Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Jumat, 01 Desember 2017

MENGENAL MARGAHAYU - DESA WISATA POTENSIAL DI LAMPUNG TIMUR



Aktivitas menunggang Gajah dalam kawasan Camp ERU - Photo by Endang Guntoro Canggu.


….”bermalamnya di Margahayu  aja … “ saran Oom Yopie – si empunya akun @KelilingLampung  pada saya seminggu sebelum keberangkatan menuju gelaran Festival Way Kambas tahun2017. Meski berkali-kali ke Way Kambas,  tak sekalipun  saya bermalam dekat  kawasan Way Kambas tersebut. Itulah sebabnya saya menyambut setuju ketika Oom Yopie menyarankan agar saya dan rekan-rekan bermalam di dalam desa Margahayu yang jaraknya tidak terlampau jauh dengan Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas.  

heboohnya wefie di acara pembukaan Festival Way Kambas bareng ibu Bupati - photo by Bang Eka


Beruntungnya, bang Deni – salah satu panitia yang menangani kehadiran saya dan rekan-rekan blogger memenuhi permintaan bermalam di Margahayu.  Emang  ada apa sih di margahayu itu?, kenapa gak tidur di hotel aja?!!. Hhmmm… untuk tau jawabannya, mari simak penuturan saya selanjutnya – chekidoot!!.

Rumah Konservasi dalamd esa Margahayu - tempat bermalam saya dan rekan-rekan pria
 
BERMALAM DI RUMAH KONSERVASI

Gelap malam menyambut kedatangan saya dan rekan-rekan di desa Margahayu.  Saya pribadi tak tahu persis arah jalan menuju ke bagian desa Margahayu. Yang saya ingat, rombongan kami sempat masuk kebagian perkebunan tak jauh dari jarak pos penjagaan pertama setelah keluar dari kawasan utama PLG.  Mata saya masih menangkap suasana perkebunan di kiri dan kanan dari jalan yang kami lalui.  Kontur jalan yang kami lalui berbatuan kerikil dan sisanya berupa jalan tanah. 

antri ambil makan malam di pekarangan rumah mas Sunandar
 
Malam itu, setelah menghadiri acara pembukaan Festival Way Kambas 2017, saya dan rekan-rekan diarahkan menuju rumah konservasi atau penginapan Himbio (himpunan mahasiswa jurusan biologi FMIPA Unila) sebagai sarana bermalam kami di desa Margahayu.  Sesuai namanya, rumah konservasi yang kami datangi itu merupakan fasilitas bagi mahasiswa maupun peneliti ilmu biologi bermalam. Tak heran bila bagian dalam dari rumah terdapat ragam gambar flora fauna hingga beberapa rumus penelitian terpajang di dinding. Berasa masuk kamar dosen Kimia gitu deh...hehehehe.  Saya dan rekan-rekan pria bermalam di rumah konservasi sementara rekan-rekan wanita diarahkan bermalam di rumah mas Sunandar. Namanya juga desa dalam kawasan TNWK, tentu tak ada hotel penunjang yang bersifat mewah apalagi berbintang yaaa…. Bermalam dalam kawasan desa itu mendekatkan kita pada realitas hidup, mengajarkan bersosialisasi langsung dengan masyarakat. Jadi tahu gimana kondisi nyata masyarakat. Tapi kalo kamu Horang Kaya yang alergi bermalam di lingkungan warga desa,  saya sarankan jangan ke desa Margahayu dech, ke kota Metropolitan saja  lebih banyak pilihan hotel megah berbintang-bintang.

bang Mansyur, pak Camat dan oom Yopie

photo bersama di depan rumah mas Sunandar
 
MALAM KEBERSAMAAN PENUH KESAN

Usai menaruh barang bawaan dan merebahkan diri sesaat, bahkan beberapa rekan sempat mandi – kalau saya sih males mandi yaa, hahaha,  kami menuju rumah mas Sunandar untuk makan malam.  
Mas Sunandar  adalah  ketua kelompok sadar wisata (pokdarwis) desa Margahayu.   Rupanya, di kediaman mas Sunandar telah hadir beberapa sanak family yang turut menyambut kami dengan hangat dan hidangan makan malam yang lezat.  Saking lezatnya, sampai saya nambah!!.  Tapi antara lezat dan rakus emang beda tipis lah ya, Hahahah…  Btw, makan siang dekat pejabat di area acara pembukaan Festival Way Kambas pada siang hari sebelumnya aja saya nambah, apalagi makan malam bareng temen temen , hahaha… saya sih gitu orangnya,  makan banyak, tapi gak gemuk-gemuk. Karena smua jadi kotoran!! Hahahah.

