Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Rabu, 07 Februari 2024

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS - WISATA ALAM YANG KINI DENGAN KONSEP BARU



Buat kamu yang suka wisata ke Taman Nasional tentu sudah tak asing dengan Taman Nasional Way Kambas. Meski belakangan sempat tutup imbas Covid-19, kini kembali dibuka untuk umum dengan konsep baru.

Saya menyempatkan tandang ke bagian dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas yang merupakan bagian dari area Pusat Latihan Gajah (PLG) setelah bertugas memandu acara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-18 Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) pada 17 Januari 2024 lalu yang berlangsung pada bagian depan dari pintu masuk utama area Taman Nasional Way Kambas.  Dengan capaian luas  125.631.31 hektar, Taman Nasional Way Kambas memiliki beberapa bagian. Selain sebagai tempat wisata alam TNWK juga merupakan kawasan konservasi beberapa satwa langka dan pelestarian alam.

Maka siang itu seusai bertugas memandu acara, saya, Olive – partner ngMC saya dan beberapa rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung mendatangi bagian dalam dari TNWK. Meski sudah beberapa kali berkunjung ke TNWK, saya pribadi tak pernah bosan. Terlebih ingin merasakan konsep baru untuk wisatawan umum yang ingin tandang ke TNWK.

 

 Setelah dibuka kembali pada 20 Desember 2023 lalu, TNWK memiliki konsep baru bagi wisatawan yang ingin berkunjung dan berwisata dalam TNWK. Konsep  baru tersebut lebih pada menjaga kelestarian alam untuk pariwisata berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat sekitar.  Jadi setiap pengunjung yang dating wajib melalui 3 Rest Area yang terdapat pada desa penyangga atau desa yang dekat dengan kawasan TNWK. 3 desa penyangga tersebut adalah Labuhan Ratu 6, Labuhan Ratu 7 dan Labuhan Ratu 9. Jadi seluruh kendaraan pengunjung tidak diperkenankan sampai pada lokasi Pusat Latihan Gajah sebagaimana aturan sebelumnya. Tetapi di taruh pada Rest Area di 3 desa penyangga tersebut. Setiap pengunjung wajib membayar tiket masuk sebesar Rp. 40.000 dengan rincian, Rp.5.000 (harga tiket Weekday) Rp.7.500,- (harga tiket masuk weekend) dan sisanya menjadi pengelolaan koperasi desa dari 3 desa penyangga. Dari harga tiket masuk sebesar Rp. 40.000 tersebut termasuk pula harga parkir kendaraan pengunjung di Rest Area dan biaya pengunjung masuk ke dalam kawasan Pusat Latihan Gajah (PLG) menggunakan kendaraan roda empat terbuka yang disebut warga lokal ; mobil odong odong. Jadi secara harga tiket masuk tidak ada kenaikan hanya saja nilai tiket lebih pada keterlibatan masyarakat sekitar desa penyangga yang di kelola oleh koperasi desa.

 


Melalui konsep baru, berwisata ke TNWK tidak lagi mengetengahkan atraksi gajah tunggang meski pengunjung masih dapat berinteraksi dekat dengan gajah melalui aktivitas  member makan hingga memandikan gajah secara langsung yang tentu saja pengunjung wajib membayar sejumlah biaya untuk paket tambahan tersebut. Seperti halnya rekan-rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung waktu itu yang ingin berpose akrab dengan gajah wajib membayar Rp. 20.000 per orang. Yang tentunya dengan pendampingan pawang gajah demi keamanan dan keselamatan pengunjung. Begitu pula dengan aktivitas memandikan gajah secara langsung pengunjung dikenakan biaya Rp.20.000 per orang untuk dapat berinteraksi akrab memandikan gajah secara langsung.


