuh kebagian perkebunan yang cukup jauh dan hanya bisa ditempuh oleh kendaraan roda dua atau berjalan kaki. Dan seorang ibu lainnya mengatakan Batu Perahu adalah nama desa yang letaknya sebelum desa Pancur.

sosok suami di samping rumah

istri dan dua anak lelaki di bagian depan rumah

anak lelaki pertama yang cekatan -pandai membantu orang tua


 Siang semakin terik. Perut semakin berontak lapar.  Ingin rasanya makan bakso dari mamas penjaja bakso keliling, tapi apa daya kuah bakso belum matang. Kami pun beranjak ke rumah sebelah dari letak rumah pertama dimana kami berbincang dengan dua ibu yang tak berkesimpulan.

Di rumah kedua, kami tak bertanya soal Batu Perahu. Kami justru terkesima dengan aktivitas keluarga yang sedang bergotongroyong memisahkan isi buah pinang dari sabutnya. Nampak sang suami di sisi samping rumah, lalu sang istri di bagian depan bersama dua anak lelakinya yang masih kecil turut membantu aktivitas sang ibu.  Oom Yopie dan mas Teguh sempat berbincang soal kebun pinang dan harga pinang dipasaran yang saat ini seharga Rp. 7.500/kilo.

buah pinang yang segar baru dipetik dari kebun

buah pinang kering setelah di keringkan beberapa hari

bagian dalam - daging buah pinang yang kemudian harus di keringkan terlebihi dahulu sebelum dijual



Sedang saya tertegun melihat kecakapan anak lelaki pertama si Ibu yang begitu pandai memotong buah pinang dengan pisau tajam. ‘Hati – hati dek, jangan sampai terluka.”  ucap saya pada adik lelaki. Si Adik  membalas ucapan saya dengan tersenyum. “sudah biasa, mas” ujar si Ibu ketika saya menanyakan keterlibatan anak lelakinya tersebut. Sungguh upaya gigih sebuah keluarga dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Berupaya dengan berkebun, bercocok tanam, mengolah hasil kebun hingga mensyukurinya sebagai nikmat sang pencipta adalah hal dasar dari kehidupan warga pedesaan. Sungguh saya kagum akan mental warga desa.

bongkahan dari Batu Perahu.( Mungkin?)


Dibalik upaya menuju Batu Perahu yang belum jelas wujudnya, kami memutuskan kembali ke Bandar Lampung melalui rute semula. Setelah sebelumnya mencoba peruntungan akses jalan mendaki yang menurut si Ibu Ibu yang kami temui tadi dapat menuju desa Muncak – Tirtayasa – Pesawaran. Lagi lagi mobil yang saya kemudikan tidak cukup gahar melewati jalan tanah berlumpur dan menanjak. Sudahlah, saya, mas Teguh dan Oom Yopie sepakat kembali ke pusat kota melalui rute perjalanan yang kami tempuh sebelumnya. Meski kami tahu akan melalui beberapa titik jalan yang cukup mencekam. Bersyukur kami berhasil melalui itu semua.

pelepas dahaga - Es Dugan Jeruk Mang Udin - Teluk betung

Nasi Gambreng Super Pedess Gambreng laah.!!

Perjalanan selepas berkelana dari desa Pancur – desa terdalam setelah desa Umbul Kunci kami  rayakan dengan segelas es dugan jeruk – mang Udin di kawasan Mangga Dua – Teluk Betung.  Lumayan mengobati dahaga dan rasa lapar akibat gagal makan bakso mamas bakso keliling di desa Pancur tadi. Lapar perut yang belum tercukupi akhirnya kami tuntaskan di rumah makan Mak Gambreng. 

Hardi's Coffee ini Favorite must try di Hardi's Caffee and Bar

Kami - pemecah misteri Batu Perahu - yang belum berhasil (untuk kedua kalinya)



Satu porsi nasi penuh dengan lauk pauk dan sambal pedas nan khas cukuplah memenuhi seluruh ruang dalam perut saya, mas Teguh dan Oom Yopie. Meski dirasa belum lengkap tanpa kopi sehabis makan nasi.  Selanjutnya moment kongkow di Hardi’s Coffee and Bar yang letaknya dekat bundaran Tugu Adipura jadi tempat kami bersantai, photo photo pakai  Theta 360 - Gedged Kece Oom Yopie, selain berbicara banyak hal termasuk misteri keberadaan Batu Perahu yang berlum terpecahkan. Mungkin suatu saat nanti kami akan ulangi kunjungan mencari Batu Perahu itu lagi. Ya, mungkin dua tahun mendatang kami kembali lagi. Mungkin. 

13 komentar :

  1. Aaah ini es mang Udin yang kemaren sempat disebut-sebut Fajrin.. gak jauh dari Inna Eight ya? Kata Fajrin recommended esnya..

    Masih penasaran... kenapa ibu-ibu itu nuduh kalian mirip orang Belanda ya? :D

    BalasHapus
  2. Yessss es kelapa jeruk mang Udin emang juaraaaakkk tapi kan kemarin MBA MBA semua tidak di pusat kota banyak seliweran kan hehehehe next ke lampung lagi siang siang ke mang Udin. Soal ibu ibu bilang seperti orang Belanda mungkin krna postur Oom Yopie yang tinggi dan aku yang ganteng kali yaaa wkwkwkkwkwkwkwkkwkkwwkkwk

    BalasHapus
  3. Ah tercekat melihat foto anak lelaki kecil yang sedang memotong Pinang itu. Seharusnya dia sibuk bermain ya. Tapi gak adaan membuatnya harus turun tangan membantu orang tua. Semoga sekolahmu tinggi ya Nak dan juga diberkati oleh yang Di Atas. Amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya begitulah mbaa.. aku pun sedih lihatnya. selain membantu orang tua dia juga nampak menikmati pekerjaannya itu. diajak ngobrol pun dia cuma maenganggung saja... terharu lihat anak sekecil itu sudah tau diri membantu orang tuanya.

      Hapus
  4. Walaah ada orang Sunda juga ya di Lampung. Btw aku suka banget dengan perjalanan model begini. Unexpected banget. Penuh kejutan dan senantiasa penasaran. OK lanjutkan 2 tahun lagi ya! 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. jangan kan sunda mba... orang Papua aja banyaaakkk di Lampung.... tetangga ku aja ada Manado, Padang, jawwa, Sunda, jaseng, sampai orang dari Ambon manise juga adaa..makanya Lampung itu di sebut Indonesia Mini - karena semua suku, ras, etnis se Indonesia termasuk kuliner se Nusantara ada semua di Lampung. hehehehe

      Hapus
  5. Jadi belum ketemu ya batu perahunya. Ikut penasaran...

    BalasHapus
  6. Nama desanya unik umbul kunci, semoga taun depan dapat menemukan batu perahunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe...itu salah satu desa yang masuk dalam kota Bandar Lampung lho.... yesss tahun depan datang lagi....terima kasih mas budy

      Hapus
  7. masih sangat asri dan tradisional ya kak, bahkan warganya masih konsumsi pinang. Jadi ikut penasaran sama batu perahunya hehehe

    BalasHapus
  8. Liat buah Pinangnya kok ngiler hahahahha. Biasa kalau teman dari Sumatera bawaannya minta dibaain Pinang.

    Benar banget mas, rasa penasaran membuat kita jauh lebih bersemangat mengunjungi tempat tersebut.

    BalasHapus
  9. Ga ada yang sia-sia di setiap perjalanan.
    Selalu ada cerita dan hikmah yang bisa diambil :)
    Yang pasti, selalu seru..!

    BalasHapus

Scroll To Top