Nuansa makan malam di pekarangan rumah berteman remang lampu seadanya justru menambah kebersamaan malam itu. Saya dan rekan-rekan larut dalam beragam tema obrolan. Malam itu, obrolan yang ditengahi oleh Oom Yopie bersama bang Mansyur dan bang Deni dari Dinas KOMINFO Lampung Timur termasuk pak Camat yang menyempatkan hadir menemui kami menjadi semakin menarik. Mulai dari hal-hal ringan hingga rencana serius merancang desa Margahayu sebagai desa wisata menjanjikan dikemudian hari.   Yang menarik dan jadi gelak tawa ketika uraian pengantar pak Camat yang menghibur ; …”sebenarnya gajah itu juga manusia, tapi dia binatang …”. Kalimat pembuka dari pak Camat yang sungguh ambigu. Membuat ngakak maksimal sekaligus melakukan pemikiran. – jadi sebenarnya, Gajah itu binatang apa manusia ??, hayyooohhh…hahahaha.

kondisi jalan menuju kawasan Camp ERU dari desa Margahayu

Salah satu gajah yang kami temui dalam perjalanan dari desa Margahayu ke Camp ERU
 
POTENSI UNIK DAN MENARIK DI MARGAHAYU

Sebagian besar warga Margahayu berprofesi sebagai petani.  Kebun karet dan ladang singkong jadi sarana warga menyambung hidup. Meski begitu ada sisi menarik dalam desa Margahayu sehingga layak jadi desa wisata potensial.   Tak jauh dari desa Margahayu terdapat Elephant Respon Unit (ERU) – yakni kawasan penanganan konflik antara gajah liar dengan warga. Sebagai desa penyangga kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), desa Margahayu menjadi kawasan yang kerap ditandangi gajah gajah liar.  Beberapa konflik pernah terjadi antara kawasan desa Margahayu dengan sekelompok gajah liar di tahun tahun sebelumnya. Meski kemudian dapat diatasi dengan baik oleh para pawang gajah dan gajah jinak yang terlatih di camp ERU.  Kini, ancaman gajah liar tidak lagi menjadi hal besar bagi warga desa Margahayu. Meski menurut penuturan warga desa Margahayu, saat ini masih kerap kehadiran seekor gajah besar dalam kawasan desa Margahayu. Gajah yang disebut warga sebagai gajah si Dugul atau Bedugul  tersebut merupakan gajah soliter di TNWK yang beberapa kesempatan tandang ke dalam kawasan desa tapi tidak melakukan pengerusakan.

Mau tahu kisah saya di Camp ERU… 

 
Kerbau Rawa di dalam kawasan desa Margahayu

TIWUL DESA MARGAHAYU

Selain itu, beberapa warga dalam kawasan desa Margahayu merupakan pembuat Gatot atau Tiwul dengan kualitas prima.  Tau dong  Tiwul ?, itu lho, sejenis kudapan bahkan tergolong makanan berat karena tercipta dari singkong yang telah melalui proses pengolahan panjang, termasuk pengeringan sebelum kemudian dapat dimasak dan dinikmati.  “Beberapa ibu-ibu rumah tangga dalam desa mengembangkan singkong hasil kebun menjadi tiwul yang selain diolah menjadi panganan juga di jual kepasaran”, terang mas Sunandar pada kami soal tiwul di desa Margahayu.   Tak hanya sebatas cerita, kami pun mencicipi tiwul karya orang tua dari mas Sunandar yang tersaji dengan siraman gula merah dan kelapa parut segar. Soal rasa?, jangan disangsikan. Nikmat!!.  Terlebih menikmati Tiwul hangat di pekarangan rumah mas Sunandar yang teduh karena pepohonan rindang. Menyantap tiwul bukan hal pertama bagi saya, dalam beberapa kesempatan, saya pernah menyantap tiwul dengan urap bahkan bersama lauk pauk ikan asan dan sambal goreng. Kerajinan pangan nusantara selalu mengagumkan.

Tiwul Desa Margahayu

pekarangan rumah mas Sunandar yang di setting sebagai tempat bersantai sekaligus makan bersama




Sebagai desa wisata, Margahayu bukanlah kawasan berkonsep desa wisata pertama yang saya datangi di kabupaten Lampung Timur. Sebelumnya saya pernah datang ke desa BrajaSari dan Braja Luhur yang juga mengembangkan konsep desa wisata denagn potensi menarik dan keunikan khas dari masyarakat setempat.  Demikian pula dengan desa Margahayu, layak dikembangkan sebagai desa wisata bukan hanya memiliki keunggulan dibidang kreativitas warga semata, melainkan potensi alam yang indah dan  juga sebagai desa yang dilalui oleh lintasan gajah liar serta desa penyangga TNWK yang memiliki akses terbilang dekat dengan camp ERU yang layak dijadikan acuan bagi pecinta wisata alam dan petualangan. Meski begitu, sarana jalan penunjang akses ke desa Margahayu wajib terus ditingkatkan untuk memudahkan akses pengunjung dikemudian hari.

Makan Pagi bersama di pekarangan rumah mas Sunandar

sebelum meninggalkan rumah mas Sunandar, kami photo bersama dulu...
 
Tertarik untuk menikmati suasana desa Margahayu ?,  dapat menghubungi mas Sunandar  di nomor ponsel/whatsapp ; 081274251354. Mas Sunandar senantiasa berkenan mendampingi kedatangan kamu.  Pada bulan Januari hingga Mei, desa Margahayu juga menerapkan tradisi menangkap ikan atau udang rawa dengan alat tradisional berupa bubu atau jaring yang mereka pasang pada sore dan diambil pada keesokan pagi.

0 comments :

Posting Komentar

Scroll To Top