 


Konsep baru dari wisata ke Taman Nasional Way Kambas ini membuka kesempatan pada masyarakat sekitar untuk membuka peluang usaha berupa paket wisata hingga menyewakan hunian mereka sebagai homestay bagi wisatawan. Mengingat ada banyak potensi wisata alam yang tersedia di sekitar kawasan Way Kambas. Diantaranya wisata susur sungai hingga mengamati hewan hewan khas tropis lainnya. Selain aktivitas masyarakat desa penyangga TNWK yang tak kalah menarik untuk disimak secara langsung.  Maka jika harga tiket Rp.40.000/orang dirasa mahal maka pengunjung perlu memahami konsep wisata ke kawasan Taman Nasional.  Karena sejatinya konsep wisata ke kawasan Taman Nasional tak sama dengan konsep berwisata ke taman rekreasi buatan lainnya tetapi wajib menjadi bagian pelestarian lingkungan dan menjaga ekosistem alam dalam kawasan Taman Nasional.

rekan-rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung (IMKOBAL)

OLive - my MC Partner


 

SEJARAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

 

Sejarah Taman Nasional Way Kambas adalah satu dari dua kawasan konservasi yang berbentuk taman nasional di Propinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999, kawasan TNWK mempunyai luas lebih kurang 125,631.31 ha.

Secara gaeografis Taman Nasional Way Kambas terletak antara 40°37’ – 50°16’ Lintang Selatan dan antara 105°33’ – 105°54’ Bujur Timur. Berada di bagian tenggara Pulau Sumatera di wilayah Propinsi Lampung. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas dan Cabang disisihkan sebagai daerah hutan lindung, bersama-sama dengan beberapa daerah hutan yang tergabung didalamnya.

Berdasarkan sejarah Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936 oleh Resident Lampung, Mr. Rookmaker, dan disusul dengan Surat Keputusan Gubernur Belanda tanggal 26 Januari 1937 Stbl 1937 Nomor 38.
Pada tahun 1978 Suaka Margasatwa Way Kambas diubah menjadi Kawasan Pelestarian Alam (KPA) oleh Menteri Pertanian dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 429/Kpts-7/1978 tanggal 10 Juli 1978 dan dikelola oleh Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam (SBKPA).

Kawasan Pelestarian Alam diubah menjadi Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) yang dikelola oleh SBKSDA dengan luas 130,000 ha. Pada tahun 1985 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/1985 tanggal 12 Oktober 1985. Pada tanggal 1 April 1989 bertepatan dengan Pekan Konservasi Nasional di Kaliurang Yogyakarta, dideklarasikan sebagai Kawasan Taman Nasional Way Kambas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 444/Menhut-II/1989 tanggal 1 April 1989 dengan luas 130,000 ha.

Kemudian pada tahun 1991 atas dasar Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 144/Kpts/II/1991 tanggal 13 Maret 1991 dinyatakan sebagai Taman Nasional Way Kambas, dimana pengelolaannya oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Way Kambas yang bertanggungjawab langsung kepada Balai Konsevasi Sumber Daya Alam II Tanjung Karang. Dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 13 maret 1997 dimana Sub Balai Konsevasi Sumber Daya Alam Way Kambas dinyatakan sebagai Balai Taman Nasional Way Kambas.

Sejarah Alasan ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan pelestarian alam, adalah untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa liar, diantaranya adalah tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), enam jenis primata, rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), harimau Sumatera (Panthera tigris), beruang madu. Badak Sumatera pada saat itu belum ditemukan sehingga bukan sebagai salah satu pertimbangan yang dipergunakan sebagai dasar penetapannya.
Namun demikian, setelah ditetapkannya sebagai kawasan suaka margasatwa hampir selama dua puluh tahun, terutama pada periode 1968 – 1974, kawasan ini mengalami kerusakan habitat cukup berat, yaitu ketika kawasan ini dibuka untuk Hak Pengusahaan Hutan, kawasan ini beserta segala isinya termasuk satwa, banyak mengalami kerusakan.
Dari jenis satwa tersebut, sampai dengan saat ini keberadaannya masih terjaga dengan baik, antara lain yang dikenal dengan The Big Five mammals yaitu tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris), badak Sumatera (Diserohinus sumatranus) dan beruang madu (Helarctos malayanus).


Wisatawan bisa interaksi sedekat ini dengan Gajah Gajah di Way Kambas.


0 comments :

Posting Komentar

Scroll To Top